Jangan lupa tinggalin jejak kalian sebelum membaca.
Kalo ada typo/kesalahan dalam menulis langsung komen aja ya.
° • ° • ° • ° • ° •
Sore ini, akhirnya aku mengunjungi makam Kakek, Nenek, dan juga Diara. Aku sengaja datang ke tempat Diara terakhir, karena aku masih ingin berlama-lama di sana. Bukan berarti aku tidak merindukan Kakek dan Nenek. Tidak. Aku tetap merindukan mereka.
Awalnya Papa sulit untuk membawaku keluar. Tapi aku sungguh berterima kasih, kepada dokter Vita yang akhirnya mengizinkanku untuk keluar, meskipun waktunya tidak boleh lama.
"Kamu yakin mau ngunjungin sore ini? Muka kamu pucet banget loh, Leona." Entah sudah berapa kali Papa menanyakan hal ini padaku. Jawabanku pun tetap sama. "Iya, Pa. Leona kangen, pingin ketemu Nenek, Kakek, sama Diara juga."
"Tapi kamu belum makan loh dari pagi. Emang perutnya gak sakit?"
Aku menggeleng pelan. Sebenarnya perutku sudah terasa sakit sejak kemarin. Tapi aku tidak mengeluh. Aku berusaha untuk menahannya, tapi rasa sakit itu terus menusuk. Ulu hatiku perih, dadaku terasa sesak, dan hawa panas terus menjalar hingga ke tenggorokan.
Kepalaku juga sakit sejak aku sadar dari pingsan kemarin. Belum lagi aku melukai tanganku, membuat aku kehilangan darah begitu banyak. Saat ini yang aku rasakan ya sakit. Sakit pada bagian kepala, dada, ulu hati, dan juga pergelangan tangan. Ah, dan jangan lupakan tulangku, karena sudah sejak lama rasanya sangat ngilu.
"Leona, makan dulu, ya? Beberapa suap saja, yang penting perutmu terisi."
"Tadi Leona udah makan 5 suap kok, Pa."
Aku berbohong. Kalau tidak, aku tidak akan diperbolehkan untuk keluar bertemu dengan Nenek, Kakek, dan juga Diara. Papa mulai membantuku untuk berdiri. Setelah stabil, Papa mulai menuntunku berjalan.
Aku sengaja tidak pakai kursi roda, karena aku kasihan jika Papa harus mendorong dan mengangkatnya ke dalam mobil. Lagi pula, aku masih mampu untuk berjalan. Itu untuk saat ini, tak tahu kalau nanti.
Papa mulai membantuku masuk ke dalam mobil. Aku duduk pelan-pelan sambil meluruskan kedua kaki. Setelah itu aku langsung memakai sabuk pengaman, begitu juga dengan Papa yang sudah duduk di kursi kemudi.
"Kamu yakin? Kamu beneran pucet banget loh. Balik lagi aja, ya? Papa takut kamu ke–"
"Leona baik-baik aja, Pa. Ini yang terakhir kok, habis itu Leona gak minta keluar lagi. Janji."
YOU ARE READING
L E O N A [TAMAT]
Teen Fiction[AWAS NANGIS!!] [Juara 1 Writting Marathon Challenge] Katanya, masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan. Masa dimana kita akan membuat kenangan paling indah dan sulit untuk dilupakan. Hal itu memang benar faktanya. Leona Melati Adriani menga...