LEONA 🌻 2

322 75 130
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak kalian sebelum membaca.

Kalo ada yang typo/kesalahan dalam penulisan, langsung komen aja ya.

° • ° • ° • ° • ° •

° • ° • ° • ° • ° •

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Assalamu'alaikum." Aku memberi salam ketika pintu rumah telah terbuka. Papa berjalan di belakangku seraya membawa beberapa buku kecil yang sebelumnya di letakkan dalam jok motor.

Setelah Papa masuk, aku segera menutup pintu dan segera berjalan masuk. Aku berniat untuk naik ke atas, di mana tempat kamarku berada. Namun, suara Papa yang tiba-tiba membentak Mama membuatku berhenti berjalan.

"Kasih tau tuh ke anakmu! Kalo udah waktunya pulang ya pulang, jangan main terus! Mana di sekolah tinggal dia sendirian lagi, dia kira sekolah itu rumah?!"

"Loh? Melati udah kabarin aku sejak 45 menit yang lalu, dan sekarang dia baru pulang. Itu karena apa Mas? Dia nungguin kamu jemput." Mama menjawab dengan intonasi yang seperti biasanya.

"Alah, alesan! Emang ga bisa dia pulang sendiri? Harus banget di jemput?"

"Mas! Melati itu anak kita satu-satunya, dia juga anak perempuan, ga baik kalo kita biarin dia pulang sendirian. Dia juga masih kecil, kita ga bisa lepas dia gitu aja!"

Aku tak tahan, aku lelah mendengar semuanya. Aku ingin istirahat, bukan mendengar keributan. Ini rumah, tapi aku merasa seperti tidak berada di dalam rumah. Bukan kehangatan yang aku rasakan, melainkan hawa panas dari masing-masing orang.

Mama, Papa, mereka selalu berdebat hal sepele seperti ini. Bukankah itu hal yang tak penting? Apa mereka tidak lihat bahwa aku ada di sini? Berdiri dengan tubuh yang masih utuh dan senyum yang senantiasa terukir di wajah?

"Ma, Pa, cukup. Melati udah di sini, Melati baik-baik aja." Dengan penuh keberanian, aku menghentikan perdebatan antara Mama dan Papa. Tak peduli apakah ini sopan ataupun tidak, yang terpenting mereka berhenti untuk berdebat.

Aku melihat Papa menatapku dengan tatapan sinis dan segera pergi meninggalkan ruang keluarga. Lalu Mama menarik tanganku secara kasar dan membawaku pergi ke dalam kamarku.

"Kamu tau ga kalo kamu itu ga sopan?! Makanya kalo kamu mau pulang itu kabarin Papa, bukan Mama. Karena Papa yang selalu di luar, sedangkan tempat Mama cuma di dapur."

Aku menatap Mama dengan tatapan kecewa dan penuh rasa tidak percaya. Bagaimana bisa ia melindungiku hanya di hadapan Papa saja?

"Melati cuma ga mau Mama sama Papa berantem, maaf karena Melati udah ga sopan."

Aku membalas pernyataan Mama dengan penuh rasa sesal. Meskipun perasaanku kecewa dengan tindakan Mama, tapi tetap saja aku bersalah.

"Mama berantem sama Papa juga gara-gara kamu! Bisa ga sih kamu ga buat Mama sama Papa ribut? Sehari aja, bisa?!"

L E O N A [TAMAT]Where stories live. Discover now