Bab 50 Resah

32 7 2
                                    

Aira berjalan ke kamar ayahnya, dia harus segera mendatangi keduanya. Sudah malam, mungkin saja ayahnya membutuhkannya saat ini. Seharian ini, dia tak ada di sampingnya. Ada rasa resah di hati Aira akan keadaan ayah ibunya.

Jemari Aira mengambil ponsel lipat di dalam saku bajunya. Dia ingin menghubungi adik kembarnya. Agaknya terlalu kelewatan jika Aika tak ada di rumah sakit sampai malam menjelang. Walau dia tahu Aika tak lagi memandangnya sebagai manusia, setidaknya dia masih memandang ayah ibu mereka. Bagi Aira tak masalah jika adiknya itu membencinya sampai mati.

"Aika, kamu di mana, Dee?" Nada suara Aira lemah sekali.

"Apa, Ra? Apa terjadi sesuatu pada abaty?"

"Abah...."

Aira membuka pintu kamar ayahnya, dia melihat keduanya tengah tidur di atas tempat tidurnya. Ada Ari yang duduk di dalam kamar sambil mengerjakan prnya. Ari menoleh, dia bergeming, lalu kembali tekun dengan buku dan kertas di depannya.

"Mereka berdua baik, umi masih tidur."

"Baru tidur, tadi udah Ari suapin. Suruh Kak Aika pulang, Kak. Aku gak bisa ngerjain ini."Ari menunjukkan kertas-kertas di depannya.

Aira mengelus kepala adiknya yang plontos itu. "Sama kakak ajananti ya?"

"Okelah. Ari tunggu."

Aira kembali ke ponselnya. "Dee, kamu di mana?"

"Hm, bentar ya, Kak. Kak Arbie ngajakin mampir ke cafe, dia bilang dia kelaparan seharian nemenin aku tadi."

"Oh, OK. Jangan lama-lama."

"Iya, ini kami bakalan otw ke sana. Kami gantian jaga malam ini."

"Memang Kakak nggak capek apa? Abis pertandingan langsung ke sini buat jaga umi?" tanya Ari penuh perhatian.

"Kau nggak nanyakin aku, Dek?" tanya Aira pada adik laki-laki satu-satunya itu.

"Kakak ada di depan mataku dan sehat-sehat aja. Kenapa aku harus khawatirin?"

"Semua laki-laki sama aja. Dasar!"

Aira memutuskan sambungan telepon, dia tak jadi mengkhawatirkan adiknya itu. Dia mendengar suara Arbie yang begitu merdu dan lembut sekali di sana. Senyum manis laki-laki yang pernah mengisi hidupnya itu tergambar jelas dalam pikiran Aira.

'Aku sudah punya Ryu, 'kan?' resah hatinya berdengung di kepala. Dia tak tahu apakah benar, Ryu hanya mencintainya. Apakah sudah benar-benar tak ada perasaan dengan Amelia? Selama di Kyoto, Aira sering memergoki Ryu menelepon Amel sembunyi-sembunyi. Sesekali dia tersenyum bahkan tertawa lepas.

'Bagaimana jika Mario mendekat lagi?' pikiran Aira penuh dengan semua prasangka dan praduga. Dia merebahkan pundaknya pada sofa. Sesekali dia menarik nafasnya, resah.

"Kak, tolong jangan bikin aku makin stres. Kakak ada masalah apa bilang aja!"

Aira melihat ke dalam mata adiknya. "Apa kakakmu ini, hina karena sudah pergi dari pernikahan itu? Apa kakak sudah bikin malu keluarga kita?"

Aira kembali menela napasnya panjang. Dia mengalihkan pandangan matanya ke arah kedua orang tuanya. Ari berdiri, dia mengambil sebotol air mineral yang ada di dalam kulkas mini di pojok ruangan.

Dia membukakan tutup botol itu lalu memberikannya pada kakaknya.

"Kamu manis banget. Belajar dari mana bisa semanis ini?"

"Dari Kak Arbie-lah dari siapa lagi? Pria paling manis dan sopan pada orang tua, kata abah gitu. 'Seneng ya, Dek, liat Aika ama Arbie.' Semua keluarga dari sampek kakek nenek juga semuanya seneng banget ama Kak Arbie."

Proposal Cinta (Revisi)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora