PART 9: PAGI BERSAMA KAMU

5.2K 255 1
                                    

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

"Eh!" suara serak itu sedikit memekik. Tungkainya terpaku beberapa langkah dari pintu kamar yang terbuka lebar. Wajah bantalnya masih sangat kentara. Dia juga belum membasuh wajahnya!

Tap...

Telapak kaki itu mendarat di lantai diiringi napas yang tak beraturan. Dadanya ikut naik turun berusaha menormalkan pernapasannya. Keringat mengucur dari pelipis, segera dia menyeka dengan punggung tangan.

"Sudah bangun?" pertanyaan yang sebenarnya tidak butuh jawaban itu menyadarkan Kamila. Cewek itu lalu terburu-buru masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Semenjak bapak meninggal, di rumah hanya dihuni para perempuan yakni mama dan anak-anak gadisnya. Bertahun-tahun tidak pernah lagi merasakan satu atap dengan seorang laki-laki membuat Kamila canggung bukan main saat melihat Daffa dengan celana pendek dan kaus tanpa lengan tadi. Pria itu melakukan pull up dengan pull bar portable yang dipasang di atas pintu. Badan pria itu naik turun, kedua tangannya mencengkram palang tunggal dengan kuat. Otot-otot disepanjang lengannya jelas terlihat, sejenak membuat pipi Kamila bersemu memandang betapa jantannya tubuh itu.

Selain melakukan pull up, Daffa menggunakan treadmill selama kurang lebih sejam.

Sesaat Daffa melirik ke arah pintu kamar yang terbuka dan memunculkan Kamila yang masih menggosok-gosok rambutnya menggunakan handuk kecil. Perempuan itu mengenakan celana pendek selutut dan kaus oblong. Semenjak perempuan itu hadir di rumah Daffa, pak Anwar tak lagi bebas keluar masuk di rumah itu. Daffa akan menghubungi pak Anwar lebih dulu jika membutuhkan sesuatu.

Wajah Kamila pucat tanpa riasan, dia hanya mengoleskan sunscreen di wajahnya. Cewek itu mendekat beberapa langkah ke arah Daffa, sejenak kedua netranya membidik bagaimana jemari pria itu menyugar rambut ke belakang.

"Ma-mau sarapan apa kak?"

"Hm? Tunggu bentar ya, biar aku yang masak. Kamu tunggu bentar di bawah."

Hendak menjadi istri yang taat dan idaman malah suaminya sebaik ini. Ingin ditolak, tetapi perasaan Kamila ciut duluan. Lebih baik mundur, dia tahu Daffa tentu lebih cakap di dapur. Sedangkan dia? Sudahlah mama tahu benar kelakuan Kamila yang sebenarnya penakut di dapur.

Jangan-jangan Daffa tahu kalau istrinya itu tidak pandai memasak dan tidak bisa mempercayai Kamila jika perempuan itu berada di dapur. Entahlah.

"La?" Daffa menangkap pandangan Kamila yang redup, menyiratkan rasa sedih.

"Oke kak, aku tunggu di bawah ya." Suara Kamila terdengar lemah dan senyummu seolah dipaksakan. Gadis itu merasa useless.

Melihat punggung kecil itu menjauh, kedua alis Daffa bertaut. Ada apa dengannya?

***

Pagi itu terasa sepi, berbeda dengan pagi-pagi yang lalu. Bisingnya suara Kamila yang sebentar-sebentar bertengkar di rumah karena menunggu adik bungsunya jika menumpang di kamar mandi miliknya. Suara mama yang keras menegur anak-anaknya agar lekas bangun dan bersiap sekolah, mama yang mengomel setiap kali Kamila dan Kania terlibat adu mulut hanya karena hal sepele, mama yang menggerutu saat Kamila lagi-lagi ketahuan mengambil makanan Kania yang membuat Kania murka dan tidak terima. Rumah itu hanya dihuni tiga orang manusia, tetapi tidak terasa senyap sama sekali. Ada saja kelakuan anak gadis mama yang buat mama bersuara geram.

Rupanya ada rindu yang meletup di dada Kamila, dia mendapati dirinya diam-diam penasaran apa adiknya itu bahagia karena berhasil menjajah kamar miliknya? Tidak ada lagi yang usil merebut makanan Kania dan sengaja mencari masalah. Kamila tertawa kecil mengingat aksi bobroknya jika bertengkar dengan Kania. Raut wajah adik bungsunya itu jauh dari kata ramah saat Kamila masuk ke wilayah teritorialnya alias masuk ke kamar mama. Kania tidur di kamar mama dan Kamila gemar sekali mencari gara-gara dengan membuka pintu kamar itu tanpa menutupnya kembali. Sekadar iseng yang membuat darah Kania mendidih.

DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt