CHAPTER 39 - Hometown

18 2 2
                                    

John F. Kennedy International Airport

05.15 A.M.

"Kau yakin tidak ada yang tertinggal? Di mana passportmu?" tanya Tristan kepada Brad, begitu dia selesai mengeluarkan koper terakhir kami dari mobil kemudian menaruhnya ke troli. Brad mengeluarkan passport dari dalam saku jaketnya kemudian menunjukkannya kepada Tristan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. "Baiklah," ujar Tristan.

Memutar bola mata, aku sedikit jengah dengan tingkah Brad di mana dia masih bersikap dingin dan enggan berbicara pada Tristan. Padahal keadaan sudah jauh lebih baik sekarang. Tristan dengan suka rela menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke bandara pagi ini. Tentu hal tersebut cukup membuat kami terkejut. Walaupun aku sedikit terkejut, tetapi hal tersebut cukup membuatku senang karena bagaimanapun juga sekarang Tristan adalah bagian dari keluarga Brad. Tetapi Brad tetaplah Brad. Dia bersikeras menolak tawaran Tristan, bahkan Brad sampai mengancam Tristan akan menghajarnya jika dia berani menginjakkan kaki di rumahnya. Di sinilah aku bisa berperan, aku tidak akan pernah lelah mengingatkan Brad agar tidak terlalu keras terhadap Tristan maupun orang lain. Begitulah bagaimana akhirnya Brad mau menerima tawaran Tristan.

"Terima kasih Tristan atas bantuanmu. Sampai jumpa lagi," ujarku kemudian dilanjutkan dengan memeluk Tristan singkat sebagai tanda perpisahan sementara.

"Anytime, Summer, semoga penerbangan kalian menyenangkan, aku akan merindukan kalian," jawabnya.

"Kita hanya pergi beberapa hari, tidak usah terlalu mendramatisir keadaan," timpal Brad, seketika aku mencubit perut Brad dan memberinya tatapan isyarat.

"Baiklah, lihat saja nanti, siapa yang akan merindukanku," ujar Tristan.

"Jangan terlalu berharap," Brad menyangkal. Tristan memutar kedua bola matanya tanpa melontarkan kata-kata lagi. Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk membuat keadaan kembali memanas. Aku kembali mengucapkan terima kasih kepada Tristan sebelum kami beranjak ke tempat check-in . Oh ya Tuhan, akhirnya aku akan kembali ke London, sungguh aku sudah sangat merindukan Mum dan Clark. Pukul 06.00 A.M. waktu New York akhirnya pesawat kami lepas landas meninggalkan New York menuju London.

"Tidurlah, sayang, Penerbangan kita akan memakan waktu 8 jam, aku tidak ingin kau kelelahan," ujar Brad.

"Santailah sedikit Brad, kita nikmati saja penerbangannya," jawabku, atau lebih tepatnya omong kosongku, karena satu jam kemudian aku sudah terhanyut dalam alam mimpiku. Brad membangunkanku ketika pesawat kami sudah mendarat di London.

"Bangunlah putri tidur, kita sudah sampai." Seketika aku mengerjapkan mataku, menggeliat dan detik itu juga kudapati wajah Brad yang tiba-tiba sedikit menyebalkan, karena dia tampak seperti menahan tawa dan secara tidak langsung raut wajahnya seperti sedang mengejek diriku. Apa?

Setelah selesai mengambil barang-barang yang berada di kabin, Brad membantuku untuk bangkit dari tempat duduk lantas menggandengku keluar dari pesawat. Akhirnya aku bisa menghirup udara London setelah sekian lama tinggal di New York. Aku tidak mengerti lagi, perasaan ini terlalu bahagia, mengingat aku kembali ke London bersama Brad dan akan bertemu dengan keluargaku secepatnya. Sudah banyak sekali rencana yang tersusun di kepalaku mengenai apa saja yang akan aku lakukan di London bersama Brad maupun keluargaku setelah ini.

Aku dan Brad sedang dalam perjalanan menuju rumahku, Brad duduk disampingku, kedua tangannya memegang erat setir kemudi. Aku kembali teringat satu pertanyaan yang belum sempat terjawab sampai sekarang. Jadi kuanggap kali ini merupakan suatu kesempatan untuk bertanya padanya dari mana dia bisa mendapatkan mobil di London. Dan setelah Brad memberitahuku, bahwa ternyata dia harus memiliki kendaraan di mana saja untuk memudahkannya ketika sedang dalam perjalanan bisnis. Oh Summer, bagaimana kau bisa lupa siapa itu Brad? Kau tidak seharusnya menanyakan perihal tersebut, tentu siapa saja bisa menebak jawabannya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama satu jam dari Heathrow menuju Westminster, akhirnya aku tiba di sebuah rumah penuh kenangan yang selalu akan ku rindukan di mana pun dan kapan pun aku berada.

Just You (Bradley Simpson)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang