[40] Jatuh

2.3K 264 20
                                    

"Varreeel! Ih tungguin!" Ava segera membereskan bukunya dan mengejar Varrel yang sudah duluan keluar kelas.

"Gak boyeh pegi!" Gerutu Ava bak anak kecil. Dia berdiri di depan Varrel agar lelaki itu tidak bisa kemana-mana.

 Dia berdiri di depan Varrel agar lelaki itu tidak bisa kemana-mana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Varrel mengeratkan jempol dan telunjuknya. Jika keadaan sedang baik-baik saja pasti dia akan mencubit pipi Ava sampai meledak!

"Lo kenapa?" Dahi Ava mengerut dengan tangan yang dia lipat di depan dada. Menambah kesan gemoy-nya berkali-kali lipat.

Dengan wajah datar Varrel, Ava di buat harus bertanya lagi.

"Lo marah sama gue? Gue ada salah?"

Tidak berniat membuang energi dengan pita suaranya, Varrel memajukan kaki kirinya. Tapi Ava menutup jalannya lagi. Jalan ke arah lain, Ava menghadangnya lagi. Begitu terus, hingga Varrel jengah dan menghempaskan tubuhnya ke dinding dengan bersedekap.

"Lo kenapa gak balas chat gue? Sebelumnya kita ada masalah apa ya? Yaudah, gue minta maaf dulu nih ya..."

Tampaknya Varrel tidak memperhatikan omelan Ava. Dia menatap ke arah lain bersenandung dalam hati.

"Atau..." Ava menatap Varrel intens dengan seringai menggoda. "Lo cemburu ya... Gue dekat sama kak Keenan?"

Varrel menatap Ava dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. 

Detik berikutnya, keduanya sama-sama terdiam saling pandang.

"Udah?" Varrel akhirnya membuka suara.

Ava memiringkan kepalanya tidak percaya. Hanya begini balasan Varrel?!

Varrel menjauhkan punggungnya dari dinding dan melangkah pergi.

"Iiih, Varreeell!" Ava mengejar langkah jenjang Varrel.

"Tunnguin kek—"

Brak!


"Aw!..." Ava memekik kesakitan. Beginilah jika langkah tidak singkron dengan otak. Alhasil menciptakan nasib keseleo. 

 Merasa tidak ada bedanya dengan setan jika Varrel begitu saja meninggalkan Ava yang sedang kesakitan. Alhasil dia berbalik untuk menggotong Ava membawa ke motornya.

<>


"Kok di sini sih Va?" Varrel mendongak menatap gedung tinggi tempat memarkirkan motornya.

"Iya, sekarang gue tinggal apartemen," Ava melangkah turun dari motor, namun badannya malah terjatuh. Astaga, bisa-bisanya dia lupa kakinya sedang keseleo!

"Dasar pikun. Baru aja kaki keselo udah coba jalan." Varrel segera melepas helmnya.

"Iya iya... maaf." Ava menunduk.

"Ayo." Varrel menarik tangan kanan Ava menuju pundaknya. 

"Gak usah, sampai sini aja nganterinnya." Ava tersenyum ramah.

"Nurut."

"Untuk?"

"Coba, lo berdiri bisa gak?"

Ava mencobanya, tapi ternyata memang tidak bisa.

"Tuh kan."

Ava hanya menyeringai.

Varrel pun segera menuntun Ava perlahan-lahan memasuki gedung.

"Lantai berapa?" Tanya Varrel saat keduanya telah berada di dalam lift.

"Sebelas."

Varrel memencet tombol angka satu dengan duplikat di sampingnya, dan lift pun tertutup.

"Kenapa jadi tinggal di apartemen?" Tanya Varrel di sela-sela keheningan.

"Ceritanya panjang," balas Ava singkat. 



Ting! Pintu lift terbuka. Varrel kembali menuntun Ava sampai pintu yang ditentukan.


"Merem," perintah Ava saat ingin memencet sandi.

Melihat Varrel sudah memejamkan mata, Ava memencet enam digit angka. Barulah cahaya hijau berkedip bertanda akses telah terbuka. 

Setelah masuk, Varel hanya menurut saat Ava menyuru untuk menaruhnya di kamar saja. Ava pun didudukkan di pinggir kasur, sejenak lelaki itu memandang sekitar.

"Sejak kapan lo jadi tomboy?

Varrel tahu ada yang tidak beres. Memandang arsitektur kamar yang lebih ke gender laki-laki, sangat berkebalikan dengan kamar yang terakhir kali dia lihat. 

"Ssshhh." Ava sedang tidak mau membahas itu. Karena yang lebih penting rasa sakitnya kini.

"Mana yang sakit?" Varrel mendudukkan dirinya di depan kaki Ava. 

"Yang in— AW! JANGAN DI PEGANG VARREL! Sakit! Pelan-pelan dong!" 

"Iya iya, maaf." Kali ini Varrel lebih hati-hati memegang mata kaki Ava. Perlahan tapi pasti Varrel memutar-mutar kaki Ava.

"AAAHH VARREL SAKIIT!" Tak sadar tangan Ava mengacak rambut Varrel.

Tanpa mereka sadari seseong telah menguping di balik dinding.

Varrel terdiam kicep.

Ava tertawa terbahak-bahak melihat kondisi Varrel dengan rambut berantakannya. Ringisan sebelumnya bahkan sampai dia lupakan.

Tak butuh lama ketawa itu menular. Tapi saking asyiknya tertawa, siku Varrel tak sengaja menyenggol kaki Ava.

"AH VARREL! JANGAN SENTUH YANG ITU HUWAAAA...

"Ah—"

Langsunglah pintu kamar terbuka lebar.

"KALIAN NGAPAIN?"

<>


Maaf pendek. Ada kalanya juga author babnya gak terlalu panjang. Ya kali harus seribu keatas terus per-babnya:( nanti jari author jadi kewer-kewer 😥


Instagram: writerrz_

PelukWhere stories live. Discover now