Duo brengsek

10K 917 6
                                    

"Ngapain?"

Terkejut, tentu. Raga dengan spontan bangkit lalu menoleh, setelah itu nafasnya memburu tak karuan. Sialan.

Menghampiri orang itu dengan mata yang berkilat-kilat. Lalu dengan dengan sekali tarikan nafas, Raga memukul orang itu dengan kencang. Membuatnya tersungkur kebelakang.

"Fuck! Apa-apaan sih Lo?" Orang itu berprotes tak terima. Sialan, akibat serangan itu yang mendadak ia jadi tidak bsia menyeimbangkan diri.

"Lo ngapain kesini njing? Ganggu orang mesra-mesraan aja." Ucap Raga masih dengan gaya ngeggasnya.

Vier, menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Lalu bangkit, kemudian tersenyum miring, "Mesra-mesraan? Oh jadi sekarang hobi Lo jilat ludah sendiri ya,"

"Bacot!" Jeda Raga, kemudian melirik Thea yang kini sudah berdiri sembari menatap mereka bingung. "Gue gak sudi ya sama dia, dia duluan yang goda gue!" Tuding Raga, tanganya menunjuk kearah Thea.

Entah mengapa Raga bersikap demikian. padahal Raga akhir-akhir ini sudah mulai lupa dengan gengsi akutnya. Tetapi untuk sekarang beda cerita, ia gengsi sekali untuk mengakui bahwa dirinya hampir saja kelepasan. Mungkin karena yang memergokinya adalah Vier?

Thea melotot tak percaya, kenapa jadi dirinya yang dituduh, "Dih kok gue?"

Raga hanya mengantup bibirnya rapat dan mengumpat berkali-kali dalam hati. 'Sial sial sial mampus gue'

"Apa kata Lo tadi? Nggak sudi? Oh oke awas aja ya Lo kalau sampai berani deket-deket sama gue lagi." Setelah berucap demikian, Thea langsung pergi dengan wajah sangarnya.

Raga menatap tak rela kearah punggung tegap Thea yang sudah menghilang dari balik tembok.

Gimana ini?!

Nanti kalau Thea tak mau bicara lagi sama dirinya gimana?

"Mampus," Gumam Vier lalu sedikit terkekeh geli, Seru juga menjahili sahabat kecilnya itu.

Raga tentu mendengar kalimat yang berisi ejekan itu, "Ini semua gara-gara Lo!" Ucapnya berapi-api.

"Kok gue?"

"Emang Lo, Tolol." Seru Raga yang memang sudah benar-benar habis kesabarannya. Bagaimana tidak? Tidak jadi begituan malah sekarang ditambah hubungannya dengan istri kacau balau lagi.

Vier terkekeh dengan suara deep nya, menurutnya sangat lucu melihat wajah Raga yang memerah karena kesal dan marah sekaligus.

"Berhenti ketawa Lo!!"

Spontan Vier mengatup bibirnya. "Siap laksanakan, Pangeran."

Melihat Vier yang sudah terdiam. Raga kembali mendumel untuk meluapkan amarahnya, "Lagian ya Lo ngapain coba kesini? Mana masuk rumah orang tanpa permisi lagi."

Vier hanya terdiam mendengarkan dengan mata yang fokus melihat kearah Raga yang masih mendumel sendiri.

"Tenang! Oke calm down." Vier kini angkat suara. "Lo gak pengen duduk? Sumpek gue liatnya." Mendengar hal itu, Raga pun mendudukkan dirinya dengan kasar.

"Lo ngapain kesini? Pasti ada maunya!!" Ulang Raga.

"Gabut,"

Tak yakin dengan jawaban Vier yang absurd itu, Raga mencoba memutar otak, mengingat-ingat hal yang memungkinkan Vier untuk datang kesini malam-malam.

Saat sadar akan sesuatu, Raga pun terkekeh penuh kemenangan, "Gue tau. Pasti Lo lagi nyelametin diri biar nggak dituduh Fay nyekaratin orang, kan?"

"Oh ya gue lupa, besok pasti berita tentang cowok itu yang sekarat akan menyebar."

Tepat sasaran!

Vier hanya diam tak membalas. Mau mengelak juga tak bisa karna itu kenyataannya.

"Tobat! anak orang sekarat, gara-gara lo."

Raga menggelengkan kepalanya saat mengingat kejadian kemarin malam. Saat sedang mengendarai motor sendirian di gelapnya malam, Raga tak sengaja menangkap sosok dua orang laki-laki Yang sedang berkelahi ditempat sepi.

Entah dorongan dari mana, Raga menepikan motornya. Matanya menyipit saat mendapati orang yang terasa familiar dimatanya. Vier, yeah orang itu adalah Vier. Lalu dengan siapa cowok itu berkelahi? Kenapa bisa berkelahi? Asumsi-asumsi lain muncul dalam otaknya karena yang Raga tahu Vier itu tidak suka mengotori tanganya hanya untuk berkelahi dan juga cowok itu sepertinya tidak pernah terlibat masalah dengan siapapun. Lalu apa ini?

Brukk....

Dengan spontan Raga berlari menghampiri dua cowok itu, lalu menghentikan aksi Vier yang kelewatan batas itu karena lawanya sudah hampir mati karena dia.

"Cukup! Dia bisa mati bego." Ucap Raga menatap pas pada bola mata kelam milik Vier.

"Apa peduli gue?"

Setelah mengatakan itu, Vier langsung pergi meninggalkan Raga dengan kilatan mata memburu. Sepeninggalan Vier, Raga menoleh, melihat kearah lawan kelahi Vier tadi. Emm ia merasa pernah melihat wajah ini. Tapi dimana?

"Bodo! Mau Lo mati sekalian gue nggak peduli. Bye, bastard."

Brengsek, bajingan.

yaps kalimat yang sangat cocok untuk penghargaan dua orang yang katanya pernah bersahabat itu. Siapa lagi kalau bukan Vier dan Raga.

Sebenernya Raga menghentikan perkelahian tadi karena ia tak mau jika Vier terlibat lebih jauh oleh yang bertugas (polisi) dengan tuduhan pembunuhan. Walaupun ia yakin Vier tak akan bisa disenggol oleh hukum, tapi untuk menjaga-jaga saja bukan?

Bahkan sebelum berlalu pergi, Raga sempat menendang ringan lelaki itu, "Gara-gara Lo temen gue jadi ngotorin tanganya."

Setelah mengatakan demikian Raga berlalu pergi, tanpa belas kasih, meninggalkan seorang laki-laki yang tak sadarkan diri disana.

Selama diperjalanan fikiran Raga masih melayang-layang atas kejadian barusan. Siapa cowok yang menjadi lawan raga itu?

Setelah memutar otak dengan keras, akhirnya Raga menemukan jawabannya. Ia kemudian terkekeh geli, "Anjir jadi dia segitu cemburunya sama cowok yang katanya gebetan Fay itu."

PRECARIOUS [Womankind]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang