LEONA 🌻 24

92 30 77
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak kalian sebelum membaca.

Kalo ada typo/kesalahan dalam menulis langsung komen aja ya.

° • ° • ° • ° • ° •

° • ° • ° • ° • ° •

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

brak

"Saya tidak terima, jika pihak sekolah tidak bertindak atas kejadian ini! Apa kalian tidak lihat memar di tangannya? Itu sungguh mengganggu Melati ketika ia menulis. Dan apa kalian tidak melihat lututnya yang terluka? Itu membuat Melati kesulitan saat berjalan. Saya tidak mau tahu, bagaimana pun caranya, anak-anak bermasalah itu harus pisah kelas dengan anak saya!"

Aku terus memegang lengan Mama sambil berbisik ke arahnya. "Ma, sudah, ini salah Melati sendiri, Ma." Namun Mama tidak mengindahkannya. Mama terus membentak guru, bahkan kepala sekolahku pun dibentak olehnya.

Ya, Mama benar-benar datang ke sekolahku. Bahkan Mama meminta semua guru untuk datang ke ruangan kepala sekolah, demi membahas masalah seperti ini. Jujur, aku benar-benar dibuat malu dengan kelakuan Mama yang seperti ini.

"Ibu, mohon maaf sebelumnya, tapi kami pihak sekolah, tidak dapat memisahkan Melati dengan temannya. Karena temannya berprestasi, dan menjadi salah satu murid yang selalu membawa nama baik sekolah," jawab Bu Yanti.

Mama berdiri dari duduknya dan menunjuk Bu Yanti.

"Anda ini bagaimana? Apa Anda merasa pantas menjadi wali kelas anak saya? Apa Anda tahu mengenai kelakuan anak didik Anda di kelas? Tidak kan? Kalau begitu, pindahkan saja mereka, dan jauhkan mereka dari anak saya."

Aku benar-benar malu, sungguh. Para guru yang ada di dalam ruang kepala sekolah mulai menatapku dengan aneh.

"Ibu ... Ibu tolong tenang dulu, ya. Mari kita bahas dari awal, apa benar anak Ibu menerima aksi kekerasan dari sekolah. Karena kami, pihak dari sekolah pun tidak ingin mengambil keputusan tanpa tahu bagaimana cerita yang sebenarnya. Mungkin anak Ibu sendiri bisa ceritakan semuanya dari awal," ucap Pak Nurdin sebagai kepala sekolah sekaligus penengah.

Lalu Mama duduk kembali dan menyuruhku untuk menjelaskan semuanya. Awalnya aku bingung, karena aku benar-benar takut untuk mengatakan hal ini. Aku memang benar mendapatkan kekerasan dari anak kelas, tapi tidak sampai meninggalkan bekas.

Sekarang aku lebih memilih untuk mengakui kesalahan, dibanding berkata jujur di depan semuanya. Aku tidak ingin di cap sebagai anak tukang ngadu.

"Teman-teman saya tidak salah kok, Pak, Bu. Sa-saya ... Tidak pernah mendapatkan kekerasan dari sekolah. Dan tentang memar ini ..."

Tiba-tiba Mama memotong pembicaraanku.

"Heh! Kamu ini ngomong apa?! Katakan yang sebenarnya, tidak usah bohong seperti ini!"

"Ma, teman Melati memang gak salah. Terus apa yang perlu Melati ceritakan?"

Aku memalingkan muka dan menatap para guru satu per satu. Kemudian aku berdiri dan membungkukkan badan.

L E O N A [TAMAT]Where stories live. Discover now