Bab 24: Anemonku

37 7 0
                                    

Aira dan Ryu turun ke restoran untuk menyantap sarapan. Semua mata tertuju pada mereka berdua. Ryu mengandeng tangan Aira lembut. Jika biasanya tak ada rasa yang mengalir dari pegangan tangan Ryu, kali ini, ada hangat yang Ryu alirkan dari telapak tangannya.

Aira diam saja, tangannya masih berpegangan, dia mengatur jarak yang lumayan jauh agar tak menempel pada Ryu. Laki-laki tamvan itu sibuk dengan ponsel lipatnya. Dia seperti tengah bertukar pesan dengan seseorang. Semenjak keluar dari kamar, dia masih saja memandangi ponselnya.

"Ay, kamu mau hubungi ibumu?" tanya Ryu lembut.

Aira menoleh, "emangnya boleh?"

"Boleh, ini mumpung Airin lagi jenguk ibumu."

"Umi kenapa?" Suara Aira terdengar sedikit gusar. "Katakan padaku, Ryu, Umi kenapa?"

"Umi gak kenapa-kenapa, katanya kepikiran kamu aja. pengen denger kabar kamu katanya, kita telpon ya?"

Ryu menarik Aira agar mendekat ke arahnya, tangannya kini berpindah ke pinggang Aira. "Deket sini, layarnya kecil."

Sambungan telepon itu akhirnya terhubung, wajah manis Airin terlihat duduk berdua dengan Atiqah, ibu Aira. Wajah wanita itu sedikit pucat, dengan kantung mata yang bengkak. Mereka berdua seperti ada di sebuah kamar di rumah sakit. Mata Aira bergetar, dia membuang muka.

"Tahan tangismu, sayang. Jangan buat hancur hatinya dengan wajahmu yang murung," bisik Ryu lembut.

"Airaaa," panggil Atiqah dengan suara bergetar. "Kamu sehat, Nak?"

Aira mengusap air matanya yang jatuh, di pipi. "Umi, maafkan Aira."

"Kenapa tak bilang, kalau kau punya orang lain yang kau sukai, Nak? Kenapa harus lari? Kita bisa bicakan semuanya baik-baik. Adikmu, kasian adikmu harus menanggung semua sendiri."

Air a terperanjat, "Aika kenapa, Mi?"

"Sudah dua hari dia tak pulang ke rumah, umi kepikiran. Kepikiran kamu, kepikiran dia. Kapan pulang, Nak?"

"Kak Arbie laki-laki yang baik, dia pasti bisa menjaga Aika dengan baik, Mi."

"Aira gak mau kenalin ama umi, calonnya?"

"Saya Ryu, Bu."

"Padahal, kau terlihat seperti anak berpendidikan, tapi kenapa tak punya pikiran seperti itu? Kenapa melarikan pengantin wanita? Kau tahu, tak baik melakukan itu! Kau harus tahu, Nak. Dia masih milik keluarganya. Ya Allah." Atiqah menangis parau.

"Ryu, nanti lagi aku hubungi. Tenanglah," kata Airin sebelum memutus sambungan telepon itu.

Aira lemas, dia berjongkok di depan lift. Kakinya rasanya tak kuat jika harus turun ke restoran. Ryu terdiam sambil memegang ponselnya. Ryu mendengkus lemah, dia mengulurkan tangannya kepada Aira.

"Sebelum kita melakukan ini, kita tahu ini akan terjadi, ayo semangatlah. Maafkan aku, harusnya kita makan dulu sebelum menelepon ibumu."

Aira begitu lemah, dia tak kuat berdiri. Ryu membantu Aira bangkit dan membawanya kembali ke kamar. Langkah Aira semakin berat dan terseok. Ryu membopongnya kembali ke kamar. Aira memeluk Ryu erat-erat. Dia hampir menangis.

"Takapa, tenanglah."

Ryu berdiri di depan pintu. Aira turun dari gendongan, dia menempel pada dinding.

"Yuk rebahan lagi, nanti aku minta room servis buat antar makanan."

Aira mengangguk lemah. Dia masuk ke kamar dan langsung melompat ke atas tempat tidur, menumpahkan semua kesal dan sesak di dalam hatinya. Ryu tak tahu harus melakukan apa. Dia menepuk pundak Aira lembut. "Sabar ya, aku sudah tanya Yuu, mungkin baru besok bisa balik ke Indonesia. Maafkan aku, ya, harusnya, kita tak melakukan ini."

Proposal Cinta (Revisi)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن