"Itu karena kau pengecut, Lucius. Karena kau takut bahwa sekali lagi Lucero akan mengalahkanmu."

Pria dewasa di dalam figura itu seolah berkata padanya; ayahnya yang semasa hidup sangat jarang menunjukkan kasih sayang padanya.

"Tiada akhir dengan pembalasan dendam." Kini giliran gadis kecil di dalam figura itu yang berbicara dengan suara polosnya yang lucu.

"Ingatlah anakmu, Lucius. Kau harus berjuang juga untuknya." Wajah ibunya seolah melembut dan matanya yang sewarna biru lautan itu berkedip dan seperti menitikkan air mata.

Lucius melempar figura itu ke dinding sampai kacanya pecah dan berserakan di lantai, tapi dia tidak peduli, dia menenggak sisa anggur di dalam botolnya sampai habis. Setelah itu, dia memanggil kembali Benjamin.

"Aku berubah pikiran. Awasi Alicia!" perintahnya, yang membuat Benjamin tampak terkejut. "Ah, tidak, panggil Aunt Gabrielle dan suruh dia menemani wanita itu sampai anakku lahir. Jangan biarkan dia disentuh oleh siapa pun!"

Benjamin menjadi semakin tertegun dan meragu. "Gabrielle? Anda yakin, Tuan?"

"Ya," jawab Lucius singkat.

Bibinya yang bernama Gabrielle itu mungkin bukan salah satu orang yang memiliki banyak kewarasan di muka bumi ini, tapi setidaknya dia tahu apa yang harus dilakukan lebih baik dari dokter mana pun. Dalam artian, Lucius tidak mempercayai dokter mana pun untuk mengawasi dan membantu Alicia selain Gabrielle.

"Bagaimana dengan Alarick?" tanya Lucius, mengalihkan topik.

"Untuk saat ini, kudengar dia masih di Jepang. Anak dan istrinya melarikan diri."

Lucius langsung mengangkat pandangannya kepada Benjamin dan tersenyum licik. "Cari mereka dan bawa ke hadapanku segera sebelum Alarick menemukan mereka lebih dulu!"

Benjamin ingin bertanya untuk apa sang tuan melakukan itu, tapi akhirnya dia menutup mulutnya dan melakukan persis seperti yang diperintahkan.

***

Terik sinar matahari yang hangat menyentuh wajah Alicia saat dia mendongak dan menutup matanya dengan damai. Dia bersandar di sebuah batang pohon sembari menunggu Wendy selesai membeli beberapa botol susu dari peternakan yang letaknya tidak jauh dari sana. Alicia tidak bisa mendekat, karena dia merasa sangat mual dengan aroma susu mentah.

"Alicia!" seru Wendy dari kejauhan.

Alicia membuka matanya dan mendekati wanita itu, senyum tipis terbit di bibirnya. "Kau sudah membeli semuanya?" tanya Alicia, melirik pada keranjang yang dibawa Wendy.

Setelah itu, mereka berdua melangkah ke arah pulang. Di perjalanan, Wendy beberapa kali melirik ke arah Alicia, lalu pandangannya akan turun ke bawah pada perut Alicia yang membuncit.

"Alicia," panggil Wendy.

"Hm?"

"Kau tidak pernah memberitahuku siapa ayahnya."

"...."

Bukannya Alicia tidak ingin memberi tahu, tapi dia takut Wendy tidak akan percaya padanya. Apa yang akan Wendy atau Keluarga Fillbert atau warga di kampung ini pikirkan, kalau mereka tahu bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah Lucius Denovan? Hampir seluruh lahan di desa ini adalah milik pria itu, jadi semua orang tentu saja mengenal siapa Lucius Denovan.

Alicia hanya tidak sanggup mendengar pertanyaan-pertanyaan beruntun mereka setelah itu.

Tapi haruskah di memberi tahu Wendy?

Alicia melirik sahabatnya tersebut, yang masih menatapnya dengan penasaran. Akhirnya Alicia pun berkata, "Aku yakin kau sudah memiliki dugaanmu sendiri."

Dan mungkin saja bahwa sebenarnya Bibi Jane dan Paman Fillbert juga sudah tahu.

Wendy terdiam untuk beberapa saat, lalu mengangguk dengan pelan, kekecewaan tampak dengan jelas di wajahnya.

"Tuan Lucius. Kau tidak salah," ucap Alicia, seolah menekankan dugaan Wendy itu.

Langkah Wendy terhenti, dia mengangkat pandangannya dan menatap Alicia dengan mata yang berkaca-kaca. "T-tapi, bagaimana bisa? Tuan Lucius dan kau sangat jauh berbeda. Tuan Lucius seharusnya—"

"Kami saling mencintai!" Alicia menyela, dia seolah tahu apa yang akan Wendy katakan padanya dan dia tidak ingin mendengar kata-kata itu. Kalau dia harus tinggal di desa ini dan mengharapkan ketenangan, dia harus menjauhi konflik apa pun itu—termasuk dengan Wendy.

Sahabatnya itu tampak tertegun.

Ekspresi di wajah Alicia tidak berubah. "Sebaiknya kita kembali sekarang, Wendy. Aku tidak ingin Bibi Jane menunggu lebih lama."

Wendy kemudian mengangguk dan mereka pun melanjutkan langkah mereka ke rumah. Sepanjang perjalanan, Wendy tidak mengatakan apa pun lagi padanya.

Saat sampai di rumah, Alicia mengernyit ketika melihat sebuah mobil terparkir di pekarangan. Sontak dia langsung menebak siapa yang datang.

Apakah Lucius berubah pikiran dan memutuskan untuk menjemputnya lebih awal? Ini baru tiga hari semenjak pria itu pergi.

Tanpa mempedulikan Wendy yang sepertinya juga sama penasarannya, Alicia melangkah dengan cepat dan terburu-buru memasuki rumah. Dia melihat Bibi Jane dan Paman Fillbert duduk di ruang makan dengan ekspresi serius di wajah mereka.

"Apa Tuan Lucius kembali?" tanya Alicia. Dan dia tidak menunggu jawabannya, langsung memasuki rumah, hanya untuk menemukan seorang wanita duduk dengan arogan di sofa tua di ruang tamu.

"Halo, Alicia."

"Aunt Gabrielle?"

***

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now