"AP sahabat tersayangku luka kenapa?"

"Luka apa?" Justru disini Lia yang bingung. Memangnya sejak kapan dirinya terluka?

"Jidat lo, oon. Lo jadi amnesia gara-gara abis kena tampol basket atau gimana?"

"Lah? Bukannya lo yang pikun?" tanya Lia balik.

"Pikun apa?" Yeu, si Dewa malah balik nanya.

"Ga jadi." Lia sudah siap menggendong tasnya, tapi lagi-lagi Dewa menghentikannya.

Dewa menarik tas Lia dan kembali menurunkannya di meja Lia. "Jangan pulang."

"Ya terus kalau lo ga bolehin gue pulang, gue harus nginep di sekolah, gitu?"

"Buset, AP, tenang. Lo kenapa ngamuk," ujar Bram sambil tertawa.

"Gatau, gue bawaannya sensi mulu dari kemarin," ujar Lia menatap ke arah Bram. Namun ia melihat ke arah Dewa sekilas. Tentu saja pria itu tak melihatnya.

"Obatin dulu. Ntar lo jadi pikun beneran, gimana?"

Lia memelototkan matanya, "LO NYUMPAHIN GUE?!" Sedangkan Dewa dengan santainya hanya menggeleng kepalanya.

"Kalian berdua bengbeng, apa daya kita cuma top," ujar Rani.

"Gamau, gue maunya choki-choki," sela Prasetya.

"Bodo, Set, bodo."

Sedangkan Lia hanya tertawa melihat itu. "Alay banget, orang Dewa ga jelas gini."

"Tapi seriusan, kita berasa pemain figuran," timpal Bram.

"Alay."

"Kalian pulang aja, biar gue sama AP ke UKS sebentar."

Lia langsung menolehkan tatapannya ke arah Dewa. "Dih, emang siapa yang mau?!"

"Gue," jawab Dewa sekenannya.

"Emang orang yang lo sebut sebagai AP itu mau apa diajak sama lo?!" Dewa mengangguk yakin, "Pasti, lah. Gue kan ganteng gini."

Lia langsung mengerjapkan matanya tak percaya. Ia tak bisa percaya ini. Kalau Dewa termasuk salah satu manusia yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

"PEDE AMAT!"

"Yaudah, kita pulang dulu, ya. Inget, jangan ngapa-ngapain. Masih di sekolah," ingat Bram.

"Tapi kalau diluar sekolah boleh lah ya," lanjutnya. Bram langsung mendapat tatapan tajam dari Lia.

"Peace," ujar Bram sambil nyengir.

"Lo bener-bener tega banget sama temen sendiri," ucap Lia dramatis.

Rani menoyor kepala Lia. "Alay banget lo, AP."

"Tapi serius, lo kenapa, AP?" lanjut Rani.

Lia lalu memperhatikan tubuhnya. "Gue? Gue kenapa? Gapapa tuh?"

"Itu, Dewa nganterin lo ke UKS itu mau ngapain? Lo kenapa?"

"Ya tanya Dewa, makanya gue juga bingung kenapa dia ngajakin gue ke UKS."

Rani langsung menatap Dewa dengan tajam dan penuh todongan pertanyaan.

Baru saja Rani akan bertanya, dan Dewa yang akan menjawab, namun tiba-tiba Prasetya memotongnya.

"Ran, lo ganggu banget, sih? Ya kasi aja dong. Lagi ada pasangan baru, nih. Mau berduaan itu."

Plak

Kepala Prasetya mendapat pukulan dari Lia. "Kalau ngomong jangan ngadi-ngadi."

"Duh, AP mah galak banget."

"Ya abisnya lo aneh-aneh," sungut Lia.

"Yaudah, AP, ayok." Dewa langsung berjalan keluar kelas. Tapi ia merasa Lia tak mengikutinya. Dan benar saja, Lia masih diam di tempat semula.

"AP!"

"Dewa!" sahut Lia tak terima.

Ingin rasanya Dewa memakan Lia.

"Bentar, bentar. Gue serius nanya, AP, lo kenapa? Wa, kasi tau gue," ujar Rani.

"Gue gap--"

"Kemarin AP kena bola basket. Ga seng--"

"HAH TERUS?!"

"Ya sabar woi, kan gue sedang jelasin."

Sedangkan Rani hanya cengengesan, "Oh, iya. Lanjut. Terus?"

"Gue ga sengaja lempar bola kejauhan. Terus ternyata AP lagi duduk di depan kelas. Dan jedhuar, AP kena bola."

Rani langsung menolehkan pandangannya ke Lia. "AP, lo gapapa kan? Kok bisa? Dewa sih."

"Ck, astaga. Gue gapapa. I'm totally fine. Cuma kena cium dikit doang, dan lagipula itu udah kemarin," sahut Lia santai. Walau dahinya saat ini masih terasa sedikit sakit jika dipegang atau terkena angin.

"Kok lo ga bilang ke gue?"

"Ya gapapa, orang gue gapapa."

"Yaudah sana cepet ikut Dewa ke UKS. Gue ga nerima penolakan, cepet." Rani langsung mendorong badan Lia untuk menuju Dewa dan bahkan membawakan tas tangan milik Lia.

"Eh, eh. Astaga, Ran, santai. Gue gapapa."

"Gapapa gundulmu, cepet sana. Atau jidat lo gue pukul?"

"Astaga, Ran. Kejam banget lo," gumam Lia. Sedangkan Rani hanya sedikit tertawa dan kembali mendorong Lia.

"Iya, iya. Gue ikut Dewa nanti." Rani langsung tersenyum puas. "Cepet sembuh, AP."

"Astaga, ga perlu juga. Tapi makasi, Ran."

"By the way, Bram sama Prasetya kemana?" Lia dan Rani melihat sekeliling. Namun mereka tak melihat Bram dan Prasetya. Bahkan Dewa pun sekarang tak berada di penglihatan mereka.

"Kebiasaan," gumam Lia.

Tiba-tiba jendela milik kelas mereka tertutup sendiri.

"Ran, jangan-jangan mereka berubah jadi hantu yang kek di krusty krab?"

Rani lagi-lagi harus menoyor kepala Lia. "Otak lo abis kena cium bola basket jadi makin aneh."

ㅡㅡㅡ

-to be continued-


Hai!
Thank you semuanya!❤️
Semoga menghibur~

Anw, labil lu, Wa.

Unspoken FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang