"Addison."

Dengan itu Angel memungut lingerie-nya di atas lantai dan menggunakannya dengan secepat kilat. Mengabaikan Axel yang sedang menghusap wajah kesal di atas tempat tidur, Angel melangkah menuju box bayi yang berjarak tidak jauh dari tempat tidurnya.

"Anak Mommy sudah bangun." Angel membuka tirainya, kemudian menggendong bayi laki-laki itu keluar dari dalam box, sedangkan tangisannya tak kunjung reda. "Hei, jangan menangis. Mommy ada disini. Cup cup!"

Perlahan-lahan tangisan bayi berusia satu tahun sembilan bulan itu mereda. Dia menggerakan tangan mungilnya ke arah dada Angel. Sebuah pertanda bahwa dia haus. Mata indah milik Addison yang sangat mirip dengan milik Axel itu terlihat berbinar dengan bibirnya yang sedikit manyun. Tidak sabaran.

"Kau haus rupanya

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Kau haus rupanya." Angel mencubit lembut pipi tembamnya, sebelum menggendongnya dengan benar dan mulai memberinya ASI.

"Apa sekarang hanya Addison yang kau sayangi?" Bisik Axel, mengecup ceruk leher Angel dari belakang ketika masih menyusui Addison sambil menepuk-nepuk bokongnya. "Sayang."

"Berhenti bersikap kekanakan, Axel. Kau bukan remaja lagi, kau seorang Daddy satu anak."

"Dulu aku memang ingin buru-buru, tapi jika tahu jatahku akan terbagi dua maka—" Axel menghentikan ucapannya saat Angel memelototinya dengan seram. Dia menyengir lebar, mengulurkan tangan untuk menghusap pipi Addison saat dia mulai terlelap. "Aku bercanda.Tidak ada penyesalan mendapatkan bayi tampan seperti Addison. Anak kesayangan Daddy."

Angel merubah ekspresi menjadi lebih lunak. Lucu rasanya jika diingat-ingat, dulu Angel bahkan menolak memiliki anak diusia muda karena takut tidak bisa memberinya perhatian disaat Angel merasa bahwa dirinya masih butuh perhatian dari orang lain. Berbading terbalik dengan Axel yang memang menginginkan seorang anak karena merasa sudah siap. Tapi sekarang keadaan justru berbalik, Angel mulai didewasakan oleh keadaan sedangkan Axel lebih sering merengek karena merasa cemburu dengan putranya sendiri.

Pria itu memang aneh, tapi sejauh ini rasa cinta Angel untuk Axel bertambah semakin besar. Apalagi semenjak Addison Alasteir Alterio lahir, kehidupan keluarga kecilnya menjadi semakin sempurna.

"Kau tidak bekerja hari ini?"

"Ada meeting jam sepuluh pagi."

"Mandi lebih dulu nanti aku menyusul. Jam sembilan aku sudah harus berada di lokasi kalau tidak ingin terlambat mengikuti ujian Advokat."

"Tidak mau!" Bantah Axel semakin membenamkan wajahnya di leher Angel semakin dalam. Ck! Sekarang giliran Angel yang memiliki bayi dan seorang bayi besar.

"Addison lihatlah Daddy-mu, dia tidak mau kalah darimu." Bisik Angel mencium pipi merah bayi itu tanpa membuatnya terusik.

Axel juga ikut-ikutan, dia menghusap kepala Addison sebelum mencubit pipi tembamnya tak henti-henti. "Lucu sekali anak Daddy."

Don't Call Me AngelDove le storie prendono vita. Scoprilo ora