PART 9: PAGI BERSAMA KAMU

Börja om från början
                                    

Kamila meraih ponselnya yang bergetar di meja makan, selagi Daffa mandi dia duduk di sana menunggu. Kamila menyentuh ikon berwarna hijau.

"Assalamualaikum ma."

"Walaikumsalam, mama pikir kamu belum bangun." Mujur sekali dia sudah bangun, jika mama tahu dia kesiangan bisa kena semprot. Kamila menghela napas jengah, berharap mama tidak berbicara keras di paginya yang tenang itu.

"Sudah dong."

"Sudah sarapan?"

"Belum, ini masih nunggu kak Daffa."

"Oh... kamu masak apa pagi ini Mila?"

Mampus! Kena semprot nih kalau mama tau bukan aku yang masak, malah kak Daffa.

"Ma-masak... masak..."

"Masak apa sih?"

"hm... nunggu kak Daffa ma, kak Daffa yang mau masak katanya. Aku sudah mengajukan diri kok mau masakin tapi dia gak mau."

"Astagfirullah Kamila! Kamu tuh istri! Bukan suami yang mesti dilayanin, dimasakin lagi?! Kok kebalik sih! Kamu juga, kok mau-maunya dimasakin suami. Kamu dong yang inisiatif ambil peran itu, ya Allah ini nih efek dulu gak merhatikan mama di dapur."

Mood-nya jadi anjlok pagi-pagi begini, bola mata Kamila berputar malas. Kesal mendengar ucapan mama.

"Kan Kak Daffa sendiri yang bilang mau masak, toh bukan aku yang nyuruh dia masak mama." Diiringi napas frustasi Kamila.

"Tetap aja! Masa suami yang masakin istri, terus besok Daffa lagi gitu yang masakin kamu? Kamu tinggal nunggu duduk santai? Kamu itu sudah jadi seorang istri Kamila."

"Iya ma... iya. Nanti Kamila telpon lagi ya." Sambungan telpon itu terputus begitu saja tanpa diakhir salam, Kamila terlanjur kesal dan semakin merasa tidak berguna.

"Siapa yang nelpon La?" suara bariton masuk ke kedua rungu perempuan yang baru saja memutuskan sambungan telpon secara sepihak itu. Kamila menoleh memandang Daffa yang baru saja turun dari tangga dan berjalan mendekat. Pria itu mengenakan celana pendek berwarna hitam dan kaus oblong berwarna putih polos. Rambutnya masih setengah basah.

"Oh, mama kak."

"Mama kenapa?"

"Gak papah." Jawaban 'gak papah' kalau yang mengucapkan perempuan pasti maknanya sebaliknya alias 'ada apa-apa'. Daffa tidak memaksa jika perempuan itu tidak mau menceritakan yang sebenarnya.

Benak Kamila riuh mencemooh dirinya sendiri 'useless', apa dia memang tidak bisa diandalkan sama sekali? Cewek itu bangkit mengekori Daffa. Berniat membantu. Dia berdiri di samping pria tinggi itu hingga dapat menangkap aroma parfum yang digunakan Daffa, aroma buah-buahan yang bercampur dengan floral yang segar menusuk mukosa Kamila. Perempuan itu seketika merasa nyaman akibat aroma segar yang menguar dari tubuh Daffa. Perlahan dia melupakan perkataan mama yang gahar tadi.

Daffa mencuci bersih kulit ayam, lalu memotongnya dengan ukuran setengah telapak tangan. Menu sarapan mereka pagi itu adalah nasi daun jeruk dan kulit ayam crispy. Daffa yang sibuk mengolah kulit ayam itu, sementara Kamila diperintahkan untuk memotong halus daun jeruk. Perempuan yang sudah memegang pisau itu malah terdiam melihat Daffa yang gesit menuangkan bawang putih cincang, cabai bubuk, kaldu jamur, dan garam pada wajan anti lengket yang berisi kulit ayam. Pria itu mengaduk kulit ayam tersebut sampai tercampur rata dengan rempah-rempah yang telah dibubuhkan. Sudut mata Daffa menangkap Kamila yang bisu mengamatinya. Pria itu jadi sedikit salah tingkah jika diperhatikan seserius itu.

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

"Kamila

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

"Kamila."

"I-iya kak?" mendapati Kamila agak terkejut karena ketahuan mengamati dirinya, lelaki itu terkekeh pelan. Kamila bisa melihat mata Daffa sedikit menyipit karena tertawa.

"Selembar daun jeruk gak cukup La." Lantas pandangan Kamila menengok ke bawah. Dia baru memotong halus satu daun jeruk.

"Tulang daunnya yang keras, yang ada di tengah tuh kamu jangan ambil. Dibuang aja. Jadi pisahin dulu dari itu, baru potong kecil-kecil daun jeruknya." Lanjut Daffa yang sudah berhenti mengaduk kulit ayam yang ada di wajan.

"Tulang daunnya gak terlalu keras kok kak." Perkataan Kamila yang polos dan tindakannya yang menekan-nekan tulang daun jeruk itu membuat Daffa gemas.

"Iya tapi rasanya tuh pahit." Jika tidak ingat kalau mereka tengah memasak, ingin sekali Daffa mengacak pelan surai perempuan yang berdiri di sampingnya itu.

Daffa meraih wajah lainnya untuk menumis garlic oil hingga kecoklatan, lalu menuangkan daun jeruk yang sudah dicincang halus.

"Tolong ambilkan mentega."

Kamila lekas menjumput wadah yang terbuat dari kaca yang berisi mentega dan memberikannya pada Daffa. Jemari Daffa yang tanggap dan terlihat cakap saat memasak, tidak melunturkan kesan gagah dan jantan pada dirinya.

"Iya Kak, semester ini kami sudah bisa kuliah luring. Kasus positif covid sejak empat bulan lalukan semakin turun. Jadi pihak fakultas sudah menginfokan pelaksanaan kuliah luring." Jawabnya usai mengunyah kulit ayam yang terasa sangat gurih. Enak banget. Piring Kamila hanya menyisakan beberapa kulit ayam yang renyah itu, nasi daun jeruk sudah tandas lebih dulu.

Jujur saja, akibat belum pernah merasakan perkuliahan tatap muka di kelas. Kamila merasa tidak sabar sekadar menunggu hari pertama masuk kampus dan duduk di kursi mendengar materi dari dosen. Bukan hanya itu, mahasiswa biasanya disibukkan oleh organisasi. Kamila ingin sekali merasakan itu semua, meski terkadang tidak semua dirasa menyenangkan.

"Meski keadaan tampaknya baik-baik saja, apapun bisa terjadi La. Kamu harus hati-hati dan selalu taat prokes."

"Iya dong, aku mana mau kena denda karena gak pake masker. Aku juga sudah vaksinasi tahap dua. Program studi kami juga sudah menyebarkan secara online formulir kesiapan perkuliahan tatap muka untuk kami isi."

"Kak Daffa, motor honda scoopy yang diparkir deket teras boleh aku pake gak?"

Daffa mendongak memandang perempuan yang juga sedang membidik kedua netranya. Tidak mungkin Daffa selalu mengantar dirinya kemana pun, bukannya mahasiswa dibentuk jadi mandiri di tanah rantau? Masak, mencuci, kemana-mana mesti sendiri. Ya walaupun status Kamila adalah seorang istri sekarang dan ikut suami menetap di Samarinda, tetap saja ibu kota Kalimantan Timur ini tanah rantau baginya. Lumayan nekat sebenarnya karena cewek itu belum pernah berkeliling dengan motor sendiri. Paling hanya mengingat jalan arah ke kampus, efek dulu pernah rempong bolak-balik urus berkas masuk PTN.

"Kamu sudah hapal jalanan di sini? Kalau kesasar gimana?"

"Kan ada google maps kak! Aku Cuma butuh hapalin jalan ke kampus dan pulang ke rumah. Tenang, aku sih sudah hapal jalan ke kampus. Kalau pun kesasar ya minta tolong atau buka google maps. Jaman sekarang canggih kak, gak mungkin aku hilang atau diculik Cuma gara-gara kesasar."

Di sudut hati Daffa ada perasaan yang tercubit setiap beberapa kali mendengar panggilan 'kak' dari perempuan di sebrang meja makan ini. Jelas dia bukan senior Kamila di kampus, jadi panggilan yang terdengar seperti adik memanggil kakaknya itu tidak cocok untuk pasangan suami istri seperti mereka. Daffa menghela napas pelan, raut wajahnya terlihat tegang sekarang.

Tidak bisakah gadis itu memanggil Daffa seusil dulu? Nama panggilan yang dibuat Kamila untuk menggoda Daffa waktu itu.

Dia tidak ingat sama sekali ya?

BERSAMBUNG

DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Där berättelser lever. Upptäck nu