Prolog

14.8K 827 11
                                    

Ketika aku melihat beberapa staf kantor ini berkumpul dan membicarakan sesuatu di waktu istirahat, aku memilih untuk bersikap seolah-olah di dunia ini hanya ada aku seorang. Aku selalu berprinsip untuk berinteraksi dengan manusia hanya jika itu berhubungan dengan tugas kelompok saat SMA dan kuliah, pekerjaan di kantor, dan aktivitas formal lainnya.

Tak punya teman sudah bukan hal baru dalam hidupku. Saat SMA adalah awal dari aku menarik diri dari lingkungan pertemanan. Masa-masa yang penuh dengan warna, tak terkecuali warna hitam yang kelam.

Saat kuliah, aku dikenal sebagai mahasiswi kupu-kupu. Tak ikut organisasi mana pun meski selalu dipaksa oleh para senior saat aku masih menjadi mahasiswi baru. Aku lebih sering meminjam buku-buku dari perpustakaan universitas agar bisa aku bawa pulang dan baca dalam kamarku yang selalu berantakan.

Aku tidak bisa menutup telingaku atau tidak memikirkan apa yang aku dengarkan dari percakapan antara tiga orang berpakaian kantoran, yang tak lain adalah perempuan-perempuan yang berada di divisiku. Ini bukan hal yang baru. Kali ini, topik pembicaraan mereka adalah seorang perempuan dari divisi lain yang tengah hamil di luar nikah dan mereka mencurigai pelakunya adalah bos kami sendiri.

Gosip. Rumor. Dibicarakan oleh orang-orang.

Saat SMA, aku tidak menyadari bahwa aku adalah tokoh utama dan sering menjadi topik pembicaraan oleh para penggosip di sekolah. Duniaku saat itu terlalu berpusat pada seseorang.

Aku memegang gelasku dengan kedua tangan ketika wajah seseorang muncul di benakku.

Lio....

Setiap kali nama itu teringat, wajahnya akan muncul di ingatanku dan potongan-potongan kenangan kebersamaanku dengannya berputar kembali. Tentu saja, sampai kapan pun aku tak bisa melupakannya karena dia hampir setiap malam muncul dalam mimpiku dan aku hanya akan terbangun dengan luka di hati yang semakin melebar setiap hari.

Dia pergi sepuluh tahun lalu dari hidupku tanpa memberikan alasan yang jelas dan membuatku sempat tak terarah meski pada akhirnya aku berhasil melewati masa-masa itu dan mulai menjalani hari-hari dengan luka di hati yang tak pernah sembuh.

Entah di mana keberadaannya dan entah bagaimana keadaannya sekarang. Aku tak pernah mau tahu tentangnya karena aku takut jika dia telah hidup bahagia dengan perempuan lain. Aku selalu berusaha membohongi diriku sendiri bahwa aku sudah tidak mencintainya lagi, tetapi setiap kali aku berbohong pada diri sendiri aku akan merasakan sakit di hatiku.

Sakitnya masih terasa seperti saat dia memutuskan untuk berpisah.

Kata orang-orang, cinta pertama itu sulit dilupakan.

Dan dia adalah cinta pertamaku sekaligus seseorang yang membuatku rela memberikan kegadisanku untuknya 12 tahun lalu.

*** 

🍂

catatan:

haii

Ini cerita terbaru. Semoga suka dan selamat membacaaa 🧡 

love, 

sirhayani


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
DaraWhere stories live. Discover now