31. TERAKHIR

18.7K 3K 254
                                    

Aditya membawa Kirana ke sebuah tempat yang berada di pinggir kota. Tempat itu dijaga dengan ketat dan dari hawanya saja sudah cukup membuat bulu kuduk Kirana berdiri. Tempat itu adalah tempat untuk tawanan kelas berat dalam kadipaten Surabaya. Dijaga oleh pasukan bertubuh sangar dengan bangsal yang gelap tanpa jendela. Sebelumnya, Aditya menjelaskan jika tempat itu adalah tempat bagi pengkhianat, bandit atau pun penjahat yang meresahkan warga, menunggu hukuman mereka. Hampir semua tawanan kelas kakap akan meninggal di tempat itu; sedikit yang diputuskan untuk diasingkan. Tak heran, hawanya begitu mencekam. Samar-samar, Kirana mendengar teriakan dari dalam bangsal, membuatnya berjengit dan hal itu disadari Aditya. Pelukan Aditya di pinggang Kirana mengerat  berusaha memberi kenyamanan untuk gadis itu.

Aditya mendorong pinggul Kirana memasuki sebuah ruangan yang remang. Satu-satunya pencahayaan di ruangan itu hanyalah yang berasal dari jendela kayu sempit yang letaknya di atas pintu. Ruangan itu lembab dan wangi besi begitu kuat. Terdapat, tombak, belati dan juga parang berjejer di salah satu rak, membuat dugaan Kirana semakin menguat. Ruangan ini adalah tempat para pasukan itu memaksa tawanan mereka berbicara.

Kirana menatap waspada ke sekeliling ruangan dengan bulu kuduknya yang menegak. "Kirana," panggil Aditya sembari meremas lembut lengan Kirana, berusaha menguatkan gadis itu. Aditya menarik dagu Kirana untuk menoleh ke arahnya. Tatapan keduanya kini bertemu dengan nafas mereka yang beradu lembut.

"Kamu ingin ditemani?" bisik Aditya khawatir pada Kirana.

"Kirana baik-baik saja," gumam Kirana perlahan sembari tersenyum gugup. "Apa... Kirana boleh meminjam keris Kangmas?"

Aditya menarik kerisnya dari ikatan di pinggangnya kemudian memberikannya pada Kirana dalam posisi pendhok* yang mengarah pada wanita itu. Kirana meraih keris itu, menggenggamnya dengan erat, berusaha menguatkan dirinya. Ia yang meminta ini, maka Kirana yang harus menuntaskannya sendiri. Pengorbanan tubuhnya pada Aditya tidak boleh sia-sia. Kirana sendiri yang harus membunuh Bisma; menusuk pria itu tepat di jantung.

*genggaman keris

"Jika kamu tidak kuat, biarkan Kangmas yang melakukannya," gumam Aditya lagi. Ia tidak ingin Kirana merasa gelisah. Aditya ingin gadis itu baik-baik saja dan memang mampu ketika melakukan hal sekejam itu nantinya.

"Selama keris Kangmas bersama Kirana, semuanya akan baik-baik saja," jawab Kirana perlahan sembari menggenggam balik tangan Aditya yang berada di dagunya.

Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu perlahan yang disertai dengan salam sopan. "Saya, Surapati, Prabu. Mohon izin menyerahkan Adipati Bisma pada Anda."

Kirana buru-buru menjauh dari Aditya dan hal itu membuat Aditya refleks tersenyum geli. Sang prabu memberikan izin masuk dan pintu tersebut terbuka, menampilkan seorang pria jangkung, bertubuh kurus dengan dua prajurit yang menyeret Bisma di belakang pria itu. Pria jakung itu menyerahkan surat tugasnya pada Aditya. Mata Kirana tak sengaja terpaku pada segel lilin berwarna biru di atas surat tugas itu. Ia mengerutkan keningnya bingung. Warna biru itu familiar, tetapi di mana?

Prajurit suruhan Surapati memaksa Bisma untuk berlutut di tengah ruangan. Matanya tertutup. Tubuhnya semakin kurus. Pakaiannya masih belum berganti dari yang terakhir kali Kirana lihat. Luka di tangan pria itu sudah dibalut perban yang kotor. Bisma terlihat kacau. Namun, pria itu masih terlihat kuat dan sehat. Penutup mata Bisma dilepaskan, membuat pria itu tampak menyipitkan matanya, sebelum kemudian terpaku pada Kirana.

Kirana merasakan nafasnya sesak. Air mata kembali menggenang di pelupuknya. Lukanya telah kembali. Melihat Bisma membuat rasa sakit di hati Kirana kian menggerogotinya sedikit demi sedikit. Dada Kirana seolah jatuh. Ia belum sembuh sepenuhnya dari pengkhianatan Bisma. Kirana menggenggam keris Aditya dengan erat, sebagai kekuatannya satu-satunya, persis seperti dulu yang ia lakukan pada kalung pemberian Bisma. Bisma menatap Kirana dengan matanya yang berair, meskipun ada tatapan tajam di sana.

PUSAKA CANDRA✔️Where stories live. Discover now