Untung saja Lia hafal nomor HP milik mamanya. Jika tidak, tamat riwayat Lia. Mungkin ia sudah dikhawatiri setengah mati sama mamanya.

Udah misscall, terus ga dijawab lagi teleponnya karena baterai habis.

"Halo?"

"Halo, Ma! Ini Lia."

"Loh? Lia? Kamu dimana? Kenapa tadi nelpon? Ini nomor siapa?"

"Aku masih di sekolah, Ma. Tadi aku nelpon soalnya aku mau bilang kalau aku mau pulang, tapi tiba-tiba HP ku mati. Batrenya habis, hehe."

"Oalah gitu, mama kira kenapa. Terus sekarang kamu pake HP siapa?"

"HP nya Dewa, temen Ia."

"Ohhh."

"Oh iya, Ma. Ia mau pulang bar-- OH WAIT MA!" Lia lalu menutup speaker HP itu dengan tangannya, dan menatap Dewa kesal sekaligus bingung.

"Wa, gue kan mau pulang bareng ojol. Kenapa lo tiba-tiba bilang mau nganterin gue?!" omel Lia dengan nada yang sedikit dikecilkan agar mamanya di telepon itu tidak mendengarnya.

Sedangkan Dewa hanya menaikkan bahunya, "Ya gatau, tadi lo ngiyain soalnya."

Sedangkan Lia sudah geram sekali rasanya dengan pria yang ada di depannya ini.

"Ia?"

"Eh, iya Ma. Ia mau pulang, nanti mau mesen ojol dari HP nya Dewa."

Dewa yang mendengar itu lalu menaikkan alisnya.

"Oh, yaudah kalau gitu. Hati-hati, ya."

"Okee, Ma. Bubaay, mwah."

"Mwahh."

Tut

Sambungan itu terputus, dan Lia mengembalikan HP Dewa pada prmiliknya. "Thank you."

"Ngapain lo mau mesen ojol?"

Lia memukul dahinya, merutuki kebodohannya.

"Lahiya. Pinjem HP lo lagi dong," pinta Lia.

"Ga boleh." Lia langsung membuka mulutnya lebar. "Tega banget ya lo. Tadi dengan maksanya bilang pake HP lo aja. Sekarang lo ga ngasi minjem. Gue ga dikasi pulang sekarang."

"Yang ga ngasi lo pulang tuh siapa?"

"Ya elo lah! Siapalagi? Genderuwo?" sahut Lia kesal.

"Awas, AP. Jangan disebut, nanti--"

"Gausah nakut-nakutin lo!" Sedangkan Dewa hanya tertawa.

"Aaaa, Dewa, pinjem HP lo sekali lagi aja. Gue mau pulang," rengek Lia.

"Gak boleh."

"Lo tega biarin gue ga pulang? Jah--"

"Yang bilang lo gak boleh pulang tuh siapa, sih? Emang gue dari tadi ada nyuruh lo gak boleh pulang?"

Lia diam.

"Gue kan udah bilang, gue yang nganterin lo. Cerewet banget sih jadi cewek."

"Ngaca! Yang daritadi cerewet masalah gue pulang bareng ojol atau engga tuh siapa?!" geram Lia. Ia rasanya ingin mencakar Dewa habis-habisan. Menyebalkan sekali pria di depannya ini.

"Ayok pulang." Lia hanya memanyunkan mulutnya dan menuruti perkataan Dewa agar bisa sampai ke rumahnya. Ke kasur kesayangannya.

Tak lupa ia juga menirukan gaya bicara Dewa dengan kesal.

Lia berjalan sambil menghentakkan kakinya, kesal. Pria di depannya ini menyebalkan sekali.

"Kaki lo bisa diem ga sih?" omel Dewa namun matanya masih fokus ke depan. Karena ia sadar wanita di sampingnya itu selalu saja menghentakkan kakinya dengan sengaja, dan ia juga yakin Lia di sampingnya pasti sudah memasang wajah kesalnya.

"Kalau kaki gue diem, terus gue mau jalan gimana, hah?!"

Dewa lagi-lagi menghela nafasnya sabar. Wanita di sampingnya ini cerewet sekali.

"Lo mau kemana?"

Lia langsung menolehkan pandangannya ke samping, dan ternyata Dewa sudah berhenti dan berada disamping motor miliknya.

"Gue cuma mau jalan lebih jauh aja, apa salahnya?!" elak Lia. Padahal ia berbohong. Ia memang tak melihat Dewa berhenti.

"Cerewet, cepet sini." Lia pun memutar balik dan menghampiri Dewa.

Lalu Dewa bersiap-siap dan setelah itu mengeluarkan motor miliknya.

"Ayo naik."

Lia diam. Ia hanya memperhatikan motor milik Dewa. Ia mencari cara bagaimana ia akan menaiki motor itu.

"Na--"

"Motor lo gendut banget, gimana caranya gue mau naik?!" omel Lia.

"Astaga, AP, gak boleh motorshaming."

"Ya terus gimana caranya gue mau naik, apalagi duduk, Wa?"

"Duduk cewek aja kan bisa? Lo gabisa duduk cewek?"

"Bisa sih, tapi takut oleng."

"Kalau oleng ya tinggal pegangan. Lagian badan lo ga setipis kulit dimsum yang gampang ketiup angin," jawab Dewa santai.

"Dasar," desis Lia.

"Gue naik ya," lanjut Lia.

Lia mulai mencari cara untuk naik. Ia berpegangan pada pegangan motor dibelakang, tapi ia merasa tak yakin. Lalu ia mengganti posisi tangannya ke jok motor. Tapi susah juga.

"Pegang bahu gue aja napa sih? Ribet amat. Anggep gue bukan orang."

"Ya lo kan emang bukan orang!"

"Lo kan setan," lanjut Lia bergumam.

Entah Dewa mendengarnya atau tidak, ia tak peduli.

Akhirnya Lia memilih untuk memegang pundak Dewa. Karena itulah pilihan terakhir.

Akhirnya Lia berhasil menduduki badannya di motor gendut milik Dewa.

"Ayok, jalan," ucap Lia cuek.

Dewa dengan tiba-tiba langsung menjalankan motornya. Lia langsung otomatis memegang jaket Dewa.

"Lo mau bikin gue mati?!" pekik Lia.

"Tadi katanya udah," jawab Dewa seadanya.

"Ya kabarin dulu kek!"

"Cerewet," gumam Dewa.

"Udah?" Lia lalu mengangguk dan memegang ujung tas milik Dewa untuk berpegangan.

Setelah mendengar itu, Dewa lalu kembali menjalankan motornya. Wanita di belakangnya ini benar-benar cerewet.

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Halo! Makasi udah mampir❤️
Semoga bisa terhibur dan ngisi waktu luang kalian!~

Maaf ya telat update lagi :(
Lagi sibuk banget di rl😔

In case ada yang baca THE BOYZ' Daily, itu juga belum bisa update cepet nih, maaf😔💔 but ditunggu ya! Stay tune!💞

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now