LEONA 🌻 28

102 27 76
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak kalian sebelum membaca.

Kalo ada typo/kesalahan dalam menulis langsung komen aja ya.

° • ° • ° • ° • ° •

° • ° • ° • ° • ° •

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

dok dok dok

"MELATI!! BUKA PINTUNYA! KAMU INI BELAJAR ATAU TIDUR SIH?!"

dok dok dok

"MELATI!! KALAU DITANYA ITU JAWAB!"

dok

"TERSERAH! KALAU PERLU TIDAK USAH KELUAR KAMAR SEKALIAN!"

"BERISIK!! PERGI! JANGAN GANGGU MELATI! Hiks ... huhhuhu ... "

Aku masih menangis di sudut ruangan, padahal waktu sudah mulai gelap. Sudah berjam-jam aku menangis sambil menunggu kabar dari Diara, namun tak kunjung ku dapatkan. Aku menyembunyikan kepalaku di antara dua lutut sambil memeluk lutut.

Kepalaku benar-benar sakit, dadaku sesak tidak karuan, dan suasana hatiku saat ini sangatlah kacau. Bagaimana bisa Tuhan memberiku cobaan seperti ini? Mengapa? Apa Tuhan tak tahu bahwa aku tak mampu menghadapi semua ini?

"Aku benci! Benci! Hiks ..."

Aku mengambil cutter dan mulai melukai tanganku. Rasanya perih, namun melegakan. Tidak masalah jika fisik ku terluka, asalkan jangan batinku.

"Senyum, Melati, senyum! Hiks .. senyum!" Aku menekan setiap kata sambil menusuk cutter lebih dalam, agar darah cepat keluar. Dan akhirnya usahaku berhasil, perlahan darah segar mulai keluar dan menetes. Satu tetes, dua tetes, tiga, empat, sampai seterusnya.

Aku mengatur napas sambil memejamkan mata. Kedua kaki ku luruskan dan ku sandarkan tubuhku pada dinding. Napasku tersengal-sengal karena dadaku sesak. Air mataku pun masih mengalir.

Aku diam, membiarkan darah mengalir mengotori lantai. Dan tanpa ku sadari, hidungku mulai mengeluarkan darah juga. Sial! Kenapa ketenangan hanya datang sementara?

ddrttt

ddrrtt

Aku segera mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang menghubungi. Hatiku sudah dipenuhi rasa khawatir pada Diara, jadi ku kira ini adalah telepon dari keluarga Diara.

"Halo! Gi-gimana kabar Diara?"

"Melati ... Ini Nenek, sayang."

Aku menjauhkan ponsel dari telinga dan melihat nama yang ada di layar. Ternyata benar, Nenek yang meneleponku. Aku kembali mendekatkan ponsel pada telinga dan menjawabnya dengan nada yang tidak bersemangat.

"Ohh, ada apa, Nek?"

"Melati kenapa sayang? Diara siapa?"

"Nggh, e-enggak, bu-bukan apa-apa, Nek. Diara teman, Melati. Mm, Nenek kenapa telepon Melati?"

L E O N A [TAMAT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin