Bab 6: Ragu

87 30 0
                                    

Mobil Porchee yang dikendarai Ryu melaju kencang membelah jalanan kota Surabaya yang lumayan lengang. Dua orang ajudan yang mengikuti mereka berdua berada di mobil lain yang melaju tepat di belakang mengawal Ryu dan Aira.

Aira sibuk memandang keluar kaca mobil. Pikirannya melayang jauh ke pertemuan keluarga yang harusnya dia hadiri bersama Arbie. Seminggu lagi, dia dan Arbie akan menikah. Bukannya pulang dan ikut makan malam bersama, Aira malah tetap ada di samping Ryu, untuk melancarkan aksinya menggagalkan pertunangannya.

Ryu menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar. Gerbang tinggi berwarna hitam itu terbuka. Mereka memasuki halaman luas yang bisa memuat banyak mobil. Ryu langsung berhenti tepat di depan pintu utama, dia membukakan pintu untuk Aira.

Wajah datarnya membuat Aira ikutan tegang, dia sedikit gemetar saat pintu jati berwarna putih di depannya terbuka. Seorang wanita berpakaian hitam dengan sebuah celemek kecil di pinggangnya membungkuk saat Ryu lewat. Senyuman manis nan tulus tergambar jelas di wajah mereka.

Ryu menepuk punggung tangan Aira, dia mengelusnya pelan. "Tenanglah, mereka hanya pelayan di rumah ini. Bersikap santai dan wajarlah, jangan tegang begitu" bisik Ryu pelan.

"Ryu-sama, tuan besar sudah menanti Anda di meja makan."

Mereka memasuki ruang makan, semua orang yang ada di sana sontak melirik ke arah Ryu dan Aira. Ada yang takjub dengan penampilan Aira, ada juga yang cuek dan dingin. Bahkan, ada juga yang hanya menatap sekilas dan tak peduli pada mereka berdua.

"Kakek, ini Aira."

Pria botak berkacamata tebal itu mengangkat wajahnya. Pandangannya jatuh pada Aira. Dia menunjuk sebuah kursi tanpa berbicara. Ryu menelan salivanya, jantungnya berdetak kencang.

"Ryu, tersenyumlah," bisik Aira.

"Bagaimana aku bisa tersenyum di depan kakekku? Dia bisa saja langsung mencoret aku dari kartu keluarga jika mengecewakan mereka."

Aira dan Ryu menyantap hidangan yang disajikan di hadapan mereka tanpa suara. Semua orang yang ada di ruang besar itu, sesekali menatap sinis ke arah Aira. Tangan Aira bergetar sedikit. Dia menahan tangannya yang hampir saja menjatuhkan pisau steak.

Ryu sudah selesai memotong-motong daging steak well done miliknya, dia meletakkan piring miliknya di depan Aira, mengganti miliknya dengan milik Aira. Semua mata kembali tertuju pada Aira.

Kakek meminta Ryu dan Aira pindah ke ruang depan setelah selesai menyantap kudapan. Aira patut berbangga, walau dia bukan berasal dari keluarga kaya, dia bisa makan dengan table manner yang baik. Arbie yang mengajarinya, dahulu.

"Apa dia wanita yang kau yakini bisa memutus pejodohanmu dengan Hana?" tanya sang kakek pelan. Lelaki tua itu melirik pada gadis manis yang duduk tepat di sebelah Ryu.

Ryu tak menghiraukannya, pandangannya kini beralih pada mata bening milik Aira.

"Aku serius menjadikannya istriku, Kek."

"Setelah kau ingin membawa lari anak gadis orang yang bahkan sudah tinggal lama denganmu? Sekarang, kau bawa gadis lain yang tak jelas asal-usulnya. Apa kau sudah gila?"

Aira tertunduk lesu, tangan Ryu mulai terasa dingin. Dia takut, kalau-kalau, Kakeknya menampar wajahnya lagi. Ryu menghela napasnya pelan, dia meremas tangan Aira. Kepalanya diangkat, lurus menatap wajah kakeknya.

Belum sempat Ryu berbicara, sang kakek sudah berdiri di depannya dan menampar wajahnya lagi.

"Aku tahu, semua yang kulakukan untuk Kakek, tak ada gunanya sama sekali. Tapi, aku harap, Kakek tak memaksakan kehendak Kakek kali ini. Izinkan kami menikah! Bagaimana aku bisa meneruskan perjuangan Kakek dan Papa, jika batinku tak tenang dan terkekang?" ucap Ryu sambil memegangi wajahnya yang panas.

Aira menitikkan air matanya. Dia teringat Arbie, yang sudah berjuang untuk mendapatkan dirinya. Batinnya menjadi ragu, apakah harus mengikuti sandiwara ini lebih lanjut, atau kembali?

"Apa kau yakin mau masuk ke rumah ini?" tanya Ryu pelan sebelum mereka memasuki rumah kakeknya.

"Aku ragu. Tapi, kembali juga bukan cara terbaik buatku saat ini."

"Kakek, aku memang tak akan pernah bisa memenuhi standar kelayakan untuk memasuki keluarga ini. Aku juga berasal dari keluarga biasa yang penuh kasih sayang. Hatiku, tak pernah bisa mengabaikan laki-laki hebat ini. Dia bekerja keras untuk menjadi dokter. Siang malam, dia habiskan untuk belajar dan bekerja. Aku tak pernah melihatnya bermain dengan koleganya. Rehatnya, hanya ketika kami duduk berdua, memandang pasien kami yang bisa beraktivitas kembali. Aku ingin selalu bersamanya, mendukung semua hal yang dia lakukan. Hubungan kami memang tersembunyi. Dia dan Amel hanya sahabat karib yang terbiasa bersama. Di hatinya, hanya ada aku, yang selalu berlari ke arahnya tanpa melihat ke belakang."

Mata Aira berkaca. Batinnya tersiksa mengatakan kebohongan itu. Dia teringat Arbie, dia ingin berlari pulang. Pulang segera menemui kekasih hatinya itu.

Lelaki paruh baya itu kehilangan kata-kata. Dia meninggalkan Aira dan Ryu berdua di ruang tamu. Ryu mendadak merasa lega, dia menempelkan pundaknya pada sandaran kursi. Pandangan mata Ryu mengarah pada Aira yang tertunduk lesu.

"Kira-kira, Kakek akan berkata apa setelah ini?" bisik Ryu pelan.

"Entahlah," jawab Aira. Dia menatap wajah Ryu yang mulai bengkak. "Wajahmu semakin bengkak."

Mata mereka berpapasan, Ryu diam saja saat Aira mulai mendekat. Jemari lentik itu meraba bekas luka di wajah Ryu. Manik mata Ryu bergerak, Aira mendekatkan wajahnya, dia mengecup bekas tamparan itu pelan. "Menangislah, mengakulah kalau sakit, aku akan mengobatimu."

Ryu memeluk Aira erat, dia menyesap bau tubuh Aira. Pertahanannya hampir saja luruh. Dia menahan kuat-kuat air matanya.

Skandal yang dia buat beberapa waktu yang lewat membuat pihak keluarganya murka. Pasalnya, ulahnya kali ini membuat rumah sakitnya kini berada di ujung tanduk. Saham rumah sakit itu anjlok, dan akibat yang paling nyata di depan mata mereka adalah kebangkrutan. Atau penghentian fasilitas kesehatan. Atau option lainnya, semisal menjualnya ke pihak lain.

Dan. Ryu kini menjadi pesakitan paling paripurna untuk disalahkan. Seorang pemilik saham terbesar di rumah sakit itu, menawarkan pilihan untuk membeli dengan jaminan Ryu mau menikahi putri satu-satunya dari keluarga mereka. Rupanya, selama ini sang putri jatuh hati pada Ryu. Kesempatan ini dipakainya untuk menjadikan Ryu suami sekaligus kacungnya.

Sementara Ryu, tak ingin menjadi budaknya seumur hidupnya. Ada gadis lain yang bersemayam di dalam hatinya. Gadis yang kini sudah berstatus suami orang. Hampir mustahil untuk mewujudkan mimpinya. Namun, paling tidak, dia tidak terjebak dalam cinta yang salah.

Aira masih diam saja saat Ryu mulai mengeratkan pelukannya. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup tak karuan. Dia mencoba tetap diam sampai Ryu akhirnya tenang dan melepaskan pelukannya.

Mata mereka berpapasan. Aira membuang muka, wajahnya sudah sangat merah. Ryu menyeka air matanya.

"Maaf, aku terbawa suasana."

"Hm, minumlah dulu."

Aira menyodorkan segelas air minum. Dia memperbaiki duduknya, mencoba melirik ke kiri dan ke kanan. Menikmati rembulan yang sudah tak terasa menyenangkan untuk dipandang. Pasalnya, ada debar yang entah kenapa membuat hatinya menjadi hangat.

Aira berdiri, Ryu menahan tangannya.

"Diamlah di situ, aku ingin lebih lama bersama kamu. Hatiku menjadi sedikit tenang jika ada di dekat kamu, Ra. Plis, di sini aja."

Wajah Aira semakin merah.

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now