41. KEHAMILAN

18K 2.6K 131
                                    

Kirana bangun ketika ia merasakan usapan lembut di punggung telanjangnya. Ia mengerjapkan matanya perlahan dan mendapati dirinya kini tengah tertidur di dada Aditya. Kirana mengeratkan pelukannya di pinggang Aditya sembari menggerakkan kakinya, menggesek lembut kaki pria itu. Rasanya begitu hangat dan menyenangkan. Kirana tidak ingin berpindah atau bangun sedikit pun. Ia menyukai pelukan Aditya di pinggangnya dan usapan pria itu di punggungnya. Detak jantung Aditya berdetak tenang di telinga Kirana, memberikan perasaan hangat tersendiri baginya.

Matahari telah terbit dan cahayanya menembus sela-sela dinding kayu jati kediaman Aditya, memberikan penerangan yang lebih jelas dari semalam. Rambut wanita itu terasa begitu lembut di kulit Aditya. Ia mengusap punggung Kirana dan menarik wanita itu masuk semakin dalam ke pelukannya. Kulit Aditya yang jantan bertemu dengan kulit Kirana yang feminin tanpa halangan apa pun. Selimutnya bahkan sudah bergeser hingga ke pinggang, menampilkan punggung sempit wanita itu.

"Kangmas tidak ingin bangun," bisik Aditya pelan sembari memejamkan matanya.

"Jangan bangun kalau begitu," ucap Kirana dengan senyuman manjanya. Ia menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Aditya yang erat, seperti kucing pada benda kesukaannya.

Aditya menghela nafas pelan. "Andai semudah itu," balasnya lagi dengan usapannya yang terus naik hingga ke tengkuk Kirana, sebelum turun perlahan menyusuri lekuk punggung wanita itu.

"Sebentar lagi, Kangmas akan berusia 32 tahun," bisik Kirana perlahan. "Apa rasanya hidup selama itu?"

Aditya tertawa mendengar pertanyaan Kirana. Ia mencium puncak kepala wanita itu dengan perasaan gemas. "Membosankan di awal, tetapi semakin lama, semakin menarik."

"Karena Kirana?" balas Kirana dengan nada menuntutnya yang terdengar begitu menyenangkan di telinga Aditya. Wanita itu bahkan sampai mendongak, menatap Aditya dengan matanya yang berbinar lembut.

"Karena anak kita," koreksi Aditya, mengundang senyuman manis Kirana.

Kirana tiba-tiba saja mendorong lembut tubuh Aditya agar kembali berbaring. Wanita itu perlahan-lahan merayap ke atas tubuh Aditya, hingga kini Kirana berbaring telungkup di atas tubuh suaminya sendiri. Aditya menyapu rambut panjang Kirana hingga berkumpul di satu sisi. Hal itu dimaksudkan agar aksesnya di punggung Kirana semakin bebas. Kirana menunduk kemudian mencium rahang Aditya dengan ciuman lembutnya.

"Berarti karena Kirana, Kangmas?" tanya Kirana lagi, menunggu jawaban Aditya dengan tatapan tidak sabarannya.

"Mengingat kamu tidak ingin hamil anak Kangmas, jadi jawabannya bukan," goda Aditya, membuat Kirana memasang wajah marahnya.

"Kangmas," keluh Kirana sembari menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Aditya dan berpura-pura menangis. "Alangkah kejamnya Kangmas pada Kirana."

Aditya kembali tertawa lebar, merasa terhibur dengan semua sikap manja Kirana pagi ini. Ia sangat menyukai sikap Kirana yang seperti ini, mengingat wanita itu selalu memasang topeng kuat dan arogannya di mana pun dia berada. Sisi Kirana yang ini membuat Aditya semakin ingin menarik wanita itu masuk ke dalam pelukannya dan memanjakannya dengan sentuhan dan cumbuannya.

"Dasar," ucap Aditya gemas sembari membalikkan posisi keduanya dengan mudah, hingga kini Kirana berada di bawahnya. Kirana tertawa polos sembari membelitkan kakinya di kaki Aditya dan mengalungkan lengannya di leher pria itu. Kirana mengusap lembut tengkuk Aditya, di kala tatapannya terpaku pada bibir pria itu.

"Cium, Kangmas," pinta Kirana dengan nada manjanya. Aditya menunduk dan berniat ingin melabuhkan ciuman di bibir Kirana, sampai terdengar suara lembut dari luar kamarnya.

"Nyuwun pangapunten, Prabu Aditya. Matahari telah terbit. Nyai Suratih telah tiba. Izinkan kami membantu Anda ber-"

"Saya akan melakukannya sendiri pagi ini," seru Aditya, memotong perkataan abdi dalemnya. Terdengar gumaman lembut dari sang abdi dalem sebagai tanda kepatuhan mereka yang sempurna pada Aditya.

PUSAKA CANDRA✔️Where stories live. Discover now