"Kau serius? Bagaimana kalau kita tersesat?! Mereka mungkin tidak akan berhasil menangkap kita, tapi bagaimana dengan binatang buas?"

"Ssshh! Diamlah! Mereka akan mendengar suaramu."

Alicia pun sontak menutup mulutnya rapat-rapat. Dia menoleh ke belakang. "Apa mereka sudah pergi?" gumamnya, menatap ke sekitarnya untuk memastikan. Tapi tempat ini terlalu gelap, dia nyaris tidak bisa melihat apa pun.

"Sepertinya begitu," sahut Gabrielle. Kemudian dia menoleh pada Alicia. Walau gelap, Gabrielle masih bisa melihat seberapa berantakannya Alicia; hanya mengenakan pakaian tidur yang tidak terlalu tebal, rambut sebahunya acak-acakan dan tampak lengket, belum lagi ternyata bahwa dia tidak mengenakan alas kaki apa pun. Gabrielle sontak mengumpat.

"Ada apa?" tanya Alicia cemas, napasnya memburu karena berlari tadi.

Gabrielle justru balik bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"

"Y-ya. Aku baik-baik saja." Dengan refleks Alicia mengusap perutnya seolah untuk menenangkan. "Dia juga baik-baik saja," ucapnya.

"Bagus. Kita akan terus berjalan ke depan dan entah bagaimana kita akan keluar dari hutan ini," kata Gabrielle.

Alicia mengangguk. Sekalipun dia telah tinggal sangat lama di daerah ini, tapi tidak pernah Alicia tertarik untuk mendekati pepohonannya yang rimbun. Paman Fillbert pernah berkata bahwa ada beruang di hutan ini yang tidak akan segan melukai manusia jika merasa terancam.

Tapi Alicia tahu satu hal, yang nyaris saja dia lupakan. "Ada sungai di dekat sini yang airnya cukup deras, kita bisa mengikuti suaranya."

"Kita akan ke sana," ucap Gabrielle setuju.

Namun, saat baru saja mereka hendak melangkah, terdengar rentetan tembakan yang begitu nyaring. Alicia memekik, sementara Gabrielle menariknya agar menunduk.

"Sialan! Mereka ternyata lebih keras kepala dari yang kuduga," gumam Gabrielle disertai ringisan.

Mata Alicia membelalak lebar saat merasakan basah di tangannya yang ada di bahu Gabrielle. Suaranya gemetar ketika memanggil nama wanita itu.

"Tidak usah khawatir, aku baik-baik saja. Mereka hanya asal menembak. Kita masih bisa keluar dari sini," Gabrielle meyakinkan Alicia, sekaligus mencoba untuk menenangkannya.

Tapi itu tidak berhasil karena sekarang Alicia merasa semakin khawatir pada luka tembakan di bahu Gabrielle. Alicia sangat tahu rasa sakitnya seperti apa, dan kengerian yang dirasakannya saat darah tidak berhenti mengalir dari luka tembak tersebut; karena Alicia juga pernah merasakannya.

Mereka berdua kemudian berjalan dengan tertatih-tatih ke belakang sebuah pohon yang cukup lebar untuk menyembunyikan diri di sana.

"Tu-tunggu!" Alicia menyobek bagian bawah gaunnya, lalu mengikat untaian kain itu ke bahu Gabrielle untuk memperlambat pendarahan di sana.

"Ah, itu terasa lebih baik," kata Gabrielle, menghela napas lega. Dia lalu menatap Alicia. "Kau tunggulah di sini," ucapnya.

Alicia menggeleng tidak setuju, seraya menahan tangis karena panik dan cemas.

"Tunggu di sini!" perintah Gabrielle lagi dengan lebih tegas.

Alicia tidak bisa membantah ucapannya karena Gabrielle telah lebih dulu bangkit lalu pergi tanpa suara. Dari balik dahan pohon itu, Alicia mengintip apa yang Gabrielle lakukan. Sekarang setelah berada di tempat ini beberapa lama, akhirnya pandangan Alicia mampu beradaptasi menatap sekitarnya dengan lebih jelas.

Dia melihat dua orang pria berjalan mendendap-endap di antara semak belukar dan pohon. Langkah kaki mereka mampu Alicia dengar, tapi tidak dengan langkah kaki Gabrielle yang seolah bergerak seperti seekor predator yang tengah mengincar mangsanya.

Beberapa menit berlalu yang terasa seperti berjam-jam.

"Sepertinya kita kehilangan mereka," ucap salah satu pria.

"Tidak. Aku yakin mendengar suara teriakan seorang wanita dari arah sini," sahut si pria kedua.

"Dude! Dari mana kau tahu bahwa dua jalang itu sudah tidak di mansion? Aku lebih percaya kalau mereka sekarang telah menjadi daging panggang di sana."

"Bodoh! Tentu saja karena aku melihatnya."

Alicia mendengar suara pukulan yang lumayan keras.

"Apa-apaan?!" seru pria pertama.

"Sesekali, kau harus menggunakan otakmu yang kerdil itu. Kau pikir siapa yang menyalakan api kalau bukan si dokter gila itu, huh?!" Pria kedua balik berseru.

"Baiklah, kita akan terus mencari. Lagipula Alarick akan membunuh kita kalau kita pulang tanpa buah tangan untuknya."

Si pria kedua terkekeh keras. "Wanita itu mungkin berhasil lolos dari kita, tapi mereka tidak akan bisa selamat keluar dari hutan ini. Kau tahu kalau di sini ada banyak beruang liar?"

Bagaimana Alicia bisa lupa? Tentu saja hewan itu ada, bahkan mungkin sekarang tengah menatapnya dari kejauhan. Alicia teringat pada tragedi beberapa tahun lalu, entah benar atau tidak, seorang peternak diserang dan langsung tewas. Rasa takut semakin membuat bulu kuduk Alicia naik mengingat tragedi itu.

Mereka harus segera pergi sekarang juga, keluar dari hutan ini sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi.

Alicia mengintip lagi ke arah dua pria itu dan melihat Gabrielle berjalan mengendap-endap di belakangnya. Lantas, sebelum mereka sadar, Gabrielle memukul kepala si pria pertama dengan kayu, membuat pria itu oleng. Gabrielle menghajarnya lagi dan mengambil alih senjata api yang dibawa pria pertama lalu mengarahkannya ke pria kedua yang tampak terkejut dan langsung bergerak refleks untuk menembak.

Sebuah peluru dimuntahkan dari moncong pistol. Alicia nyaris terkesiap, takut kalau peluru tersebut mengenai Gabrielle lagi, tapi dua pria itu tumbang bersamaan.

Gabrielle tahu bahwa mereka belum menyerah dan masih berusaha untuk menghajar. Dia menembak si pria kedua, yang keadaannya masih lebih baik dari pria pertama, namun peluru yang ada di tangan Gabrielle telah habis. Sebuah seringaian tampak di bibir pria kedua.

"Kau pikir kau bisa mengalahkan kami, Manis?"

Ekspresi jijik di wajah Gabrielle tampak jelas. "Mengalahkan anjing bodoh seperti kalian?" Dia tersenyum sarkastik, membuat si pria kedua berang.

Moncong pistol diarahkan kepada Gabrielle, namun sebelum peluru ditembakkan, Gabrielle melempar kayu di tangannya ke wajah pria itu, lalu melayangkan tendangan tinggi ke dagunya. Semua terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Senjata di tangan pria itu pun jatuh, dan tubuhnya terhuyung ke balakang.

Gabrielle mengambil senjata itu dari tanah, siap untuk menembak si pria kedua, namun tiba-tiba saja si pria pertama bangkit dengan tatapan marah, darah mengalir dari kepalanya.

Alicia yang melihat itu sontak menutup mulut, menyembunyikan kesiap keras yang hampir lolos. "Aku harus melakukan sesuatu! Harus melakukan sesuatu!" ucapnya panik berulang kali. Dia pun bangkit dari posisinya hendak membantu Gabrielle. Tindakan bodoh apa pun itu, Alicia tidak bisa membiarkan Gabrielle mati begitu saja karena menyelamatkannya.

Namun, ketika Alicia berbalik, dia dikejutkan dengan suara geraman yang sangat keras.

Tubuh Alicia langsung membeku, di hadapannya ... seekor beruang berdiri dengan marah, matanya memancarkan intensitas membunuh yang sangat tinggi. Lalu saat cakarnya dia ayunkan, Alicia nyaris tidak bisa menghindar.

***


LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now