[42] Posesif

2.5K 244 4
                                    

"Hahahaha! Beneran?!" Ava tak henti-hentinya tertawa mendengar cerita Varrel.

"Beneran! Monyetnya jadi gigit pantatnya deh," kekeh Varrel.

"Udah sepi nih, balik yuk," ajak Ava saat menyadari kelas sudah sepi.

Mereka pun bersiap-siap dan melangkah ke pintu kelas. Bel pulsek sudah dari tadi berbunyi.

"Hai!"

"Ee' pantat monyet!" Varrel memegang dadanya kaget.

Ava pun juga ikut kaget melihat tiga orang tidak diundang main berdiri saja di depan pintu kelas.

"Hai Ava!" sapa Aurel riang. "Hai juga Varrel!" Gadis itu melambai lagi tapi kali ini ke arah Varrel.

Ava mengernyit. Setelah apa yang terjadi, kenapa Aurel jadi berubah drastis? Bahkan senyum itu baru pertama kali tertuju padanya. Ini sangat biasa. Kyla dan Dea pun juga ikut tersenyum manis.

"Mau ngapain lagi kalian?" Tanya Varrel berubah ketus. Tangannya bersedekap. Dia masih terngiang perkataan Keenan.

"Tolong jagain Ava ya?''

"Eh eh, santai dong tuan Varrel... Kita kesini damai-damai kok. Ya gak guys?"

Kyla dan Dea mengangguk bersamaan.

"Kita gak salamanya jahat kook, tenang aja." Kyla tersenyum.

"Kita juga datangnya damai," lanjut Dea.

Varrel menatap Ava. Yang ditatap hanya mengedik, tidak tahu.

"Kita mau ngomong sama lo Va, boleh?" Aurel memohon.

"Tinggal ngomong di sini, enggak bisa?" cetus Varrel.

"Gak bisa... ini masalah ciwi-wici. Masa lo mau ikut campur sih? Ogah banget."

"Pokoknya gue juga harus denger," ucap Varrel seakan tidak peduli.

"Kepo amat gile! Emang lo siapanya dia? Pacar?!"

Varrel sukses tertohok dengan perkataan Dea. Tapi dia segera menguasai diri dan berdehem. "Gue sih tergantung orangnya, lo mau gak?"

Ava seperti orang cengo membalas tatapan Varrel. Sebenarnya dia masih agak ragu dengan sikap Aurel DKK.

"Gini deh, kalau misalnya Ava balik ke lo dengan tubuh yang gak utuh, atau... ada goresan sepentil aja deh, lo berhak bunuh gue."

"Sekalian, gue sama Dea jadiin tumis daging aja sekalian," Kyla melanjutkan omongan Aurel.

"Yaudah, tapi gue awasin dari sini," putus Varrel.

"Oke! Yuk Va."

Aurel menarik tangan Ava agar menjauh hingga Varrel nanti tidak bisa mendengar suaranya.

Ava bisa merasakan genggaman Aurel tidak sekeras dulu. Malah... Lebih tulus?

"Lo mau gak kalau kita berhenti bully lo?" Kali ini Aurel dengan ketiga temannya telah berada di hadapan Ava.

Ava terdiam seribu bahasa. Empat tahun lebih dirundung, bahkan saat jaman-jamannya Aurel belum punya sekutu seperti Kyla dan Dea tidak pernah terpikir olehnya gadis antagonis ini menawarkan kesempatan perak.

"Hey, kok malah melamun?" Aurel bertanya lembut. Sangat lembut, seperti bukan Aurel yang Ava kenal.

"Kita beneran nanya kok, bawa santai aja kali.... Ya nggak?" Kyla mengangkat alisnya.

Kalau sudah begini, siapa yang tahan untuk tidak mengangguk cepat? Tapi Ava masih ragu akan hal itu. Apakah dia boleh menjawab?

"Hei!" Dea merangkul pundak Ava ramah. "Tenang kok, kita murni nanya gak akan ngapa-ngapain. Ada saatnya juga seorang antagonis menyadari kejahatannya."

"Kita sadar selama ini kita salah. Kita minta maaf ya? Peaceee..." Kyla sampai menyatukan telapak tangan dengan pupy ayes.

Ava semakin yakin bahwa mereka telah berubah.

"T-tapi..."

"Tapi apa?" Aurel semakin penasaran karena Ava terlalu menggantungkan kalimatnya.

"Ka-kamu gak papa?" Sebenarnya dalam hati Ava gugup setengah mati menanyakan hal itu. Apalagi saat matanya entah kenapa berani menatap bola mata milik Aurel.

"Gue?" Aurel menunjuk dirinya sendiri.

Ava menggangguk.

"Gue kenapa?"

"Bu-bukannya kemarin kamu jatuh da-dari tangga ? "

Mendadak Aurel tertawa renyah. Membuat Ava semakin bingung.

"Ah masalah itu, It's no problem. Gue baik-baik aja kok, lihat sekarang! Gue baik-baik aja kan, ya ga guys?"

Lagi, dua orang kurcaci itu hanya mengangguk.

"Ma-maaf kemarin aku sampai buat ka-kamu pingsan."

"Cuman di rawat di rumah sakit 12 jam itu gak ada apa-apanya kok, santaiii... Gak usah minta maaf."

Ava tersenyum karena Aurel juga tersenyum lembut ke arahnya.

"Jadi gimana? Lo mau maafin kita?" Tanya mereka bertiga.

Tanpa ragu lagi Ava segera mengangguk.

"Yey!" Aurel dan yang lain langsung memeluk Ava.

Ava juga kaget dengan sikap mereka ini, tapi lama-lama terukir senyum di bibirnya. Apakah dia bisa hidup tenang sekarang?

"Untuk merayakan kedekatan kita, nanti malam kita jalan yuk!" timpal Aurel saat ketiganya telah melepas pelukan.

Ah, ini beneran?! Habis damai langsung jalan sama 'mantan rival?'

"Lo mau kan?" tawar Kyla lagi

Ava yang senang bukan kepalang langsung mengangguk.

"Oke! Nanti malam gue jemput. Tolong share alamat lo di chat ya."

"Dan, oh ya. Nanti lo harus pakai ini ya. Jangan pakai yang lain. Soalnya kita berempat mau couple-an." Aurel menyerahkan tote bag, dan Ava menerimanya

"Bye! Kita tunggu ya!"

Ava balas melambaikan tangan saat ketiganya menjauh.

"Gimana? Lo diapain sama dia?" tanya Varrel.

"Enggak kok, aman Rel." Ava tersenyum tipis.

"Serius?"

"Iya... Aman aja. Mereka malah ngajak damai."

"Masa?" Varrel masih terus mengintrogasi.

"Iya Varrel! Nih gue sampai dikasih baju merk Gucci."

"Lo gak bohong kan?"

"Enggak! Ngapain bohong?"

"Kalau ada apa-apa hubungi gue aja ya."

Ava jadi mengangkat alis menatap Varrel. "Kenapa lo jadi posesif?"

<>



Instagram: writerrz_
















PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang