37. TABIB

14.7K 2.6K 189
                                    

Pagi itu, Kirana dikejutkan dengan kedatangan seorang tabib ke kamarnya. Kirana tiba-tiba saja disuruh berbaring di ranjang berkelambunya oleh Nyai Suratih. Sang tabib memeriksa denyut nadinya dan juga jantungnya, kemudian menanyakan beberapa hal yang cukup tabu menurut Kirana, seperti kapan terakhir kali ia datang bulan. Kirana menjawabnya dengan jujur dan menyadari bahwa bulan ini ia belum kedatangan tamu. Ia sempat termenung beberapa saat dengan wajah paniknya dan hal itu sepertinya disadari oleh sang tabib.

"Anda belum hamil, Bendara Ayu. Tenang," ucap sang tabib yang ditanggapi dengan anggukan dari Nyai Suratih. "Saya hanya ditugaskan untuk memeriksa kesuburan Anda."

Kirana menatap tabib itu cukup lama, sebelum menganggukkan kepalanya mengerti. Nyai Suratih kemudian mengantar tabib itu keluar sembari berbincang-bincang dengan suara yang lebih dipelankan dari biasanya. Kirana menatap punggung wanita itu yang menghilang dari balik pintu, lalu turun dari ranjangnya sendiri. Ia menatap Ni Manika dan Ranti dengan tatapan tidak mengertinya. Ranti membalasnya dengan tatapan yang sama, sedangkan Ni Manika tetap tenang.

"Aneh, Nyai Suratih tidak lagi mengirimkan herbal itu," gumam Kirana pada dirinya sendiri yang didengar oleh Ni Manika dan Ranti. Nyai Suratih tidak pernah bolong dalam mengirimkan herbal tersebut setiap harinya. Namun, hari ini berbeda. Yang dikirimkan ke kamarnya malah teh madu dengan jahe, persis seperti yang diminumnya di rumah Empu Dharma.

Ada satu titik di mana, ia merasa semua orang kini seolah berusaha membodohinya. Kirana memiliki firasat jika ia sebenarnya sudah hamil, tetapi entah mengapa orang-orang di sekitarnya malah mengatakan sebaliknya. Ia mengusap perutnya sembari berjalan mondar-mandir dengan wajah gusar. Kirana menggigit kukunya sendiri. Ia tidak pernah menentang kehamilan, hanya saja Kirana takut jika ia harus dipisahkan dengan anaknya nantinya. Namun, tentu saja seberapa besar pun usahanya untuk tidak hamil, tidak akan sebanding dengan usaha Aditya untuk membuatnya hamil. Kehidupan percintaan mereka membara dan panas. Kirana tidak yakin ia bisa selamat jika tidak meminum herbal pencegah kehamilan. Masalahnya adalah, herbal itu tidak boleh diberikan tanpa seizin wanita utama. Mendengar itu, Kirana hampir mencekik abdi dalem yang bertugas di sana saking jengkelnya.

"Mengapa Anda tidak ingin memiliki anak?" tanya Ranti tidak mengerti. "Bukankah Anda menyukai anak kecil, Bendara Ayu?"

"Ya... tetapi... ini... ini rumit, Ranti," ucap Kirana perlahan dengan pelannya.

"Anda harus memiliki anak, Bendara Ayu," ucap Ni Manika lagi. "Anak itu akan menjadi kekuatan Anda di keraton ini."

"Tetapi, saya tidak ingin anak saya dipisahkan dari saya," gumam Kirana lagi dengan nada khawatirnya.

Ni Manika menghela nafas pelan, menyafari kegusaran wanita itu. Begitula kehidupan keraton. Ibu kandung yang ingin menemui anaknya sendiri harus mendapat persetujuan dari wanita utama. Sungguh, kedalaman hati orang keraton jauh lebih tidak tertebak daripada kedalaman laut itu sendiri.

"Jika saya memiliki kekuatan, tetapi anak saya diambil dan diurus oleh orang lain, apa makna dari semua itu?" jawab Kirana lagi mulai terpancing perasaannya. Matanya berair dan ia ingin menangis.

"Di mana kaki berpijak, di situ langit harus dijunjung, Bendara Ayu," gumam Ni Manika perlahan. "Anda sudah menjadi bagian dari keraton, maka Anda harus mengikuti tata kramanya."

"Saya tidak pernah setuju untuk semua ini," sergah Kirana gemetar. "Ya, saya setuju pada Adipati Bisma tetapi tidak pada Prabu Aditya. Saya tidak pernah setuju untuk ikut bersama pria itu ke sini. Dan kini, semua orang mengharapkan saya hamil anak pria itu. Lalu, ketika besarnya, anak itu akan diambil dari saya. Saya wanita, Ni, bukan hewan."

"Kenapa harus gusar untuk sesuatu yang belum pasti Kirana," gumam Nyai Suratih yang tiba-tiba saja sudah hadir di ruangan itu, membuat Ni Manika dan Ranti buru-buru pamit undur diri dari situ. Ketika mereka berduaan saja, Kirana menundukkan kepalanya, menyembunyikan matanya yang berair. Nyai Suratih mendekati Kirana perlahan dan berhenti ketika jarak mereka cukup dekat.

PUSAKA CANDRA✔️Where stories live. Discover now