Part 70 Dek Utun

29 3 0
                                    

Aira membuka matanya, dia menyipitkan mata, cahaya matahari mulai memasuki kamarnya. Tirai putih berayun diembus angin pagi. Aira merasa kedinginan, dia menarik selimutnya menutupi dadanya, tak ada kain yang menutupi pundaknya yang mulus. Betapa terkejutnya dia mendapati pakaiannya berserakan di lantai dan suaminya tak ada di sampingnya. Aira mengingat lagi apa yang sudah terjadi semalam.

"Aku tadi malam bersama Ryu 'kan?" gumamnya. "Bukan ama genderuwo 'kan?" Aira mulai bertanya-tanya. Dia memakai pakaiannya, lalu lari ke kamar mandi bergegas menyucikan tubuhnya. Sesekali dia tertawa kecil mengingat romansanya semalam.

"Gemes banget Ryu, papa kamu bisa seromantis ini sekarang, Dek Utun," ucapnya sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.

"Apa aku benar dalam mengisi data kemarin ya? Masa, sih? Sudah hampir 20w? Cepat sekali waktu berlalu."

"Janin ibu berkembang dengan sangat baik dan sesuai dengan usianya, diminum ya vitaminnya." Suara dokter cantik itu kembali terngiang di telinganya.

"Tapi, alatnya jadul juga ya? Di zaman secanggih ini, hm... apa aku besok cari dokter lain aja kali ya?"

"Heh Aira! Kau juga mahasiswa kedokteran! Kenapa sekarang kau jadi bloon!" ucapnya pada dirinya sendiri di depan cermin.

Aira merapikan dirinya dan bergegas salat subuh. Walau terlambat, lebih baik dari pada tidak salat sama sekali, begitu pikirnya. Aira membuka pintu kamarnya, suasana rumah tak jauh berbeda dari hari biasa. Seorang suster suruhan Ryu datang mengecek ibunya, dan seorang pembantu rumah tangga dari rumah Mario datang untuk membantu pekerjaan rumah.

Aira membuka tudung saji, sudah ada banyak makanan yang tersaji di sana. Aira menelan air liurnya kasar, dia sedikit menyesal karena ucapanya tadi malam.

'Singkirkan tanganmu dariku! Aku tidak sudi makan makanan buatan pembantumu! Aku akan pastikan janin ini tidak selamat agar kau tak mengusik hidupku lagi!'

Kini, rasa lapar membuatnya tersiksa. Air liur mulai menggenangi mulutnya. Perutnya juga mulai berbunyi. Aira mengelus perutnya, dia menuangkan air putih di gelas, mengusir sedikit dahaga dan rasa lapar yang mengusiknya.

"Udah bangun Tuan Putri? Laper ya? Hm, bagus banget jam segini baru banguuun!" Suara ocehan Aika mengagetkannya. Dia hanya melirik sekilas sambil menenggak air minumnya sampai tandas.

"Hu-um. Apa ada makanan ringan buatku?"

"Itu udah aku masakin masih mau ngemil aja, makan yang ada!"

"Beneran masakan Dedek?" Aira semringah, dia semangat mengambil piring dan sendok.

Aika berkacak pinggang melihat kelakuan saudara kembarnya, dia pun memilih meninggalkannya sendirian di meja makan. Sesorang mengetuk pintu rumah dengan penuh semangat. Aika meraih masker yang ada di atas drawyer di sisi ruangan.

"Ya?"

"Kak ada paket untuk Nona Aira." Kurir berbaju merah itu membaca nama yang ada di kertas.

"Oh, ya, itu saya," akunya datar. Dia menerima paket itu, dengan tenang, dia meraih spayer antibacteri dan menyemprotkannya ke paket itu.

"Kok disemprot, Kak?"

"Biar aman!"

Aika membawa paket super besar itu ke dapur. Kardus besar tanpa logo itu dia buka dengan penuh semangat. Aika menemukan sebuah amplop berisi surat.

"Manis sekali Abang Mario ini," desisnya.

"Paket dari siapa, Dek?"

"Ini ada paket dari Mario, katanya sebagai ucapan rasa bersalah yang tak hingga. Dia memohon ampunanmu," katanya sambil mengibaskan surat dari Mario di depan wajah Aira.

Aira hanya ber-Oh, tanpa reaksi. Dia semangat sekali memasukkan semua makanan ke mulutnya. Perasaan bahagia tiba-tiba hinggap di hatinya. Bayangan kemesraan semalam membuatnya mabuk kepayang.

Aika yang melihat reaksi Aira yang sedikit gila hanya bisa mendengkus kesal.

"Kalian berdua sama aja ternyata," gumamnya lirih.

Aira menghentikan kunyahannya, dia menatap Aika lurus. "Sama apanya?"

"Sama-sama, kek orang kelaperan! Suamimu tadi subuh, tiba-tiba muncul dari kamarmu dan langsung makan. Dia seperti orang yang akan berpuasa seharian. Semua hidangan yang aku buat sebelum subuh habis dilahapnya. Dia bahkan membawa sedikit bekal untuk dimakan nanti malam katanya."

"Jadi, Ryu beneran pulang?"

"Lah?" Aika menepuk jidatnya.

"Aku pikir, tadi malam itu cuma mimpi, he-he-he."

"Kau makin hari makin lemot, Ra. Sepertinya, kau harus berhenti memujanya berlebihan!"

Aira tersenyum saja, dia melanjutkan makannya. Tak ada keanggunan di sana, dia memakan dengan sangat lahap tanpa memedulikan Aika yang sedang memandanginya.

"Enak banget, Dek. Makasih ya!"
....

Ryu berdiri di depan ruang sterilisasi, sudah saatnya dia masuk untuk bergantian berjaga dengan rekan sejawatnya. Tiba-tiba, seseorang menariknya kuat, Ryu terhuyung hampir terjatuh.

"Hei, anak nakal! Dari mana saja kau tadi malam hah?"

Ryu menoleh, di belakangnya ada ayahnya dengan memakai APD seadanya.

"Maaf, Dok, tadi malam ada keperluan mendesak!"

"Sekarang test rapid dulu sebelum masuk, kita gak tahu orang yang kau temui tadi malam sehat atau tidak! Pergi dari sini!"

Ryu tersenyum kecil, dia segera berlari ke pos yang ditunjuk ayahnya. Ren hanya tersenyum miring di balik maskernya. Persediaan APD semakin menipis, dia tak mau ambil pusing setelah istrinya sibuk memarahinya karena membiarkan Ryu terjun langsung ke lapangan seperti ini.

"Mas ini gimana, anak semata wayangku, kok mau dikorbankan gitu! Aku gak redo! Pokoknya, tarik Ryu dari sana! Kalau nggak, aku mau balik ke Surabaya aja!"

Hatinya ketar-ketir mendengar permintaan wanita yang sudah tiga puluh tahun menemaninya itu. Demi istrinya jugalah, dia mau menerima Aira sebagai mantunya. Walau sampai detik ini, dia belum mengadakan pesta untuk anaknya itu. Pernikahan siri Aika dan Ryu di Kyoto disaksikan orang tua Ryu dan orang tua Aira melalui sambungan telekonferensi.

"Mas, apa kau mau dia terus-terusan berurusan dengan media? Bungkam saja mereka dengan berita pernikahan itu. Aku senang punya mantu ayu seperti itu. Dia pasti manut ama anak kita. Lagi pula, walau bukan anak konglomerat, dia cukup berpendidikan. Mas ini, sudahlah, kita sah kan saja mereka, urusan sama kakek biar aku yang rayu."

Ren tak bisa berkata-kata lagi, dia juga tak tega saat mendengar suara riang Ryu saat akhirnya dia dibolehkan menikah dengan Aira. Namun, ada satu hal yang Ryu tidak ketahui, sebuah perjanjian rahasia yang ayahnya buat bersama ibunya.

"Jika terbukti, anak dalam kandungan Aira bukan darah daging Ryu, maka dia harus kembali mematuhi ibunya untuk membatalkan pernikahan itu dan menikahi pewaris tunggal Kodai tech— Hana-chan— agar rumah sakit mereka bisa terus beroperasi.

"Dok, ini hasilnya," kata Ryu sambil memberikan hasil test pada ayahnya.

Mata tua Ren menatap benda kecil itu dengan seksama. Ryu mendekatkan kepalanya ke ayahnya.

"Pa, boleh Ryu ke KUA untuk mengurus surat nikah Ryu dan Aira?"

Ren terperanjat, dia menatap wajah anaknya nyalang.

"Bagaimana pun juga, kami butuh kejelasan status, Pa. Bukan digantung seperti ini. Aku ingin dipandang sebagai menantu di keluarga Aira. Bukan orang asing yang hanya numpang lewat di hadapan mereka."

"Kau mau mengurus itu?" Suara Ren bergetar.

"Iya, Pa. Tak mengapa tak ada pesta pernikahan wah, Aira bilang itu tak terlalu penting buat kami sekarang."

"Kau tahu anakku, tak mudah menjadi ayah dari bayi yang bukan milikmu."

Ryu menelan ludahnya kasar, dia tak ingin membantah perkataan ayahnya itu. Ren meninggalkan putranya, dia berjalan melewati anaknya dan berhenti sebentar di depan ruang tunggu

"Nak, kau boleh mengurusnya. Namun, kau harus menceraikannya, jika bayi itu bukan anakmu."

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now