Flashback: Our 1st meet

Start from the beginning
                                    

Ia menelusuri kelas yang cukup canggung itu. Dan menemukan Bram di belakang kelas sedang duduk di bangku, bersama Prasetya.

Mereka lagi nonton. Udah pasti banget.

"Woi!"

Bram dan Prasetya hampir terjungkal ke belakang karena terkejut mendengar seruan yang tak diduga. Untung ada tembok. Seenggaknya itu penyelamat mereka satu-satunya untuk nahan badan biar gak jatuh ke belakang.

"Kampret!" umpat Bram. Sedangkan Dewa dengan tampang tak bersalahnya hanya menunjukkan cengirannya.

"Titip tas."

Bram spontan mendelik ke arah Dewa. "Dari kelas sepuluh kerjaan lo sama gue nitip tas mulu. Kapan dibayarnya?" omel Bram. Namun walau begitu, ia tetap selalu menerima titipan tas Dewa.

"Kapan-kapan," sahut Dewa santai.

"Oh iya, Rani juga disini, 'kan?" lanjutnya bertanya.

"Iya, tapi hari ini dia belum sekolah,"

"Kenapa? Lo mau deketin dia?"

Sedangkan Dewa hanya menatap malas Bram. "Bukan gitu."

"Jangan ngasi orang harapan kalau lo gak suka dia, Wa."

Dewa hanya menghela nafasnya, "Gue gak pernah ngasi dia harapan."

"Yaudah, intinya titip tas, oke?" kata Dewa mengalihkan topik dan langsung pergi begitu saja.

Atau tidak, Bram akan menceramahi Dewa. Selalu seperti itu.

Dewa tahu, bahwa Rani pernah menyukainya. Entah, Dewa tak tahu apakah Rani masih menyukainya atau tidak.

Tapi menurutnya, ia tak pernah memberikan harapan apapun pada Rani. Namun Bram selalu saja menceramahinya kalau ia sudah memberi Rani harapan.

Padahal, apa yang Dewa lakukan selama ini hanya sebatas teman. Gak lebih.

Bram udah kaya emak rempongnya Rani deh pokoknya.

"Yeeeuu si mukidin nitip tas lagi pasti ye," tebak Prasetya.

"Gak. Dia lagi nitip bom ke gue," sahut Bram sambil memindahkan tas milik Dewa ke meja Lia. "Titip bentar ya, Lia, heheheh."

"Hah? Bon? Ngutang apaan si Dewa?"

Bram langsung menoyor kepala Prasetya. "Bom, Set. BOM. B-O-M."

"Oh, bom. Bilang dong."

"YA TADI GUE JUGA BILANGNYA BOM YA, KUTU MONYET!" geram Bram.

ㅡㅡㅡ

Setelah melakukan rapat tentang pertandingan basket yang akan diadakan 9 bulan lagi, Dewa kembali ke dalam kelas barunya.

Dewa heran, mengapa ia harus disuruh rapat pagi-pagi begini. Padahal pertandingannya masih lama. Mana sekarang hari pertama sekolah pula.

Ia memasuki kelas dan mendapati tasnya berada di sebuah meja, yang tepat berada di satu meja depan Bram.

Ia tak mengenal siapa wanita yang duduk di meja itu, tapi yang jelas wanita itu berhasil menarik perhatiannya.

Entah mengapa bibirnya malah otomatis sedikit terangkat karena melihat wanita itu. Tak banyak orang yang bisa melihatnya. Bahkan cermin sekalipun.

Karena hanya dirinya sendiri lah yang bisa melihat senyuman itu. Senyuman yang tulus dari hati, dan dengan terpaksa harus menyembunyikannya karena image yang harus dijaga. Iya dong, masa pertama kali ketemu udah senyam senyum ke cewek, nanti dikira buaya.

Yang jelas, wanita itu bisa membuat Dewa tersenyum dalam sekali lihat.

Dewa lalu mengambil tas dari meja wanita itu. Dan tanpa mengucapkan satu kata pun, ia langsung berpindah ke kursi di samping Bram.

Dewa tahu ada sedikit rasa terkejut dalam wajah wanita itu, tapi ia memilih untuk diam. Karena jika tidak, mungkin ia tak akan bisa menahan senyumnya.

Avrilia Priyanka. Wanita yang bisa membuat Dewa tersenyum hanya dengan sekali lihat.

Akhirnya Dewa mengetahui nama wanita itu dari Prasetya.

Sebenarnya saat Prasetya menanyakan siapa nama lengkap Lia, itu bukanlah idenya. Melainkan Dewa.

Dewa iseng bertanya pada Prasetya, siapa nama lengkap Lia. Dan memberikannya ide untuk memberikan Lia sebuah nama singkatan yang biasa Prasetya lakukan.

Namun Prasetya tak mengetahuinya jika itu adalah sebuah modus dari seorang Dewangga Mahadita untuk menanyakan siapa nama lengkap Lia.

Dewa harus memilih siapa yang akan menjadi agen untuk mengulik lebih dalam tentang target perempuan yang akan ia cari. Tentu Bram bukan orang yang tepat, soalnya Bram walau suka bercanda, tapi kalau masalah perasaan Dewa, Bram selalu sensitif.

Bukan, bukan karena Bram menyukai Dewa. Bram masih suka cewek, kok. Tapi, Bram selalu menyangkut-pautkan Rani dalam segala hal kalau Dewa sudah berbicara tentang perempuan atau perasaan.

Kalau Prasetya, dia sama sekali gak curiga saat Dewa menanyakan banyak hal tentang Lia. Mulai dari nama lengkap, diskusi nama panggilan, first impression Prasetya terhadap Lia, sampai apa saja yang sudah Lia lakukan dan bicarakan dengan Prasetya. Karena menurut Prasetya, Dewa memang seperti itu. Anak yang banyak kepo, kaya monyet yang di kartun Curious George.

Lagipula, Prasetya tahu Dewa gak pernah menyukai siapapun sejak mereka berteman. Jadi ia tak memiliki pikiran negatif satupun terhadap Dewa, yang pada saat itu juga sebenarnya sudah menyukai Lia.

ㅡㅡㅡ

Have a great day & night, guyss!
Semoga chapter tambahan ini bisa ngisi waktu luang & menghibur kalian yak!

Btw kalian nemu cerita ini dari mana, sih? Cerita dong☹️

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now