Bab 2: Awan Mendung

281 48 2
                                    

Aira termenung di bawah pohon rindang di taman rumah sakit. Di tangannya ada paper cup berisi kopi yang hampir dingin. Tatapannya kosong, mengawang jauh menembus awan cantik yang bertengger di atas taman rumah sakit. 

Taman itu berisi beberapa orang yang tengah duduk-duduk sambil mandi matahari. Seorang pemuda berwajah pucat duduk di atas kursi roda tersenyum kecil menatap langit, di belakangnya, ada seorang perawat yang memegangi kursi rodanya. Sesekali dia menunduk dan kembali menegakkan badannya lalu tertawa kecil mendengar ucapan sang pemuda. 

Anak-anak kecil berseragam pasien juga ikut bermain di taman, mereka mendorong penyangga infusnya masing-masing. Gelembung sabun yang ditiupkan dengan mesin kecil membuat anak-anak kecil itu bersemangat. Senyum mengembang di wajah mereka semua. x

Ryu melihat Aira duduk termenung sendirian, dia merebut gelas di tangan Aira. Hal itu menyadarkan Aira dari lamunannya. Ryu menukar gelas itu dengan miliknya dan duduk di sebelah wanita cantik itu.

"Kau tak ada pekerjaan, kah?" tanya Aira sinis.

"Hm, ada banyak," jawabnya singkat sambil menyeruput minuman di tangannya. 

"Lantas, kenapa di sini mengusikku?"

Ryu tak menjawab, dia hanya tersenyum kecil. Tatapannya beralih ke langit indah, yang berisi gumpalan awan strato yang lembut, seperti permen kapas. Mereka berdua diam lagi menikmati lamunannya masing-masing.

.
Bayang wajah Mario masih terngiang di benak Aira, dia merasa ngeri tiap kali mengingat seringainya. Aira melihat ke arah Ryu, dia sibuk mengamati seorang anak laki-laki yang tengah bermain sendirian di taman. Wajah pucat anak kecil itu menarik perhatiannya.

"Siapa itu?"

"Pasienku, dia baru saja diizinkan bermain ke luar kamarnya hari ini. Liat betapa senangnya dia bermain."

"Kita juga akan senang jika dibiarkan melakukan apa yang kita inginkan 'kan?"

Ryu melihat sekilas, Aira beranjak dari duduknya dan berjalan menjauh. Dia bingung, apa sebenarnya yang mengusik pikiran Aira. Wajahnya selalu ditekuk sejak beberapa hari terakhir, padahal pernikahannya hanya tinggal menghitung hari. Ryu berdiri dan mengikuti koleganya itu.

Langkahnya pelan sekali, seperti tak memiliki semangat hidup. Ryu tak ingin mengusiknya, dia hanya memperhatikan Aira dari belakang.

"Wooy, Ryu-sama. Kakakmu mencarimu, pergilah!"

"Siapa, Vin? Belakangan ini, banyak yang mengaku sebagai kakakku."

Kevin mengendikan bahunya, dia langsung menghampiri Aira. "Hei manis, kenapa mendung saja wajahmu? Apa matahari tak akan bersinar siang ini?" godanya.

Aira tersenyum tipis, "Mataharinya mungkin lupa presensi pagi ini," jawabnya.

Kevin tergelak, tak kuasa menahan geli. "Kau ini masih saja suka bercanda. Gimana kalau malam ini aku mentraktirmu, Aira? Bukannya sebentar lagi kau akan jadi istri seseorang, kita bakalan susah makan bareng."

"Aku sedang diet, Vin. Maaf."

"Apa boba juga masuk dalam menu dietmu?" selidik Kevin lagi.

Aira melirik gelas plastik di tangannya, dia tertawa kecil. "Ah, Ryu!! Sudah kubilang aku harus menghindari minuman ini! nanti kalau kebayaku nggak muat gimana?" protesnya.

"Kulihat kau seperti orang kurang gula dan kurang kerjaan ngelamun sendirian di bawah pohon. Itu kenapa aku memberimu gula biar bertenaga untuk melanjutkan hidup."

Ryu menarik Kevin menjauhi Aira, mereka kembali ke ruangannya masing-masing. Menghadapi para pasien yang sudah menanti.

Ponsel Aira bergetar pelan, dia membuka notifikasi. Ada nama sang kekasih di sana.

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now