[4] Tidak Berani

4.2K 373 10
                                    

Ava menghela napas jengah. Duduk di depan kelas menatap kekosongan lorong adalah hal yang sangat membosankan.

Benar-benar monoton! Selalu saja dikeluarkan dari kelas!

Bayangkan jika Lidya dan Aurel tidak ada di dunia ini, pastikan Ava akan menjadi anak kebanggaan Papa. Dapat nilai bagus, tidak pernah dipandang rendah. Dua orang itu yang selalu saja menghalangi kelebihan Ava untuk diakui.

Contohnya, Lidya selalu mendapatkan nilai sempurna jika Ava yang mengerjakan tugasnya. Padahal, kalau nilai itu diposisikan pada Ava, Ava yang akan menjadi anak kebanggan Arzan. Terus juga, ada Aurel yang selalu memanfaatkan kepintarannya untuk mendapatkan nilai seratus. Alhasil, Ava yang mendapatkan nilai enol dan dibenci guru.

Kalau gini terus... kapan Ava akan diadili?



Satu jam yang memberatkan, akhirnya pelajaran matematika selesai juga. Setelah ini pelajaran olahraga, Ava harus ganti baju.

Ting! Tapi sebuah notif menahan langkahnya untuk masuk.

Lidya: Ke toilet buruan! Gue ada ulangan MTK.

Ava mendengus, lagi-lagi dia tidak bisa bebas.

Akhirnya Ava berjalan menuju toilet dan masuk ke salah satu bilik tempat biasa mereka bertemu.

"Ini soalnya." Lidya menyodongkan layar ponselnya, memperlihatkan soal fisika yang dia foto tadi. "Kali ini gue kasih lo waktu lima menit!"

Ava terbelak. "Cu-cuman lima menit? Bi-biasanya kan, li-lima belas menit."

"Bodo amat gue gak mau tahu! Pokoknya lo selesaikan semuanya dalam waktu lima menit. Gue mau dapat nilai tambahan karena ngumpul duluan," ucap Lidya tidak peduli.

Ava menelan salivanya. Menjawab tiga puluh soal dalam waktu lima menit?

"Cepetaaann!" Lidya menggeram.

Ava segera mengerjakan. Menyilang satu-satu pilihan ganda yang tertera dilayar.

Semua upaya telah dia kerahkan. Akhirnya selesai juga. Hampir saja dia menghela napas lega, namun melihat wajah Lidya berubah marah jadi tidak jadi.

"Lo telat empat menit lima belas detik!" Lidya menendeang se ember air dan membuat seragam yang dipakai Ava jadi basah kuyup. "Ah gak jadi dapet nilai tambahan kan gue!"

<>

Ava basah kuyup saat kembali ke kelas. Melihat lapangan yang sudah ramai, buru-buru dia berganti baju olahraga. Untung ada pelajaran olahraga, jadi dia bisa mengganti bajunya yang basah.

Setelah berganti baju, Ava menyusul anak kelasnya yang sedang sibuk pemanasan di tengah lapangan.

"Kenapa telat?" tanya pak Dafa selaku guru olahraga. Kata murid-murid sih, mukanya jiplak Mark Lee. Makanya jika pelajaran olahraga, para siswi Aventha pada semangat. Itung-itung cuci mata kata mereka.

"Ma-maaf pak, ha-habis dari toilet," jawab Ava gugup.

"Yasudah masuk barisan!" Pak Dafa lanjut memimpin pemanasan.

Ava mengangguk, masuk barisan.


"Oke anak-anak, hari ini materinya adalah bola basket." Jelas Pak Dafa setelah selesai pemanasan.

Mereka pun mulai melakukan perintah pak Dafa. Mengatur formasi, dan mulai berlatih untuk mengambil nilai.

Lihatlah orang-orang itu, memegang bola bekas Ava saja langsung menjauh. Padahal tangannya bersih-bersih saja kok. Itulah kenapa tim Ava cepat kalah. Solidaritasnya saja miris.

PelukWhere stories live. Discover now