[62] Terungkap

4.5K 301 1
                                    

Seketika napas Ava bergetar bertanda dia ingin menangis.

"KENAPA LO GAK PERNAH BILANG KE GUE!" Ava langsung memeluk Varrel dengan erat.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Terdengar batukan dari rahang Varrel.

Santi buru-buru mengambil kresek untuk Varrel memuntahkan isinya.

Ava kembali duduk, merasa bersalah. Jika bisa melihat, dirinya pasti akan tambah berteriak histeris melihat yang dimuntahkan Varrel adalah darah.

Ava menunduk murung. "Maaf,  Ava terlalu ya?"

Beberapa detik tidak ada yang menjawab untuk ibu dan anak itu menyudahi aktivitasnya.

"Gak papa," jawab Varrel lembut.

"Varrel kenapa?,,," tanya Ava dengan gemetar. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Dia... masih rentan karena habis oprasi," balas Santi.

"Varrel operasi?!" Mata Ava melebar.

Tidak ada yang menjawab. Santi dan Varrel seperti saling memberi kode. Beberapa detik setelahnya, Santi melangkah keluar ruangan.

Ava bisa merasakan ruangan ini sekarang hanya tinggal dirinya dan Varrel,

Keheningan yang menjadi peran awal. Ava menunduk menahan tangis yang tidak bisa di bendung. Bukan berarti orang buta tidak bisa menangis, mereka memang tidak bisa melihat, namun kelenjar air mata mereka masih berfungsi.

"Kenapa lo gak pernah ngasih tahu gue..." lirih Ava menjatuhkan kepalanya di pinggir ranjang. Rambut tebalnya yang tidak dikucir menenggelamkan wajah cantiknya.

Varrel tidak menjawab. 

"Kenapa Varrel hiks..." Suara Ava hampir tidak bisa di dengar karena mulutnya terbenam di kasur.

"Gue bilang Bunda gue sakit aja lo repot banget. Gak kebayang kalau di situ gue bilang yang sebenarnya," celetuk Varrel. "Gue cuman gak mau ngerepotin lo." 

Ava langsung mendongak menampilkan mata sembabnya. "Jadi waktu itu?!"

"Maaf, aku bohong."

Tangisan Ava tambah menggelegar. Ternyata uang hasil jeripayahnya waktu itu untuk Varrel sendiri...

"Apa karena ini lo putusin gue?"

Varrel menautkan genggamannya pada tangan Ava. Untungnya Ava tidak bisa melihat dirinya yang juga sedang menitikkan air mata.

"Gue cuman mau ngajarin ke lo untuk latihan menjauh dari gue. Peluang selamat dari operasi kanker gue itu gak sampai sepuluh persen. Kalau gue mati, gue gak mau ninggalin lo dengan status kita masih terjalin."

"Tapi kan sekarang lo masih hidup?"

"Iya... tapi gue masih harus jalanin kemoterapi beberapa hari lagi. Nanti kalau sudah baikan, kita balikan deh."

Seketika ada rasa bahagia mengalir di dada Ava. "Lo jangan sakit dulu, besok ulang tahun gue lho, lo gak lupa kan?"

"Iya... gue inget banget kok malahan."

Ava tersenyum. "Kita rayain bareng-berang ya besok?"

Varrel meng-iya-kan.

"Janji?"

"Janji." 

Seorang suster masuk. "Maaf, waktu jenguk pasien telah habis. Sekarang saatnya pasien istirahat."

Ava menyeka wajahnya yang berderai air mata. Saat ingin bersiap pergi, Varrel memanggilnya. 

"Ava, tunggu sebentar."

PelukWhere stories live. Discover now