Bab 12: Pesawat Menuju Kyoto

84 25 0
                                    

Jakarta

Ryu mengajak Aira berkeliling. Dia dan abang tampannya itu berbincang serius, sementara dirinya berjalan dengan lesu di belakang Ryu. Tiba-tiba tangan Ryu terulur, dia menarik lembut jemari Aira.

"Astaga! Adegan romantis apa ini? Apa kau benar-benar yakin kakek akan melepaskan perjodohan itu?"

"Apa kau tak ada pekerjaan? Kenapa mengikuti kami seperti ini?"

"Sebenernya, aku tak peduli, tapi kebetulan ada kerjaan di Kyoto yang harus aku kerjakan, ya mau tak mau, aku harus bertemu kalian di sini."

"Katamu, aku harus mengurusnya sendiri?"

"Aku tak yakin, laki-laki cengeng sepertimu, bisa mengatasi ini. Harusnya, kau bersyukur aku mau membantu."

"Iya-iya, nuhun!"

"Apa rencanamu, jika kakek membatalkan pertunanganmu?"

"Ya, paling tidak aku bisa melajang beberapa tahun lagi."

Ucapan itu membuat Aira kaget bukan kepalang, dia melepas pegangan tangan Ryu. Namun, Ryu malah menariknya lebih dekat sampai menempel padanya.

"Jangan jauh-jauh, ntar ilang susah nyarinya," bisik Ryu di telinga Aira.

Aira tergidik mendengarnya. "Ayolah, jangan buat aku menderita dengan suara napasmu itu!"

"Maaf, cantik," sahut Ryu spontan.

Pesawat akan take off pukul 20.30 wib dari Soekarno Hatta, sekarang hampir jam lima sore. Mereka harus segera bersiap- siap berangkat.

Perjalanan panjang dan melelahkan selama hampir delapan jam di udara itu akan segera dimulai. Yu, mengantarkan ke duanya sampai di depan pintu keberangkatan. Dia harus benar-benar memastikan wartawan tidak mengintai keberadaan mereka di sana. Masalah akan semakin runyam jika wartawan tahu.

"Tenanglah kakek, aku akan memastikan mereka berdua sampai di sana dengan selamat. Aku juga akan ikut pergi ke sana mengawal mereka berdua, kalau bisa."

Aira ingin sekali membuka ponselnya, tetapi dia tak mau gegabah. Om Vino, bisa saja meminta anak buahnya untuk menyadap ponselnya. Apalagi dia itu adik ibunya yang bekerja di Satserkrim di Bandung.

Ryu duduk di sebelah Aira, yang duduk di sebuah bench di taman. Dia dengan tiba-tiba merebahkan kepalanya di pundak Aira. "Aku capek, boleh ya nyender bentar, sayang?"

Aira tak menjawabnya, dari balik masker hitam yang menempel di wajahnya itu, Ryu tahu kalau Aira semakin gugup. Dia ingin tahu, sampai batas mana Aira akan mengikuti permainannya.

"Apa tidak sebaiknya kamu duduknya agak geseran?"

"Tidak, aku tahu Yuu sedang mengawasi kita. Dia bisa saja mengambil foto kita diam-diam. Kamu mau fotomu tiba-tiba tenar?"

"Bukannya kita melakukan ini, untuk menghapus jejak digital kamu dan Amel?"

"Aku suka mendengar detak jantungmu, Ra. Bagai alunan musik yang begitu merdu."

Ryu beranjak dari duduknya, dia memindahkan topi hitam dari kepalanya ke kepala Aira. Dia tersenyum simpul. Bagaimana tidak, dia tahu wajah Aira semakin bersemu. Namun, semua itu hanya sebuah sandiwara apik yang dimainkannya. Mempermainkan hati Aira.

"Aku tahu ini cuma sandiwara, tapi jangan modus!"

Ryu terkekeh mendengar perkataan Aira. "Iya, maaf, Ra. Aku kelewatan ya?"
.
.
.
Yuu berjalan pelan di depan Aira dan Ryu, dia sendiri yang akan mengawal dua insan gila itu ke rumah kakeknya. Kakek dari Ayah mereka yang ada di Kyoto.

Proposal Cinta (Revisi)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin