Paris #2

562 68 14
                                    

Selamat pagi dari Gladys yang sudah bergabung keluar memadati jalanan kota Paris.

Selamat pagi dari Gladys yang sudah bergabung keluar memadati jalanan kota Paris

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini hari terakhirnya di kota Paris.

Dan juga hari terakhir kesibukannya bersama Chanel disana.

Selalu, ada Gavriel di sisinya yang selalu mendampinginya.

Ponsel Gavriel berdering ketika mereka masih berada di mobil. Perjalanan menuju ke kantor Chanel.

"Ini Gera, Sayang.."

Gladys mengangguk. "Angkat saja."

"Apa?" Gavriel mendahului.

"Carina, Kak. Dia berusaha kabur."

"Bagaimana bisa?! Dia dikurung di jeruji api. Dan dia kesakitan karena kekuatanku, itu membuatnya menderita selamanya!" Suara Gavriel yang terdengar sangat marah membuat Gladys ikut menoleh.

Ia mengelus paha pria itu dengan lembut, memberikan ketenangan.

"Aku tidak tau, Kak. Sepertinya dia berusaha sekuat tenaganya. Jeruji api itu sedikit gosong, yang beberapa terlihat sudah bengkok. Aku takut, sedikit lagi ia bisa bebas."

Gavriel yang tengah memegang gelas air mineral, sangat marah.

Ia mencengkeram gelas itu sangat kuat hingga membuatnya pecah.

Gladys terkejut. "Sayang, ada apa?"

Pria itu menggeram. "Bawa dia ke tepi jurang api."

Telfon dimatikan.

"Apa? Siapa?!" Tanya Gladys, terkejut dengan perkataan Gavriel terakhir.

Pria itu menoleh, menghela nafas. "Kamu kenapa mengelus pahaku seperti ini? Kamu memancingku saja."

"Jawab. Ada apa?"

"Carina. Dia berusaha kabur. Dia merusak jeruji api itu dengan kekuatannya. Aku suruh Gera mengancamnya dengan membawanya ke tepi jurang api."

"Oh, Sayang... Kita sudah berjanji pada Gio untuk tidak membunuhnya."

"Aku tidak membunuhnya. Aku hanya mengancam. Lagipula buat apa kamu menuruti Gio? Carina sudah keterlaluan padamu. Abaikan Gio. Dia.."

Ponsel Gavriel berdering lagi.

"Apalagi?! Oh, ini Gio Sayang."

"Angkat saja."

Gavriel kembali meletakkan ponselnya di telinga. "Apa?"

"Undanganmu ada padaku."

"Undangan apa?"

"Arkan. Dia akan menikah."

Spontan Gavriel tertawa. "Serius?!"

BITEWhere stories live. Discover now