65. KECEMBURUAN

12.6K 2.3K 284
                                    

Penyelidikan racun Bendara Ayu Kirana berjalan cukup cepat, sebab gadis abdi dalem baru kediaman khusus Nyai Suratih akhirnya mengakui jika dia-lah yang menaruh racun itu di manisan untuk sang Bendara Ayu. Gadis itu menangis dan terus meminta pengampunan, mengatakan ia tidak memiliki pilihan lain, selain melakukannya, karena diancam oleh Nyai Suratih sendiri. Penyelidikan awalnya dihentikan, karena pasukan Prabu Aditya tidak menemukan hal yang mencurigakan di sana. Namun, mendengar pengakuan gadis abdi dalem itu, sang prabu kembali memerintahkan penggeledahan di kediaman Nyai Suratih, tetapi kali ini menggunakan anjing pasukan yang dilatih khusus.

"Kami menemukannya, Prabu," ucap pasukan Aditya ketika mereka menggeledah kediaman Suratih di hari kedua. Kotak kaca racun itu disembunyikan di balik lantai kayu, tepat di bawah ranjang Nyai Suratih. Menemukannya tentu terasa sangat mustahil tanpa meminta bantuan anjing peliharaan pasukan Aditya.

Prabu Aditya tampak kehilangan kata-katanya ketika melihat kotak kaca berisi racun itu di kediaman Nyai Suratih. Nyai Suratih menangis sambil memeluk kaki Aditya, meminta maaf, dan juga terus berusaha membela dirinya sendiri. Abdi dalem Nyai Surtaih juga ikut menangis, meratapi nasib mereka yang akan dihukum sebentar lagi. Prabu Aditya meremas kotak kaca berisi racun itu cukup kuat hingga pecah dan melukai telapak tangannya.

"Tinggalkan kami sendiri," pinta Prabu Aditya dengan nada datarnya. Beberapa abdi dalem dan pasukan di situ langsung mengundurkan diri mereka dan meninggalkan sang Nyai dan sang Prabu berdua saja.

"Mengapa kamu melakukannya, Suratih? Cemburu? Iri hati?" balas Aditya dengan nada datarnya, berusaha menahan amarah yang begitu besar dalam dadanya.

"Saya tidak melakukannya! Dan kamu harus paham bahwa apa yang saya rasakan pada Kirana adalah perasaan normal. Saya mencintai kamu, Aditya. Saya mencintai kamu dengan segenap hati saya, bahkan ketika kita pertama kali bertemu. Namun, kamu... kamu bahkan tidak mau melirik saya sedikit pun," jelas Suratih lagi dengan tangisannya yang memilukan. Aditya memalingkan wajahnya dengan enggan, tidak ingin melihat Suratih. "Saya melakukan semuanya untuk kamu dan selalu menginginkan yang terbaik untuk Prabu saya. Sedangkan Kirana? Wanita itu memperlakukanmu dengan buruk. Kirana bahkan bersikap begitu arogan, hanya karena ia mendapat kasihmu. Namun... mengapa? Mengapa kamu tak pernah bisa berpaling dari wanita itu, Aditya? Saya memberikan kamu dunia, di saat Kirana bahkan tidak merelakan apa-apa untuk berada di sisimu!"

"Kamu sadar kamu tamak, Suratih?" balas Aditya lagi dengan tatapannya yang dingin dan tak berperasaan. "Ketika kamu mengiyakan posisi garwa padmi ini saat itu, kamu mengatakan bahwa perasaan bukanlah hal yang penting. Cinta atau tidaknya saya pada kamu bukanlah hal yang utama, asal kamu bisa mendapatkan posisi ini. Dan sekarang... kamu memohonkan sesuatu dari saya yang tentu tidak akan pernah bisa saya berikan pada kamu."

"APA SULITNYA MENCINTAI SURATIH, KANGMAS!" pekik Suratih, merasakan gejolak dalam dadanya yang begitu besar.

Aditya menghembuskan nafas pelannya sambil memijat dahinya. "Apa sulitnya berhenti mencintai saya, Suratih?" balas Aditya dengan nada tenangnya, tampak tidak terpengaruh oleh teriakan Suratih.

Suratih membeku dan ia kehilangan kekuatannya. Hatinya pecah berkeping-keping. Mengapa hatinya begitu bodoh? Membiarkan dirinya mencintai orang yang ia tahu takkan pernah membalas perasaannya. Inikah takdirnya? Menjadi perempuan yang disegani tapi berakhir kesepian. Posisi ini terasa sangat dingin dan memuakkan. Suratih hanya ingin dicintai.

"Inikah alasanmu meracuni Kirana..." ucap Aditya lagi yang terdengar seperti pernyataan daripada pertanyaan itu sendiri.

"Kangmas," isak Nyai Suratih sambil melangkah ke kaki Aditya dan memeluknya. "Suratih tidak akan mungkin melakukan itu pada Kirana, meskipun perasaan cemburu Suratih sendiri. Kangmas tahu seperti apa Suratih, baik luar maupun dalam. Kangmas harus percaya, Suratih tidak mungkin..."

"Tidak mungkin, Suratih?" ulang Aditya dengan nada tajamnya. "Kamu berkali-kali berusaha menjebak saya dan kamu membenci Kirana hingga menamparnya di depan banyak orang. Dan jangan kira kamu bisa mengelabui saya, Suratih. Kamu mengatakan pada saya jika kamu memberikan izin pada Kirana untuk bertemu anaknya, tetapi kenyataannya kamu melarangnya!"

"Kangmas!" teriak Suratih sambil meremas kaki Aditya, berusaha meminta pengampunan pria itu. "Maafkan Suratih, tetapi Kangmas harus percaya."

"Kecemburuan kamu membuat kamu kehilangan akal, Suratih. Kamu terus berusaha menjatuhkan Kirana, bahkan rela menyerupainya hanya untuk menjebak saya" geram Aditya penuh amarah. "Sampai kapan pun, kamu tidak akan pernah bisa menjadi Kirana."

Bukan ketidakpercayaan Aditya yang membuat hati Suratih terluka hari itu, melainkan ketika ia melihat seberapa besarnya cinta sang prabu pada Kirana, hingga membuat pria itu tampak sangat marah. Jika Suratih yang berada di posisi Kirana sekarang... mungkin sang prabu akan membiarkannya mati.

****

Aditya sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi. Pasukannya telah berpencar bahkan hingga ke negeri seberang hanya untuk menemukan penawar Kirana, tetapi tak ada perkembangan sama sekali. Penawar Kirana masih juga belum ditemukan dan besok adalah hari terakhir kekebalan tubuh Kirana akan bertahan. Aditya membawa tubuh Kirana yang lemah ke dalam dekapannya. Tubuh wanita itu dingin dan nafasnya semakin lama semakin hilang. Kirana begitu pucat seperti mayat, membuat Aditya semakin hancur.

"Kirana, hentikan," ucap Aditya dengan nadanya yang gemetar. "Jangan bercanda seperti ini. Kangmas tidak menyukainya."

Aditya merapikan rambut panjang Kirana dan membungkuk untuk memeluk wanita itu semakin dalam. Wangi melati memenuhi Aditya, membuatnya tak bisa menahan air matanya lagi. Wangi melati itu kini berbeda, sebab tak lagi ada kehangatan di sana. Aditya menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Kirana dan menangis. Ketakutan ini kian nyata dalam dadanya. Aditya masih belum siap kehilangan Kirana. Ada banyak hal yang ingin ia lakukan dan tunjukkan pada wanita itu. Kirana bahkan belum melihat Respati yang sudah mulai bisa berbicara. Aditya tidak tahu harus bagaimana jika Kirana meninggalkannya. Ke mana ia harus beristirahat? Bagaimana ia harus mencintai lagi? Sungguh, Aditya belum siap melupakan wangi melati yang selalu bersamanya itu.

"Kirana..." erang Aditya, berharap tangisannya dapat membangunkan wanita yang sangat ia kasihi itu. "Pukul Kangmas  benci Kangmas dan maki Kangmas sesukamu, lakukan apa pun yang kamu inginkan, asalkan jangan seperti ini."

Aditya menatap wajah Kirana yang pucat. Ia mengusap pipi wanita itu dengan tangannya yang gemetar. Air matanya terus turun dan beberapa bulir jatuh mengenai pipi Kirana. "Tidak, tidak, kamu pasti akan bangun besok," ucap Aditya, memaksakan senyumannya. "Kamu adalah wanita yang kuat. Kamu adalah Bendara Ayu Kirana, wanita yang takkan gentar pada apa pun."

"Jangan tinggalkan Kangmas..." bisik Aditya lagi sambil mencium dahi Kirana dengan air matanya yang terus menitik. Pelukannya kian mengerat di tubuh wanita itu, berusaha memberikan kehangatan pada tubuh Kirana yang semakin mendingin. "Jika kamu berani meninggalkan Kangmas, Kirana, Kangmas akan meruntuhkan langit hanya untuk mencari kamu."

Aditya adalah pria berprinsip baja dan apa yang keluar dari mulutnya, tidak akan pernah ia ingkari. Ia akan mendapatkan apa pun untuk mendapatkan keinginannya, meskipun jika konsekuensinya harus terseret ke dalam neraka paling panas sekali pun. 

TBC....

Haiii pa kabs, selamat menikmati✨️

Aku yang menulis ini bahkan lebih banyak relate sama Suratih daripada Kirana😭🤸‍♂️. Memanifestasi ini bagi kita semua agar kita bisa menemukan Aditya kita masing2. Amin.

PUSAKA CANDRA✔️Where stories live. Discover now