Bab 35: Pulang

33 7 0
                                    




Ponsel Ryu tak berhenti berdering. Kepalanya sedikit sakit karena terbentur lantai kemarin. Dia memaksakan dirinya meraih ponsel yang ada di atas nakas. Ryu melihat kosannya kembali kinclong dan bersih. Pasti Aira yang membersihkannya, pikirnya begitu.

Ada nomor ponsel yang tidak dikenalnya, Ryu sedikit ragu menjawab telepon itu. Tak lama dering ponselnya berhenti. Dia berjalan ke kamar mandi, mencari Aira. Wanitanya itu, tak ada di sana. Ryu buru-buru membuka lemari, mencari koper Aira. Kopernya masih ada di tempatnya.

"Ai, kamu di mana, Ai?" panggilnya lembut. Ryu berjalan ke arah balkon. Matahari pagi masuk melalui celah tirai yang tak tertutup rapat. Dia menemukan istrinya sedang menjemur pakaian di balkon. "Di situ, toh? Aku pikir kamu pulang ke rumah ayahmu, Cantik." Ryu memeluk Aira dari belakang, dia menempelkan kepalanya di punggung Aira.

"Hm?" Aira menoleh, dia melepaskan headset yang menyumpal kupingnya. "Kenapa, Beb? Udah bangun ya, mau sarapan? Eh, iya, mandi, salat dulu sana!"

"Ah, iya, lupa. Aku harus salat. Mandi dulu ya?" Dia tersenyum kecil mengingat kejadian kemarin malam. "Mandi bareng, dong, ajarin caranya," bisiknya manja.

"Idih, malah senyum-senyum gitu." Aira mencoba melepaskan pelukan Ryu.

"Mau lagi, boleh 'kan, Ai?" bisiknya pelan.

"Ng...aku pikir-pikir dulu, deh. Nanti aku WA aja jawabnya."

"Kok, pake WA? Jawab aja langsung, kenapa!" protesnya. Dia berdiri tegak, mencoba melepaskan pelukannya. Namun, baru saja Aira berusaha melepaskan diri, dia pun menahannya dalam dekapannya, dia mendaratkan kecupan sayang di puncak kepala Aira. Hatinya tengah berbunga, ada rasa nyaman yang tiba-tiba saja menyusup dalam dadanya. Ibadah itu membuat hidupnya terasa terlengkapi.

"Masih pagi, udah mandi dulu sana!"

"Nggak mau, ah, mau main ama kamu aja."

"Dasar!" Aira mencoba melepaskan pelukan Ryu. Namun, syulit. Laki-laki itu makin kuat memeluk Aira.

"Aku kan boleh mencari kenyamanan dengan memelukmu," bisiknya lagi.

Ponsel lipat milik Ryu berdering kuat. Suaranya yang cukup kuat mengusik pendengarannya.

"Angkat sana!"

"Males ah!" sahutnya sambil memeluk Aira kuat-kuat.

"Kenapa, gitu, nanti gimana kalau itu telepon dari ibumu? Sudah angkat saja."

Ryu mendekati ponselnya, tangannya masih memegangi tangan Aira yang terpaksa mengikuti langkah suaminya itu. Ada lima panggilan tak terjawab di layar ponselnya. Dia duduk di pinggir tempat tidur dengan malas.

"Siapa, Beb?" Aira ikut melirik ke layar ponsel Ryu.

"Nggak tahu, mungkin cuma telepon iseng," balasnya malas. Dia kembali mengelus puncak kepala Aira.

Ponselnya berdering, kali ini, ada nama Yuu di layarnya. Ryu segera menjawabnya, jika tidak, Saudara laki-lakinya itu bisa marah besar. Dia sedang tak ingin mengusik paginya yang indah dengan omelan Yuu.

"Hm, kenapa, Bro?"

Yuu diam sebentar, Ryu menjauhkan ponselnya dan melihat nama yang ada di layarnya. Dia ingin memastikan, bahwa nama di ponselnya itu tak salah. Sangat jarang sekali Yuu memberi jeda pada ucapannya.

"Ne, aniki, dou?"

"Tumben lu, panggil gue Bro? Gak khawatir kualat apa?"

"Ya, Abangnda yang terhormat, apa yang bisa hamba lakukan untukmu sekarang?"

"Amel baru saja menelepon aku, dia bilang dia tak bisa menghubungimu, apa yang terjadi padamu? Apa kau berulah lagi di sana?"

"Amel?" Ryu melepaskan pelukannya, dia berjalan ke arah balkon. "Memangnya Amel butuh apa? Kenapa dia malah menghubungi kamu?"

Proposal Cinta (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang