[22] Ketauhan

2.7K 285 5
                                    

Ava mengelap wajahnya dengan tisu. Lidya sudahi pergi dari tadi dengan perasaan tidak bersalah.

Gadis itu menghela napas pelan. Rencana bahagianya malam ini harus sirna. Dan hanya bisa kembali ke kamar, merenung di sana. Kakinya melangkah menjauhi kerumunan. Matanya sempat mengecek sekitar memastikan tidak ada yang melihatnya memasuki rumah.

Ava menaiki tangga, berjalan di lorong rumah megahnya. Saat sampai di tempat tujuan, dia menaiki tangga dan membuka pintu yang bertuliskan gudang.

Itu kamarnya.

Ava masuk bersamaan dengan seorang lelaki yang keluar dari kamar mandi miliknya. Posisinya yang menunduk membenarkan reseleting jeans tambah membuat Ava langsung panik.

"AAA! L-LO SIAPA? BE-BERANINYA MASUK KE KAMAR GUE!" Ava memukul asal lelaki itu menggunakan bantal.

Si lelaki reflek melindungi wajahnya dengan telapak tangan. Bahkan dia juga menyembunyikan telinganya di ujung pundak saking pekaknya mendengar suara cempreng Ava.

"A-ad-aduh! S-stopstop stop!" Lelaki itu meringis. Tidak sakit sih, hanya kaget.

Ava berhenti sebentar. Keningnya mengerut. Seperti pernah mendengar suara ini?

Merasa sudah tidak ada pergerakan lagi, lelaki itu menyingkirkan lengan yang menutupi pandanganya. 

"Ava?" mata Varrel membola.

"Varrel?" Ava ikut melotot.

"Lo ngapain di sini?!" 

"Harusnya gue yang nanya! Lo ngapain di sini?!" Ava memundurkan langkah dengan wajah cemas.

"Eng... gak. Gue gak ngapa-ngapain sumpah. Demi deh!" Varrel menunjukkan kedua jarinya. Berusaha menenangkan wajah gelisah Ava.

"Bohong!" Ava mengacungkan botol kaca.

Varrel tertegun. Senggol bacok juga nih cewek.

"Iya iya, gue ngapa-ngapain," aku Varrel.

Ava melotot. Napasnya langsung memburu.

"Tapi tapi tapi tapi... lo turunin dulu botolnya... baru entar gue jelasin," bujuk Varrel tersenyum paksa.

Ava mendengus. "Oke!" Dia menaruh botolnya ke tempat semula.

Varrel manarik napas panjang terlebih dahulu.

"Kan lo tahu, tadi gue izin ke toilet. Tapi gue nyasar. Gue gak tahu di mana toiletnya, karena rumah ini terlalu gede. Sampailah gue di sini. Ya gue kira ini toiletnya. Gue pakai deh."

Ava menunjukkan wajah datar. "Ini kamar gue.''

"HAH." Varrel berhasil melongo.

Ava menghela napas pasrah. Sangat pasrah. Malam ini dirinya benar-benar lelah. Tak sanggup berpikir jernih. 

Sah sudah rahasianya terbongkar untuk satu orang. 

"Gi-gimana bisa..." Varrel bergumam tidak percaya. Sekali lagi menatap interior kamar yang diisi barang-barang branded nan mahal.

"Bukannya... pas itu rumah lo di..."

"Apa? Di pasar?"

Varrel menjawab dengan anggukan.

Ava menghela napas malas. "Bodo lah, pikir aja sendiri."

Gadis itu berbalik menuju meja riasnya untuk merapikan rambutnya yang berantakan. Dia juga sempat mengambil kapas untuk membersihkan make-up-nya yang luntur seperti vampire.

PelukWhere stories live. Discover now