Bab 43 Menanti Restu Abah

36 5 0
                                    

Suasana mencekam berputar di atas kepala Ryu. Istrinya menggenggam erat jemari Ryu. Tangan wanita cantik itu dingin. Kecemasan jelas sekali kentara di wajahnya yang ayu. Dua lelaki paruh baya itu sedang berhadapan. Mereka seperti ingin saling menerkam.

Ryu menghela napasnya berat. Ada takut yang menyusup ke dalam hatinya. Aira semakin panik melihat wajah tegang suaminya. "Ryu, aku...," bisik Aira pelan.

"Maafkan kebodohan anakku karena melarikan anakmu. Kudengar laporan yang kau buat belum dicabut?" Suara Ren memecah keheningan. Ahmad mengusap jenggotnya.

"Aku memang belum menghapus laporan. Aku baru saja bertemu anakmu hari ini. Dia cukup berani mendatangi keluargaku. Aku juga terkesan, dan berterimakasih sudah membantu istriku."

"Kalau kau berterimakasih, tolong segera hapus laporan itu, karena itu sangat mengganggu kami."

"Aku tak mengerti kenapa anak muda ini, suka sekali membuat rusuh di mana pun. Apa memang sudah didikan dalam keluarga seperti itu?" tanya Ahmad sambil melirik Ryu dengan ekor matanya.

"Tentu saja tidak, dia sedang hilang arah karena wanita. Hebat sekali anakmu bisa membuat anak laki-lakiku yang begitu patuh mendadak membangkang seperti sekarang. Apa kalian sudah tidur bersama? Kudengar wanitamu itu hamil, Ryu."

Mata Ahmad terbelalak mendengar penuturan Ren. Dia menatap tajam ke arah Aira. Aira segera bersimpuh di hadapan ayahnya, begitu juga Ryu.

"Abah, maafkan Aira. Abah, maafkan kami."

"Innalilahi wa innailaihi rajiuun!" Suara Ahmad bergetar. Dia tak percaya anaknya melakukan hal paling terlarang itu. "Kau hamil dengan dia?"

Ahmad mendengus kasar.

"Baaah, maafkan Aira," rengek Aira.

"Bah, maafkan kami," kata Ryu memelas.

Laki-laki tinggi itu berdiri, tiba-tiba saja dia terhuyung dan hampir saja terjatuh. Ryu menahan badannya. Ahmad pingsan mendengar berita kehamilan Aira. Dia sudah menjaga anaknya dengan penjagaan terbaik, masih kecolongan juga. Ahmad tak bisa menahan rasa sakit di kepalanya.

Ryu berteriak memanggil bantuan, Ren ikut memeriksa kondisi Ahmad. Tak berapa lama, Ahmad membuka mata, kesadarannya kembali sepenuhnya. Ryu membantu ayah mertuanya itu berdiri. Dia menuntunnya kursi roda.

Aira tak bisa menahan air matanya, dia menyaksikan kedua orang tuanya terluka karena dirinya. Dia mengikuti langkah cepat Ryu menuju UGD untuk memberikan pertolongan pertama untuk ayah mertuanya. Dia tak berkata apa-apa, matanya hanya fokus untuk menyegerakan pengobatan.

"Selamat, Nona Aira, kau telah berhasil membuat mereka berdua tumbang, apa kau puas sekarang?" Aira terkejut dengan suara itu, dia melihat Aika sudah ada di belakangnya.

"Dee, maafkan kakak," rengek Aira.

"Apa ini yang menjadikan kamu lari dari Arbie?" tanya Aika pelan.

Aira menunduk dalam, dia tak mungkin buka suara perihal kebodohan yang sudah dia lakukan. Aika menepuk pundak saudarinya. "Tak apa, berdirilah, semuanya sudah terjadi," bisik Aika lagi.

Gadis berbaju dobok itu berlari kecil menuju UGD untuk melihat ayahnya. Pikirannya juga makin semrawut, semua kegilaan ini tak boleh diendus orang lain. Bisa hancur nama baik yang susah payah dijaga selama ini.

"Abaty," panggil Aika pelan.

Mata Ahmad basah, Aika mengusap air mata ayahnya itu lembut. Ryu terpaku dengan pemandangan itu, ada rasa bersalah yang tiba-tiba menyusup di dalam dadanya.

"Biarkan abah istirahat dulu, Dek."

"Apa dia baik-baik saja?"

"Semuanya normal, abah akan baik-baik saja setelah beristirahat. Kamu juga sebaiknya berganti pakaian dulu. Apa Arbie tidak datang ke sini?"

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now