Bab 26: Perjalanan Pulang Ke Indonesia

47 11 0
                                    

Sepanjang perjalanan Ryu dan Aira tak saling berbicara, mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Aira berusaha bersikap sewajarnya di hadapan Yuu dan Sato. Dia tersenyum, tertawa seperti biasa seperti tak ada beban. Sementara Ryu, sesekali menatap wajah Aira dengan pandangan yang tak biasa. Aira tak terlalu memedulikan suaminya itu. Mereka sudah tak berbicara sejak kereta peluru tiba di Tokyo.

Ryu jelas tak nyaman dengan perubahan sikap Aira yang tiba-tiba tak peduli padanya. Berkali-kali sudah dia menghela napas untuk menetralkan jiwanya yang tersiksa. Aira melirik sekilas, bergeming tak bereaksi sedikit pun.

"Aku salah apa?" tanya Ryu dengan nada datar. Getar suara Ryu yang terdengar berat itu membuat Aira menoleh ke arahnya. "Kenapa aku dicueki sepanjang perjalanan? Apa kau bakalan mendiamkan aku sampai kita tiba di Indonesia, Nona Aira? Apa ini?"

"Bahkan diam juga salah buatmu, Tuan Ryu? Bukannya kamu memintaku diam?"

"Ha? Kapan aku memintamu diam?"

Aira diam lagi.

"Plis, dong, kita bahkan baru saja resmi jadi suami istri kurang dari 30 jam, Aira. Apa kau mau mendiamkan aku seumur hidupmu? Ngomong, dong, salah aku apa?" Ryu menurunkan nada bicaranya. "Ok, fine, aku minta maaf, udah melakukan kesalahan. Maafkan aku ya, Cantik?" ucapnya setelah jeda yang cukup lama. Dia menarik jemari Aira lembut. "Astaga, benar kata aniki, aku harus pintar-pintar mendamaikan singa."

"Aku? Singa?" Aira menunjuk hidungnya.

Ryu mencium ujung hidung Aira, "oh, cium sebelah sini untuk minta maaf, ya, Cantik?" ucapnya diikuti seringai kecil yang membuat Aira juga ikut tersenyum kecil. "Dasar!"

"Sepertinya, kita harus memenuhi klausa yang kau buat, Ryu."

"Oh, God, Aira. Aku lupa membawa kertas itu."

"Ha? Maksudmu?"

"Aku meninggalkan kertas itu di bawah selimut saat kakek datang ke kamar." Ryu memegangi kepalanya. "Bagaimana bila kakek menemukannya?" gumamnya.

"Maksudmu ini?" tanya Aira sambil menunjukkan selembar kertas yang terlipat kecil. Ryu mencoba merebutnya, Aira mengelak. Dia menaikkan tangannya tinggi. "Bentar dulu, janji dulu sama aku."

"Janji apa?"

Manik mata Aira menatap lurus ke dalam mata Ryu. Mendadak, dia ragu ingin mengatakan sesuatu yang sudah dia pikirkan sejak di Kyoto. Aira menyerahkan kertas itu tanpa berbicara.

"Loh? Kok diem lagi? Jangan gitu, dong."

Aira tersenyum kecil sambil menggeleng. Ryu membuka kertas itu, dia terkejut dengan isi kertas itu. "Kau kena prank, Ryu." Dia membaca tulisan di kertas itu. "Ra, ini apa?" ucapnya gemas.

"Janji jangan marah, ya, anata," jawab Aira sambil terkekeh. "Aku akan simpan kertas itu baik-baik, kalau kau macam-macam, aku serahkan kertas itu pada kakek."

"What? Aira kamu curang!"

"Biarin, we!" balas Aira sambil menjulurkan lidahnya.

Ryu menekuk wajahnya, dia kesal, tetapi juga lega, melihat Aira kembali berbicara. Senyuman Aira terlihat begitu indah di wajah Ryu kali ini. Dia menjulurkan tangannya dan mencubit hidung Aira gemas.    Pertarungan kecil itu didengar Yuu dan Sato mereka berdua berpandangan.

"Apa Tuan Ryu akan baik-baik saja, Tuan?" tanya Sato.

"Un! Tentu saja. Aira bersih dan tidak akan membahayakan klan Yamada," jawab Yuu.

Sato kembali duduk dengan tenang di kursinya. Dia akan ikut ke Indonesia untuk mengawasi Ryu dan Aira. Yuu sama sekali tak keberatan dengan keberadaan Sato, dia malah senang ada orang yang bisa diajak berbicara selama perjalanan yang membosankan itu. Membosankan mendengarkan dua sejoli itu sibuk menebar cinta selama perjalanan.

"Tuan, apa Nona Aira dan Tuan Ryu saling mencintai?" tanya Sato.

Yuu menatap wajah Sato datar, dia menaikkan alisnya sedikit. "Kau bisa lihat mereka sedang bercanda tawa seperti sepasang orang gila sekarang, tentu saja mereka saling cinta. Kalau tidak, tak mungkin mereka begitu sekarang."

"Mereka terdengar seperti dua sahabat lama, ketimbang sepasang sejoli, Tuan.

"Hm, mereka teman satu kampus, hanya berbeda satu tahun saja, kalau tak salah ingat, mereka pernah satu sekolah saat Ryu dipindahkan ke Indonesia."

Sato menganggukkan kepalanya, dia masih belum yakin. Dia mendapat mandat dari ayahnya untuk mengawasi dan meneliti hubungan Ryu dan Aira. Dia harus melaporkan kepada ayahnya setiap detail yang dia dapatkan tentang keduanya.
...

Jakarta

Hotel menjadi tempat tujuan utama Aira dan Ryu setelah pesawat mereka mendarat dengan mulus. Mereka berpisah di bandara, Yuu dan Sato pergi untuk sebuah urusan bisnis. Dua sejoli itu berjalan beriringan dengan koper besar. Kedatangan mereka langsung disambut seseorang dari hotel dan mobil jemputannya. 

Aira sudah tak sabar untuk tidur, kepalanya begitu berat. Setelah pintu kamar dibuka, Aira langsung loncat ke atas tempat tidur. Dia terlihat senang bertemu dengan selimut dan bantal. Ryu terkekeh melihat tingkah Aira yang seperti anak kecil.

Ryu meraih botol air mineral dan menenggaknya hampir habis. Tak berapa lama, Aira segera terlelap dalam dekap selimut putih lembut itu. Ryu membuka ponselnya untuk mengecek notifikasi. Dia tergelitik untuk melihat berita tentang dirinya dan Amel sudah sampai mana. Dia ingin tahu, apakah Amel baik-baik saja.

Jemari Ryu mengusap layar ponsel pintarnya pelan sekali. Matanya terpaku pada artikel yang menarik hatinya. Wajah cantik Amel terpampang nyata sedang bersanding dengan Hans Neil Arden. Mereka terlihat bahagia. Dia kembali menggulir ponselnya dan menemukan berita lain yang memberitakan tentang dirinya dan Aira. Ada foto pernikahannya di sana.

"Bagaimana mereka bisa mendapatkan foto ini?" gumamnya pelan. "Ini gila. Baru saja beberapa minggu aku meninggalkan Indonesia sudah banyak sekali hal yang terjadi."

"Apa yang terjadi, sayang," bisik Aira.

"Hm?" Ryu berpaling, dia melihat Aira menggeliat di atas tempat tidur. Ryu mengelus kepala Aira lembut. "Dasar cantik, tidur gini juga masih cantik."

Ponselnya bergetar, dia membuka ponselnya lagi. Ada nama Amel di sana. Ryu berdiri, dia berjalan ke arah jendela.

"Ya, Amel, kamu sehat, Mel?"

"Ryu, kamu sudah di Indonesia?"

"Ya, aku di Jakarta. Baru sampai, baru ke hotel."

"Sama siapa?"

"Aira. Dia lagi tidur tu."

"Apa kalian beneran nikah? Aku baca beritanya barusan."

Ryu tak menjawabnya, dia melirik ke arah Aira sekilas.

"Akhirnya, gadis itu bisa menaklukkan hati kamu, ya, dia hebat banget bisa merobohkan tembok besar Cina."

Ryu terkekeh mendengarnya, "enak aja, aku sepanjang itu ya?"

"Kamu, mah, batu!"

Suara perbincangan itu membangunkan Aira, dia melihat Ryu tersenyum manis sekali sambil memilin tirai. Aira memilih menyingkir, dia masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Mungkin air dingin bisa menghilangkan semua lelah yang meresap di badannya.

Aira diam di depan cermin.

"Dia itu, cinta mati dengan Amel. Kalaupun dia menciummu, belum tentu karena dia sayang kamu, Ra. Bisa jadi karna nafsu sesaat. Kau harus sadar, kau bukan siapa-siapa baginya. Pernikahan ini, cuma pelarian. Sadar, Ra."

Aira bermonolog, tatapannya serius ke arah bayangan dirinya di cermin.

"Semangat ya, setelah ini, akan banyak cobaan yang menerpa dirimu, Ra. Semangat, terus!"

Pintu kamar mandi di ketuk lembut. "Ra, kamu udah bangun? Kita makan yuk, di bawah?"

"Ya, sayang, sebentar, aku mandi dulu ya? Badanku lengket."

"Oh, ok. Aku juga ikutan mandi boleh?"

"Kau mau cari mati?"

Ryu terkekeh dari luar kamar mandi. "Iya, deh, Cantik. Jangan lama-lama ya, nanti aku kangen."

"Idih!"

....
Tbc

Proposal Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now