"H-hah? Kesambet apa lo?"

Dewa hanya menggeleng. Masih dengan wajah gugupnya, Dewa kembali menyauti Lia. "Gue gak kesambet. Lo mau gak, wujudinnya?" Lia lagi-lagi hanya mengerjapkan matanya. Ia membeku di tempat. Ia bingung harus menjawab apa.

"Kok tiba-tiba panas anjir, angin mana angin, kok gaada udara? Anjir no air, no air, no air, no ai-- anjir, Li. Bisa-bisanya lo sekarang malah nyanyi No Air," batin Lia mengomel sendiri.

"Eum-- Wa, gu--"

"AHAHAHAHAHA," tawa Dewa seketika pecah. Lia yang masih dengan kegugupannya hanya bisa kebingungan melihat itu. Sudah berapa kali ia dilanda kebingungan hari ini?

"Napa lo?" tanya Lia.

"Lo lucu kalo gugup," balas Dewa sambil berusaha menetralkan tawanya.

"Hah?"

"Sorry, gue cuma bercanda tadi," ujar Dewa sambil menghentikan tawanya. Lia hanya bisa mengerutkan dahinya lagi. Apa lagi ini?

"Yang gue minta maaf tadi beneran. Tapi yang wujudin itu... Gue bohong," kata Dewa pelan.

Oh.

"Lo bohongin gue?" Entah apakah ia harus marah atau ikut tertawa kala mendengar pengakuan Dewa. Dewa mengangguk perlahan sambil sedikit tersenyum. Dewa menatap Lia dalam-dalam, tetapi Lia tak sanggup menatap Dewa lama-lama, ia memalingkan wajahnya. Rasanya sangat campur aduk.

Lia sedikit tertawa, namun entah kenapa ia merasa itu semua tak lucu. Entah apa yang ia tertawakan. Tawa itu hambar.

"Lo bohong? Ngeselin banget lo," ujar Lia datar.

Tanpa memperdulikan Dewa, Lia kembali duduk dan memainkan ponselnya.

Dewa merasa bersalah, lagi. Lia tak biasanya seperti ini. Ia biasanya pasti akan mengomel terlebih dahulu, tapi sekarang ia hanya mengabaikannya.

"Apa gue salah, ya?" batin Dewa.

Baru saja Dewa akan berbicara lagi, namun suara ketukan pintu kelas membuatnya berhenti.

Beberapa murid XII IPA 3 yang sedang berada di kelas langsung melihat siapa yang mengetuk pintu itu. Walau pintu itu diketuk pelan, namun bisa terdengar sampai belakang kelas karena keadaan kelas yang sepi.

"April!" panggil Nanda dari depan kelas Lia dengan sedikit mengencangkan volumenya.

Lia hanya menaikkan alisnya, bingung. Ternyata Nanda bisa melihat itu. Ia langsung kembali memanggil Lia, "Sini!" panggilnya ramah sambil menggunakan tangannya.

Lia langsung beranjak dan langsung menoleh ke sekitarnya. Entah kenapa, ia otomatis memperhatikan Dewa yang berada di kursi sebelahnya. Lia tahu sedaritadi Dewa memperhatikannya, tetapi saat Lia balik menatapnya, Dewa justru memalingkan wajahnya. Bersikap seolah ia sibuk bersama ponselnya.

"Kenapa, Nan?" tanya Lia saat sampai di ambang pintu kelasnya.

"Gue mau nanya sesuatu."

"Tapi diluar kelas aja," sambungnya.

Lia hanya mengangguk pelan dan mengikuti Nanda ke depan kelas mereka. "Kenapa?" tanya Lia untuk membuka pembicaraan.

"Lo pacaran sama Dewa, ya?" tanya Nanda dengan perlahan. Ada sedikit keraguan dan khawatir yang tersirat di dalam pertanyaannya.

"Hah? Ck, engga. Siapa yang bilang?" tanya Lia balik.

"Lo kan abis menang Couple of The Year, oon," sahut Nanda sambil tertawa ringan.

"Oh iya juga," kata Lia sambil menunjukkan cengirannya.

"Gue tuh gak pacaran. Emang temen kelas gue aja yang nyuruh gue sama Dewa buat ikut," jelas Lia.

"Kenapa lo mau?" tanya Nanda.

"Kalau gue gamau, nilai sikap kelas bakal berkurang lah! Mereka aja belum ngisi form pas hari H gara-gara gue nolak terus," ujar Lia. Ia mengingat betapa bersikerasnya teman-teman kelasnya pada saat itu.

"Oohh, jadi lo ga pacaran sama Dewa?" tanya Nanda sekali lagi. Untuk memastikan.

"Engga, Nandaaa. Astaga. Lo mau nanya berapa kali? Nanya sekali lagi gue kasi piring cakep nih."

Nanda hanya tertawa dengan ringan. "Syukurlah," ujarnya tanpa sadar.

"Hah? Kenapa syukur?" tanya Lia.

"Gapapa, syukur aja lo menang Couple of The Year."

"Dih, gue aja bingung kenapa bisa menang," sahut Lia acuh.

"Chemistry lo sama Dewa keren banget soalnya. Padahal gak pacaran," ucap Nanda. Ada sedikit kekecewaan yang hadir di perasaannya saat mengingat pemutaran video tadi.

"Lo kok malah ikut bilang gitu? Gue gatau, apa gue harus seneng atau malah kesel tiap denger itu," ujar Lia sambil tertawa ringan.

Mereka mengobrol satu sama lain cukup lama. Dan tentunya menertawakan banyak hal. Mereka selalu memiliki topik yang nyambung dan humor yang se-level.

Dibalik kebahagiaan sesaat mereka, ada seseorang yang memperhatikan mereka dari meja di dalam kelasnya. Mereka tak tahu, jika keberadaan mereka masih terlihat dari mejanya. Dan tentu, keakraban mereka terlihat sangat jelas di mata Dewa.

Jujur, Dewa merasa sedikit panas dan terganggu melihat kedekatan Lia dan Nanda. Namun ia mengelak, mungkin ini hanya perasaan bersalahnya, karena 'bercandaan' yang sangat ia sesali, mengapa ia harus mengatakan itu tadi.

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Hola semuaa, makaciw sudah mampir dan apresiasi cerita inii😍❤️

Have a great day & night semuanya

Maaf banget ya update nya ngaret lagi :')

Unspoken Feelingحيث تعيش القصص. اكتشف الآن