55. MAAF

12K 2.2K 211
                                    

Sendirian dan kesepian adalah sahabat Kirana ketika ia menjadi pencuri di desa nelayan. Namun, ketika ia masuk dalam keraton Prabu Aditya, Kirana akhirnya dikelilingi oleh orang-orang yang ia kira peduli padanya dan menyayanginya. Kini, semuanya terasa jauh. Hubungan Kirana dan Nyai Suratih mendingin, begitu pula dengan Prabu Aditya.

Membiasakan diri lagi dengan perasaan sendiri dan sepi adalah hal yang sangat menyakitkan, apalagi kini perasaan itu dibarengi dengan perasaan rendah diri. Aditya yang mengunjunginya hanya untuk menidurinya, membuat keyakinannya sebagai seorang pelacur semakin menguat. Nyai Suratih pun juga enggan menatapnya. Namun, wanita itu masih sesekali mengunjunginya dengan seorang tabib, menanyakan keadaannya dan membuatkannya camilan serta minuman hangat yang mampu meredakan perasaan mualnya. Kirana pernah meminta maaf pada wanita itu dan Nyai Suratih hanya tersenyum lembut, mengucapkan 'tidak apa-apa' dan pergi dari situ. Permintaan maaf itu nyatanya tidak mengubah apa-apa. Nyai Suratih masih tidak mau melihatnya.

Menginjak dua bulan lebih kehamilannya, Prabu Aditya kian jarang menyentuhnya. Meskipun begitu, Kirana sadar pria itu sering mendatangi kamarnya, tidur di sisinya dan menghilang sebelum ia bangun, meninggalkan jejak wangi cendana khasnya. Kirana masih marah pada Aditya dan pria itu tidak meminta maaf lagi sejak malam itu. Namun, Aditya masih memberikan perhatiannya pada Kirana secara tak langsung. Pria itu sering menanyakan keadaan Kirana lewat Nyai Suratih dan Ni Manika, termasuk menanyakan apa yang sedang Kirana idamkan.

Kirana juga selalu mendapatkan rangkaian bunga setiap harinya di meja riasnya, yang mana ia tahu pasti itu berasal dari Prabu Aditya. Setiap minggu, Kirana juga mendapat hadiah berupa pakaian dan perhiasan dari Aditya, seolah-olah pria itu ingin membuatnya betah dengan memberikan semua hadiah dan barang berharga. Tentu saja barang-barang itu takkan mampu menjadi alasan Kirana untuk menerima posisinya sebagai garwa-ampeyan. Namun, ia tetap menerimanya, sebab Kirana sedang malas berdebat dengan Aditya.

Usia kehamilan Kirana kini telah menginjak tiga bulan lebih. Perutnya yang membesar sudah mulai terlihat. Usia kehamilan yang muda itu membuat Kirana masih sering mual, meskipun tak separah sebelumnya. Kehamilan itu juga membuat perasaan Kirana jauh lebih peka dari biasanya dan rumor kejam yang kian bermunculan, membuat Kirana menangis di kediamannya sendiri hampir setiap hari. Untuk mengatasi kesedihan dan keterpurukan nona mereka, Ni Manika dan Ranti pun selalu berusaha menyelundupkan jajanan di pasar dan menceritakan kejadian lucu mereka. Ya, untuk saat ini hanya itulah satu-satunya hiburan untuk Kirana. Cerita dan jajanan itulah yang membuat Kirana bisa tetap bertahan dari keterpurukannya.

Kirana sering memohon izin untuk keluar dari keraton dan permohonannya itu langsung diloloskan oleh Prabu Aditya, dengan catatan, Kirana hanya boleh keluar paling banyak dua kali dalam seminggu. Kirana tentu saja akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Hanya saja, kehamilan ini membuatnya tidak bisa segesit dulu. Kini, ia mudah lelah dan jika terlalu lama berdiri atau berjalan, Kirana merasakan punggung bawahnya pegal sekali, persis seperti saat ini.

Kirana meremas pinggiran ranjangnya dengan nafas beratnya. Kini, Kirana tengah berlutut menghadap sisi ranjangnya dengan Ni Manika yang mengurut punggung bawahnya. Rasanya pegal sekali, seperti akan patah. Kirana mengerang lembut sembari bergerak gelisah saat Ni Manika menekan punggung bawahnya dan mengurutnya ke atas.

"Lebih keras, Ni," mohon Kirana sambil meremas pinggiran ranjangnya. Nafasnya memburu. Mengapa tidak ada yang pernah menceritakan pada Kirana jika kehamilan bisa membawa penderitaan seperti ini? Atau mungkin ini hanya terjadi pada Kirana saja? Sebab semua orang yang hamil tampak baik-baik saja.

"Apa ini wajar, Ni?" tanya Kirana sembari menyandarkan dahinya di pinggiran ranjang.

"Yang tidak wajar semangat Anda, Bendara Ayu," balas Ni Manika sedikit jengkel. Hari ini, Bendara Ayu mereka sangat bersemangat. Wanita itu berjalan cukup jauh dan sesekali juga berlari kecil, padahal wanita itu sedang hamil. Maka tidak heran, malam ini nona mereka merasa punggungnya akan patah. Sudah berkali-kali Ni Manika meminta nonanya untuk beristirahat, tetapi Kirana terlalu bersemangat untuk merasakan kebebasannya.

PUSAKA CANDRA✔️Where stories live. Discover now