Bab 67 Menantu idaman

36 5 0
                                    

Suasana rumah sakit sedang penuh dengan orang-orang yang memakai masker. Hampir mustahil menemukan tempat duduk untuk sekedar mengistirahatkan kaki yang sudah kaku karena lelah berdiri.

Aika memapah suaminya duduk di salah satu kursi, dia meninggalkan Arbie di sana dan mengambilkan resep obat. Tak ada cedera serius pada kepala Arbie. Semua baik-baik saja, termasuk bekas jahitan yang ada di kepala Arbie. Aika sudah ketakutan setengah mati saat melihat Arbie merintih mengaku sakit kepala.

Dia selalu berada di dekat Arbie, mengurus semua keperluan suaminya selama pemeriksaan di rumah sakit. Arbie menolak memakai penyanggah leher dan menginap di rumah sakit. Dia ingin pulang saja. Baru saja aku pulang ke rumah abah, masa aku sudah balik ke Rs lagi. MMBung ah!"

"Tapi, ini gak bisa didiemin sakitnya. Plis-lah," kata Aika dengan wajah datar. Wajah Aika sudah sangat lelah dan kesal dengan rengekan Arbie. Dia membuang muka, menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. Arbie menyadarinya, dia tahu istrinya itu pasti kesal dengan rengekannya.

Arbie meraih jemari Aika, wanita cantik itu terdiam sejenak . Dia mencium jemari istrinya lembut. Aika menoleh, dia menatap wajah Arbie lurus. Lelaki itu menarik senyumnya yang terlihat begitu kaku. Dia menyenderkan kepalanya di bahu Aika, kembali bermanja dengannya.

"Jangan, pergi dariku, tolong tetap di sampingku," bisik Arbie pelan.

"Iya, ini lagi nunggu driver," balas Aika, dia mengelus punggung tangan suaminya.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Aku tak apa, sudah biasa dihantam realita," kata Aika datar. "Tak akan surut ataupun malah terluka. Toh sudah biasa, Aira pasti malu dan lari dari masalah yang dia buat." Aika menarik senyumnya.

"Apa benar, Aira memiliki banyak pacar?"

Aika diam lagi, dia melihat ke dalam mata suaminya. Dia tak tega, Aika mengelus pipi Arbie, membenarkan masker yang ada di dagunya. Dia tak menjawab pertanyaan itu dan memilih berdiri meninggalkan suaminya, ponselnya terus bergetar, ada telepon dari taksi online yang dia pesan.

Mereka pulang ke rumah ayah Aika. Tak ada suara yang keluar dari bibir Aika, dia hanya diam dan memapah Arbie sampai ke dalam kamar. Dia menyediakan air dingin dan obat di atas meja lalu meninggalkan suaminya tidur sendirian. Dia langsung turun ke kamar ayahnya untuk mengecek ibunya.

Wanita paruh baya itu tengah merebahkan dirinya di peraduannya. Ahmad menoleh ke arah Aika saat anak perempuannya itu masuk.

"Rara mana?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Ke tempat suaminya, kayaknya kangen berat," jawab Aika pelan. "Umiii, ini Aika pulang, ada martabak kesukaan Umi ini, mau ya?"

Atiqah hanya menatapnya dengan wajah datar. Dia tak berselera makan setelah mengatakan perkataan kejam pada anak gadisnya. Aika langsung mengambil tensimeter yang ada di dalam laci nakas. 

"Aika cek tensinya ya?" ucapnya lembut. Sesaat wajahnya yang tersenyum ceria terlihat datar dan lelah. Ahmad keluar kamar, dia membiarkan anak dan istrinya berdua saja di kamar.

"Apa benar suaminya Ryu itu seorang dokter?"

"Iya, Mi," jawab Aika datar. "Umi kaget ya? Atau malah nyesel udah ngomong kasar ke kak Aira? "tanya Aika pelan. "Tensinya bagus ini, Umi udah minum obat?"

Atiqah tak menjawab, dia lebih memilih fokus pada TV yang menyala di depannya. Aika meninggalkan ibunya sendirian, dia berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk semua orang.

"Sudah, Abah dan Umi sudah makan. Tadi Ari beli makanan di luar. Masih ada ayam goreng di situ kalau laper."

Aika menurut, dia menutup lagi pintu lemari pendingin yang baru saja dia buka. Dia juga tak memiliki selera makan setelah kejadian tadi pagi. Aika hanya meminum air untuk menghilangkan rasa dahaganya.

Proposal Cinta (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang