Bab 78 Melacak Aira

49 4 0
                                    

"Kalau bisa, kau harus bisa menemukan Aira di mana, kalau aku tak bisa membesarkan bayi itu, aku ingin kau yang membesarkannya kelak," ucap Mario sambil terbatuk-batuk. Arbie terpaku pada layar ponselnya, dia hanya bisa menemui abangnya itu melalui sambungan telepon. Betapa resah hatinya saat ini, ingin membun*h abangnya, tetapi dia melihat abangnya mati perlahan karena virus yang sedang tenar.

Dia tak tahu harus melakukan apa, pasalnya dia tak bisa menemukan Aira di mana pun Segala daya dan upaya sudah dia kerahkan, tetapi mencari Aira kali ini, sama susahnya seperti mencari Aika.

Aira dan Ryu tak pernah mendatangi rumah sakit ayahnya. Tak ada orang yang bisa dikontak untuk mencari informasi. Ponsel Aira dan Ryu masih ada di kamar mereka, utuh tak bergeser sedikit pun dari tempatnya.

"Apa kau tak tahu di mana Mario dirawat, Ed?" tanya Arbie dengan wajah serius pada ajudan abangnya itu. Edward hanya meliriknya melalui kaca spion, dia tak berani membocorkan rahasia besar Mario.

"Kau benar-benar tak tahu, Ed?" tanya Arbie lagi. Dia sedikit frustrasi, perasaannya mendadak campur aduk.

Ed menoleh ke arah Arbie yang masih memandangi jalanan. Mereka akan menuju kediaman Mario, di sana tim humas berada. Tim itu dibentuk untuk menghilangkan semua berita miring yang menyangkut perusahaan milik Mario atau pun Surya, ayah Arbie.

Tim humas ini pula yang menghilangkan skandal kaburnya Aira dari pernikahannya, dan juga semua hal yang berhubungan dengan Aira. Arbie tak mau ada orang yang tersakiti dengan pemberitaan yang beredar. Sama seperti Aika, dia hanya tak mau ada orang yang sakit jantung karena pemberitaan miring itu.

Dia memasuki rumah Mario dengan cepat. Pandangannya lurus ke depan, dia menuju ruang kerja Mario. Di sana ada Aluna yang sedang sibuk dengan ponselnya. Aluna melirik sekilas, dia langsung menyerahkan tablet yang ada di tangannya. Wajahnya masih sama, datar tanpa riak.

"Lun, apa kau sudah menemukan orang yang pertama kali mengunggah foto itu?"

"Kami sudah mendapatkan alamat IP-nya. Kau yakin ingin tahu ini?"

"Sudah katakan saja, jangan ribet!"

"Kalem, Bie, kalem!" Edward mencoba menenangkan Arbie. Tangannya yang berusaha menyentuh pundak Arbie ditepis cepat. Edward memilih mundur, dia tentu tak mau tinju Arbie tiba-tiba mendarat di wajahnya.

"Baiklah, kalau kau memaksa, Tuan Muda." Aluna menunjukkan sebuah foto. Arbie terduduk lemas di sofa ruangan besar itu. Dia menghempaskan tablet itu ke lantai. Tangan Edward kalah cepat, tablet PC besutan perusahaan Korsel itu hancur berkeping-keping.

Aluna terpaku menatap benda kesayangannya itu hancur tak berbentuk. Dia melirik tajam ke arah Arbie yang masih mengepalkan tangannya. Buku jarinya sudah memutih, tak ada yang bisa menghentikannya jika sudah terpancing emosinya begitu. Dia bisa saja membunuh singa dengan tangan kosong.

Edward memunguti tablet itu dengan tangannya.

"Apa kau punya back up data dari lokasi yang tadi?" tanya Edward hati-hati. Aluna bergeming, dia meninggalkan ruangan. Bahkan, tanpa menyentuh tablet yang sudah tak berbentuk itu.

...

Ryu membalut tangan Aira yang lecet karena meninju wajah Hana. Dia memasangkan plester dengan penuh senyuman. Dia masih belum percaya, tangan mungil Aira bisa meninju wajah wanita seperti Hana. Dia memegang kedua tangan cantik itu dengan dua tangannya. Wajahnya menatap wajah Aira serius.

"Istri Mas hebat banget hari ini, Mas seneng banget."

"Emang itu muka nggak bisa berhenti senyum apa? Dari tadi senyum mulu bikin resah aja."

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now