[37] Hilang

2.5K 264 14
                                    

"Gila gila gila!" Ava menutup mulutnya kembali.

Waah... Keenan ikut melongo.

"A... I... U... E... O... Yes gagap gue ilang lagi!" Ava mengepalkan tangannya girang.

"Lagi...?"

Ava mengangguk seraya melahap serealnya.

"Siapa yang pertama?"

"Varrel."

"Var...rel? Cowok yang selalu sama lo?"

"Selalu sama Ava?"

"Iya, kayak pacar."

Ava menunduk lesu sambil mengaduk serealnya. Agak tidak suka mendengar kata itu.

"Lagian, temenan kok sama lawan jenis. Mana ada yang gak ada perasaan."

Ava hanya mendengus.

"Lo suka, sama Varrel?"

Uhuk! Uhuk! Uhuk! Ava tersedak serealnya. Cepat-cepat dia menetralkannya dengan air putih.

Keenan hanya memiringkan smirk sembari menyantap serealnya.

"Nih ya Va, gue kasih tahu. Lo gak bisa terus-terusan kayak gini. Suatu saat lo bakal tersiksa. Kalau tersiksa, lo bakal mutusin ngejauh dari dia. Kalau udah ngejauh, lo bakal———"

"Kakak sejak kapan punya apartemen ini?" Ava segera mengalihkan perhatian. Sangat tak nyaman berada dalam pembahasan seperti ini.

Keenan menghela napas. Yasudahlah kalau memang adiknya tidak nyaman. "Sejak masuk SMA."

"Memang Papa gak marah kakak tinggal di sini?"

"Papa gak tahu."

"Jadi selama ini kakak diam-diam?"

"Lagian gue juga jarang ke sini."

"Terus untuk apa kakak beli?"

"Kalau bosan dirumah, pelariannya ke sini."

"Emang kakak bisa bosan?"

"Bisalah!"

"Ava kira hidup kakak paling enak."

"Maksud? Enak apanya."

"Gak tahu."

"Paansih!"

"Ya Ava gak bisa jelasin karena kakak gak pernah berada di posisi Ava yang selalu dibandingin sama prestasi kakak.''

Keenan menunduk lesu. "Sorry..." Padahal tanpa sepengetahuan lo, gue juga sering dibandingin kok.

Ava berusaha terkekeh. "Gak papa, mari kit acari topik lain. Gimana kakak bisa beli apartemen yang mahal ini?"

"Selagi punya kredit dari papa, apa yang gak bisa di beli?"

Ah iya, Ava lupa satu fakta itu.

Pasti kalian pernah bertanya dari mana biaya hidup Ava selama ini di tengah keluarganya yang keras. Jawabannya, ada pada kartu kredit yang selalu terselip di dompet Ava.

Keenan, Ava, Lidya, masing-masing diberi kartu credit sejak SMP. Setiap bulan, saldo selalu diperbarui. Bahkan Ava saat itu sangat shock melihat isi saldonya. Bahkan sepuluh gedung apartemen pun sanggup dibeli dengan kartu tersebut.

Tapi dengan begitu Ava dan Keenan tidak pernah berniat menghambur-hamburkan isinya. Biarkan nominal itu terus bertambah sampai ATM meledak.

Tapi dengan Lidya? Oh tidak usah di tanya. Anak itu pasti sudah menghabiskan seluruh uang dengan foya-foya. Bahkan berkali-kali dia bilang nominal ATM-nya kurang.

"Kartu kredit lo masih ada kan?" Keenan menyelesaikan suapan terakhirnya

"Masih." Ava meneguk air putih.

"Kenapa lo gak nyewa apartemen juga?"

"Kenapa? Ava udah gak boleh tinggal sini ya?"

Keenan tertegun. "Eh enggak-enggak. Maksunya kalau lo bosan atau lo udah gak nyaman lo bisa kan tinggal beli apart sendiri?"

"Enggak ah, Ava gak akan bosan kok tinggal di sini, lagian mau ngehamburin uang pun Ava gak bahagia."

Keenan jadi ikut ternyuh mendengar perkataan Ava.

"Tapi ya kak, gue pernah mikir deh. Kayaknya Papa itu sayang tau sama kita. Cuman gak tahu aja cara ngelampiasinnya. Buktinya walaupun kita selalu dikekang, Papa tetap ngasih kita biaya hidup kok. Ya nggak?"

Keenan berpikir sebentar, lalu berdiri membawa mangkuknya yang kosong. "Huh! Pinter banget sih pikiran adikku!" pujinya sambil mengacak-acak rambut Ava gemas.

"Hihhhh! Rambut Ava!" Ava menggerutu.

"Makanya, manggil gak usah pakai nama lagi, pakai gue-lo aja."

"Apa hubungannya?!" Ava mendongak dengan pandangan yang hampir tertutup oleh rambut berantakannya.

"Ya gak ada, tapi kan kita udah deket," ucap Keenan pergi menaruh mangkuk ke wastafel.

Terlanjur berantakan, Ava melepaskan ikatan rambutnya. Menyisir rambut menggunakan jemari.

Tapi kehadiran Keenan yang bertopang dagu menatapnya tiba-tiba membuat gerakannya jadi kikuk.

Keenan menyetop kegiatan Ava dengan menyelipkan jemarinya di sela-sela rambut Ava

"Lo cantik kalau di gerai———"

"SAMBALA SAMBALA BALA SAMBALADO! MULUT BERGETARRRRR LIDAH BERRGOYANG!"

Ava langsung menutup telinganya mendengar irama keras yang berasal dari kamar sebelah.

"AH! AH! CINTAMU SEPERTI SAMBALADO! AH TRRTTTTTTRETTTETETEEZEBRET!"

 @WRITERRZ_

PelukWhere stories live. Discover now