30

9.1K 936 175
                                    

Niatnya hanya ingin mampir untuk have fun sebentar, namun nyatanya rencana hanyalah sebuah omong kosong belaka. Bahkan sudah kelewat tengah malam, Mereka tak kunjung pulang, seakan lupa arah jalan rumah.

Dengan satu tangan memeggangi kepalanya yang terasa pening karena efek alkohol. Vier berucap dengan nada parau, "Udahan. Ayo pulang! Lo udah hampir mabuk berat."

Tak ada balasan yang berarti. Tangan Raga malah telulur untuk mengambil botol wine lalu menuangkannya kedalam kelas mini diatas meja.

"Lo mau balik atau tetep disini? Kalau mau tetep disini gue tinggal!" Kesal Vier merasa ucapanya tak dipedulikan.

"Ngapain buru-buru pulang sih! kita baru aja nyampe. Lagi pula emang apa masalahnya kalau kita mabuk berat? Gue rasa no problem, Bro."

"Besok sekolah, gue gak mau jadi cowok berandalan yang datengnya telat. Lagi pula gue juga ketua osis! Masa ngasih contoh yang buruk?"

Vier itu terkadang saat mabuk akan menjadi laki-laki yang crewet dan mudah berbicara dengan kosakata yang banyak. Sedangkan Raga, ia akan menyepelekan segala hal, gampang lupa diri dan sering halusinasi.

Terdengar tawa menggelegar dari Raga, "Alesan, Bilang aja kalau sebenernya yang lo takutin itu kalau Fay sampai tau kita ke club, kan?"

"Ngomong-ngomong jangan jadi orang yang naatin peraturan terus. Sekali-kali nyoba hal baru, biar jadi pengalaman dimasa depan," lanjut Raga.

Vier menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Pengalaman apanya coba? jadi cowok brengsek semacam Raga gitu maksudnya?

"Jangan macem-macem lo, Ga!" Intrupsi Vier karena melihat gelagat aneh Raga saat melihat perempuan berbaju seksi menghampiri mereka.

"Sst," menghadap kearah Vier dengan menempelkan telunjuk dibibir.

"Gue beneran bakal jadi orang yang ketawanya paling kenceng kalau sampai Thea tau dan dia bakalan nggak mau lagi liat muka lo."

Tak memperdulikan omongan Vier. Raga malah lebih memfokuskan diri kepada wanita dengan pakaian minim itu.

"Jangan lancang! dia udah punya istri. Mending lo pergi sendiri atau gue seret?" Marah Vier dengan mata menajam menatap orang itu yang sekarang sudah duduk dipangkuan Raga. Apalagi Raga hanya diam tak berontak.

Vier tahu betul Raga sedang dikuasai efek alkohol, hal itu pun yang membuat Raga tidak bisa membedakan mana yang salah dan benar, akal sehatnya seakan tidak berfungsi. Makanya Vier berusaha sabar.

"Gak beres nih orang. Ga! ayo pulang, inget istri lo dirumah lagi nungguin Lo pulang. Jangan jadi cowok brengsek kata gue."

Helen, wanita yang sedang duduk dipangkuan Raga itu memberengut kesal. "Lo kenapa ganggu banget sih, ganteng? orang dia aja biasa kenapa lo yang sewot?"

"Mending sini! ikut seneng-seneng. Jangan munafik jadi orang," Lanjut Helen. Tidak tau saja dia sedang berurusan dengan siapa.

Senyum miring terbit dari bibir Vier namun tak terdengar kalimat balasan untuk Helen. Walaupun seperti itu, yakini kalau dalam hati Vier sudah menyusun rencana paling sempurna untuk membalasnya.

"Thea, Kenapa lo ada disini?" Gumam Raga lirih sambil tetap memandangi Helen dalam-dalam. Memang! Raga sendari tadi tak berontak karena diluar fikiran sehatnya Helen itu adalah Thea.

Namun gumaman itu sayangnya hanya dapat didengar oleh Raga saja.

Tangan Vier mencengkram rambutnya kuat, rasa pening itu sungguh merepotkan. Seketika terlintas ide cemerlang dalam otaknya. Merogoh saku untuk mengambil handphone.

Ia sebentar lagi akan mencoba hal ekstrem. Mengangkat tanganya lalu memposisikan kamera untuk mengahadap Raga.

Cekrek..

Vier tersenyum puas saat melihat hasil jepretannya yang menurut cowok itu sangat bagus.

"Sekali-kali Lo harus dikasih pelajaran, Ga."

Setelah berucap demikian, ia membuka salah satu aplikasi yang bisa untuk berkomunikasi secara Global. Menyelesaikan beberapa Step yang harus dipenuhi bila ingin memposting sesuatu.

Click.

Suara itu menandakan foto sudah berhasil terposting. Vier tersenyum kemenangan. Menyentuh muka mulusnya. Pasti besok akan ada beberapa legam disitu.

Lelaki dengan hodiee legam itu berdiri. Kemudian menyeret paksa Helen yang semakin ngawur jika dibiarkan.

"Sumpah! Mati lo ditangan gue." Bisik Vier tepat ditelinga Helen.

"Sayang! Jangan diem aja. Bantu aku, hajar dia! cowok ini mau bunuh aku." Teriak Helen kepada Raga.

Sedangkan Raga? ia ingin bangkit dan menolong helen yang dalam halusinasinya itu adalah Thea, tetapi tidak bisa. Dia sudah tidak mampu menahan berat badannya.

"Vier berhenti!!!"

Tak menggubris, Vier tetap menyeret Helen kesalah satu ruangan kemudian melemparnya secara kasar.

******

Melirik jam di dinding sekilas, telihat kerutan samar pada dahi perempuan dengan piyama tidur berwarna hitam itu.

"Gak yakin gue kalau Rylle bakalan nyandra Raga sampai jam segini." Gumamnya dengan penuh logika.

Waktu sudah menunjukkan pukul 01.10 tetapi saat melirik kesampingnya kenapa tempat itu masih kosong?

Tetapi lain dari pada itu, kilasan balik dari tubuh ini membuat Thea seperti ingin ketawa sekeras-kerasnya. Dulu, Raga sangat angkuh dan tidak tersentuh, Lelaki itu hanya akan luluh oleh pujaan hati yaitu Nora.

Seperti dua orang asing yang berteduh diatap yang sama, hal itu sangat cocok menggambarkan kehidupan Thea dan Raga, Dulu. Mereka hanya saling menyapa untuk formalitas didepan kedua orang tua saja. Selebihnya hanya akan berinteraksi saat Raga melakukan kekerasan kepada Thea.

Tetapi entah kenapa, Hari itu, saat tubuh ini sudah menjadi miliknya. Raga dengan wajah memelas mengetuk pintu kamarnya sambil membawa guling dan bantal lalu berucap,

"Theaa ayo tidur bareng!" dengan alis berkerut kebawah, seperti anak kecil yang akan menangis.

"Why? kenapa tiba-tiba? ada apa?" Tanya Thea dengan kebingungan.

"Gak ada apa-apa. emang salah ya? kita kan suami istri."

"Duh tiba-tiba gue inget. Dulu ada yang pukul gue, cambuk gue, tendang bahkan jambak gue. Mendadak gue amnesia deh siapa pelakunya." Ucap Thea dengan nada sinis. Perlakuan Raga dulu sangat membuat geram to the bone.

Hening.

"Nolak suami dosa loh." Kalimat itu meluncur bebas dari mulut Raga. Seakan lupa dosanya dulu kepada sang istri bahkan tidak akan impas jika ditebus dengan kalimat 'Maaf'

Thea tertawa mengingat hal itu. Kemudian terlihat gelengan kepala olehnya. "Kenapa malah nostalgia. Gue tadi kan kebangun karena mau ambil minum,"

Mendudukan diri. Saat akan bangkit terdengar bunyi nontivikasi yang ia yakini dari handphone-nya.

Tangan putih itu telulur ke nakas. Terlihat dari lockscreen banyak orang menandai. ada apa ini?


Dengan ragu Thea membuka salah satu nontivikasi. Setelah itu wajahnya memerah seketika menahan amarah yang meluap.

"Oh jadi gini kelakuan si bangsat. Gila kali, berani banget bohong sama gue." Tatapnya menatap lurus kedepan. Lalu senyum miring terbit, menandakan ia sudah memiliki rencana yang sangat memuaskan.

PRECARIOUS [Womankind]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang