Dunia yang kejam, setiap napas yang selalu menusuk, raga yang tersakiti, harapan yang tidak pernah tercapai, langkah yang selalu berdarah, usaha yang hancur, semua penderitaan ada di sini.
Lebih tepatnya di dunia. Cerita ini hanya menggambarkan sepe...
"Pulang nanti kamu sibuk gak?" Varrel bertanya saat bel pulang sekolah selesai berbunyi.
"Enggak," jawab Ava ditengah-tengah menaruh bukunya ke dalam tas.
"Ngumpung nanti malam mingguan, kita nge-date yuk."
"Hah?" Spontan Ava menoleh.
"Kenapa?"
Ava menggeleng kepalanya. "Enggak gak papa. Belum terbiasa aja sama kata itu."
Fyi, Ava juga baru pertama kali berpacaran. Dulu mana ada lelaki yang mau cewek seculun dirinya.
"Ayok aja." Ava menutup resleting tasnya, lalu menyampirkan tasnya kepundak. "Kemana?"
"Terserah kamu, mau kemana?"
Karena Ava tahu jika dirinya hanya menjawab 'terserah' akan menyusahkan lelaki, jadi biarkan dia yang pusing sekarang.
Ava berpikir sejenak. "Timezone aja!"
"Serius?" Varrel bertanya tidak percaya. Biasanyakan cewek milih view romantis untuk berduaan, tapi ini berbeda.
"Iya.... Dulu pas SD aku sering iri liat teman-teman pergi ke timezone sama keluarganya. Ngumpung sekarang udah punya laki, jadi anak kecil sementara gak papa kan?" Mata Ava berbinar.
Varrel terkekeh. Sebenarnya sangat tidak masalah tempat apapun yang akan Ava pilih. Sekalipun itu kuburan atau comberan pun Varrel bakal nurut.
"Yaudah."
<>
"Loh, kok ke rumahmu?" tanya Ava setelah motor mereka berhenti di rumah Varrel. Dia melepas helm pink-nya setelah turun dari motor.
"Kelamaan kalau nganterin kamu ke rumah cuman ganti baju, mending sekalian aja ganti baju di rumahku," balas Varrel ikut melepaskan helm.
''Emang di sini aku ada baju?"
"Masuk aja dulu." Varrel melangkah masuk diikuti Ava.
"Assalamualaikum," sahut Varrel saat memasuki rumah.
Tidak ada jawaban, Varrel tersenyum gembira. Yes! Kesempatan!
"Sini."
Varrel menarik tangan Ava menuju sebuah kamar.
"Ngapain?" Ava mengernyit
"Udah ayok masuk."
Ava pasrah saat Varrel menariknya masuk.
Setelah masuk Ava menatap interior kamar. Barulah dia bisa menyimpulkan bahwa ini adalah kamar bunda Varrel. Karena dia tahu sekali Varrel hanya tinggal dengan bundanya.
Varrel membuka pintu lemari. "Tada..."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
