44. ANINDY

15.4K 2.7K 116
                                    

Setelah penampilan yang memukau disajikan dalam hari tumbuk itu, tamu yang hadir dipersilahkan untuk menyantap makanan yang telah disiapkan oleh abdi dalem atas pilihan Nyai Suratih sendiri. Para adipati tinggi tersebut saling berbincang, tertawa dan tidak sedikit dari mereka yang menggunjingkan seberapa menariknya Kirana, bahkan di dekat Aditya sendiri. Perkataan mereka selalu sama, yaitu mengenai kecantikan Kirana yang tak biasa; kecantikan yang menguarkan aura sensual seperti halnya Dewi Kamaratih.

Aditya yakin sekali, apa yang dilakukan Kirana malam ini akan memancing kabar dan rumor keesokan harinya. Orang-orang akan semakin penasaran pada Kirana dan mungkin lebih parah lagi; mereka akan tertarik pada wanita itu dan berusaha merebut istri kecilnya itu. Kecantikan Kirana yang tersiar akan memancing pria berkuasa lain untuk memilikinya. Dan hal itulah yang ditakutkan Aditya, maka ia selalu berusaha menyembunyikan Kirana -pusaka kesayangannya, yang hanya boleh dipajang di depannya.

"Kangmas... tenanglah," ucap Nyai Suratih khawatir, sebab Aditya tampak gelisah malam itu. Kegelisahan Aditya adalah sesuatu yang hanya bisa disadari oleh orang terdekatnya, sebab dari luar, ekspresi pria itu tampak datar, kecuali cengkeramannya yang begitu kuat di sandaran kursinya.

"Di mana Kirana?" tanya Aditya dingin, membuat Nyai Suratih menarik tangannya dari tangan suaminya sendiri dengan perasaan sungkan luar biasa.

"Apa Suratih perlu memanggil Kirana kemari..."

"Tidak," potong Aditya tegas. "Jangan."

"B-baik, Kangmas," gumam Nyai Suratih patuh.

"Saya ingin beristirahat, Suratih," ucap Aditya lagi kemudian berdiri dari kursinya dan memaksakan senyum pamitnya pada tamunya dan meminta mereka untuk meneruskan kegembiraan di malam yang hangat itu. Nyai Suratih buru-buru mengikuti suaminya keluar dari Pendapa Agung itu, sebab ia merasa sangat bersalah pada sang prabu.

"Saya bisa sendiri," potong Aditya sambil menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Suratih dengan tatapan tajamnya. Suratih refleks berhenti dan menundukkan kepalanya. Ia mengangguk sopan, memberi pesan bahwa ia mengerti maksud Aditya. Mata Suratih berair. Aditya tidak pernah bersikap sedingin ini padanya. Dan malam ini, pria itu tampak begitu berbeda, seperti dingin dan tak tersentuh.

Aditya melangkahkan kakinya ke tempat keputren, berusaha mencari Kirana dan menekankan kepemilikannya pada gadis itu -kali ini, Aditya bersumpah ia akan melakukannya dengan sangat jelas, sampai Kirana akan menyadari siapa pemiliknya sekarang. Namun, langkahnya memelan, sebab ia menangkap figur familiar yang juga berjalan ke arahnya dengan ditemani oleh abdi dalemnya.

"Adimas," ucap Den Ayu Anindy dengan senyuman hangatnya, sembari merentangkan tangannya pada Aditya. Aditya menahan nafasnya. Ia sedang tidak dalam perasaan baik untuk berbincang, tetapi Aditya juga tidak tega menolak kakak perempuannya yang selalu membantunya itu. Den Ayu Anindy membawa Aditya masuk ke dalam pelukannya dengan hangat, sebelum memberi salam sopan pada pria itu.

"Sangat sulit bertemu dengan seorang Prabu Aditya sekarang, bukankah begitu?" canda Den Ayu Anindy sambil melingkarkan lengannya di sikut Aditya dan membawa pria itu ikut melangkah bersamanya.

"Bagaimana kabar Kakak dan keluarga?" tanya Aditya, membuka percakapan dengan Anindy, berharap ini segera berakhir, sebab ada hal mendesak yang harus ia urus.

"Baik. Sangat baik. " ucap Anindy dengan tawa lembutnya. "Malam yang hangat ini, bagaimana kalau kita merayakan hari tumbuk Prabu Aditya dengan minum secangkir teh dan juga manisan khas keraton Surabaya?"

Aditya tidak bisa menolak, tentu saja. Salah satu kelemahan Aditya adalah Den Ayu Anindy; kakak perempuannya yang berasal dari ibu yang berbeda. Den Ayu Anindy-lah yang sejak awal membantunya untuk menyesuaikan diri dengan tata krama keraton. Wanita itu juga yang membantunya memilih garwa padmi dan selalu ada di sisinya untuk membantunya menyelesaikan masalah ngalebet* keraton. Anindy banyak berjasa atas hidup Aditya dan yang terpenting wanita itu sudah menemaninya sejak ia belum menjadi apa-apa.

PUSAKA CANDRA✔️Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu