CHAPTER 36 - By Your Side

23 3 2
                                    

Summer's POV

Aku melangkahkan kaki dengan lebar dan cepat menuju elevator. Pikiranku sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang ada disekitarku. Aku menekan tombol turun dan menunggu elevator berikutnya. Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku mengigit kuku jariku. Aku sangat khawatir dan takut. Beberapa kali aku mencoba untuk tenang agar bisa berpikir jernih tetapi aku gagal. Kupikir aku sudah terlanjur diselimuti oleh ketakutan itu.

Tingg

Pintu elevator terbuka. Dengan segera aku masuk dan menekan tombol angka 1. Seketika aku merasa mesin elevator ini tiba-tiba bergerak lambat seiring diriku yang diselimuti oleh rasa khawatir yang luar biasa. Aku tidak bisa membohongi diriku perihal rasa khawatir yang sedang aku alami saat ini. Aku rela meninggalkan sesi wawancaraku yang baru setengah jalan setelah kudapati panggilan masuk dari Rumah Sakit karena sesuatu baru saja terjadi pada Brad.

Tinggg

Pintu elevator kembali terbuka. Aku mendesah lega dan langsung melangkahkan kaki keluar elevator. Baru satu langkah keluar dari elevator, aku terkesiap ketika tubuhku tiba-tiba menabrak seseorang yang datang dari arah kananku. Berkas-berkas yang sedang ia bawa seketika berserakan dilantai.

"Maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melihatmu." ujarku seraya membantunya mengambil barang-barangnya yang berserakan dilantai akibat ulahku. Tapi kupikir ia juga sedang terburu-buru, karena kuperhatikan cara ia mengambil barang-barangnya sangat tergesa-gesa.

"Tidak apa-apa—" rahangku terjatuh, terkejut dengan seseorang yang ada di depan mataku saat ini. Kupikir ia sama terkejutnya seperti diriku.

Sayangnya aku tidak memiliki waktu untuk terus mematung dan menganga melihat orang ini. Aku menyodorkan kertas-kertas yang ada ditanganku kepadanya. Ia menerimanya tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Aku melenggang dari hadapannya lalu mencegat taksi diluar. Beruntung ada taksi yang sedang berhenti di depan gedung. Aku merangkak masuk ke kursi penumpang dan memasang seatbelt.

"NYU Medical Center, Tuan." ujarku pada supir taksi.

"Baik, nona." dengan begitu taksi yang kutumpangi melaju meninggalkan gedung Spencers Industries Holding.

Di sepanjang perjalanan, aku bersumpah tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirku. Berulang kali aku melihat ke ponselku dan berulang kali juga aku menelpon nomor Brad, berharap ia mengangkatnya dan ia baik-baik saja. Sayangnya, itu hanyalah imajinasiku. Ponsel Brad sepertinya mati karena panggilanku selalu terhubung ke mail box. Ya Tuhan, semoga ia baik-baik saja.

Sekitar kurang lebih 15 menit perjalanan menembus padatnya jalanan New York di sore hari, aku tiba di Rumah Sakit. Setelah melepas seatbelt, tanganku merogoh tasku untuk mengambil dompet dan memberikan beberapa lembar uang kepada supir tersebut.

"Terima kasih tuan." ujarku.

"Sama-sama. Semoga harimu menyenangkan, nona." tentu saja hariku sudah tidak menyenangkan, batinku.

"Kau juga, tuan." ujarku seraya memberikan senyuman terbaikku kepada supir taksi tersebut lantas keluar dari taksi, dan melangkahkan kedua kakiku yang masuk ke gedung Rumah Sakit. Kusapukan pandanganku ke setiap sudut ruangan. Aku bingung, tidak tahu dimana Brad berada tetapi aku sudah tidak sabar untuk melihat kondisinya.

Aku melihat tempat resepsionis lantas menghampirinya dan bertanya pada perawat yang sedang berjaga disana.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" salah satu perawat wanita dengan tanda pengenal bertuliskan Lydia menggantung di bajunya, menyambutku dengan sangat hangat. Ia masih muda, tubuhnya kecil, dan ia sangat cantik.

Just You (Bradley Simpson)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang