Castle

2.1K 143 0
                                    

"Sayang, aku pengen ajak kamu ke asalku." Bisik Gavriel, mendekatkan wajahnya.

Gladys menoleh, tersenyum. "Kapan?"

"Nanti sore gimana? Sekalian nanti malam Ayah Bunda umumkan ke semua prajurit dan penduduk."

Gladys tersenyum, mengangguk.



Satu bulan berlalu sejak Gavriel melamar Gladys di pesta kelulusan mereka.

Setelah kejadian malam itu, Gladys tidak bisa berjalan.

Perih. Ia meringis kesakitan.

Dan Gavriel dengan penuh kasih sayang mengoleskan krim area kewanitaan Gladys, yang sudah ia beli di toko obat terdekat.

Ia juga sudah meminta Gladys secara resmi esok paginya.

Dengan senyum terharu, kedua orang tua Gladys menyetujui, sekalian mereka berkenalan dengan kedua orang tua Gavriel.

Sejak itu, kedua keluarga sangat sibuk menyiapkan acara pernikahan mereka.

Ini pertama dan terakhir kalinya bagi keluarga Gladys—karena Gladys anak tunggal.

Jadi kedua orang tuanya benar-benar mengerahkan yang terbaik untuk anak perempuan mereka.

"Permisi, Tuan, Nona, bajunya sudah siap untuk dibawa.." seorang karyawan memotong pembicaraan sepasang calon pengantin itu.

Gladys berdiri sambil menyerahkan satu kertas alamat rumah Gavriel. "Oh ya, saya sekalian minta tolong antarkan ke alamat ini ya Mbak.."

"Baik, Nona. Mari.."

Gladys tersenyum mengangguk.

Gavriel beranjak berdiri, menggandeng tangan calon istrinya.

Urusan dekorasi, baju pengantin, make up selesai.

Untuk urusan undangan dan chattering, itu dihandle oleh keluarga Gladys.

Setelah mengambil baju pengantin mereka di butik, Gavriel dan Gladys belanja ke mall untuk keperluan kehidupan baru mereka.

Hingga pukul 3 sore, Gavriel dan Gladys menuju ke asal Gavriel yang ia bicarakan tadi.



***





Itu merupakan hutan lebat, hingga ponsel Gladys sendiri kehabisan sinyal disana.

Ia mulai takut, baru menyadari bahwa asal Gavriel pastilah dunia vampir. Dan ini bukan dunianya.

"Gavriel..." Gemetar suara Gladys memanggil nama calon suaminya itu.

Gavriel mengelus lembut kepala Gladys, bisa mengetahui apa yang ada di pikiran gadis itu. "Gapapa Sayang... Percaya sama aku, ya?"

Gladys menghela nafas, menggenggam erat tangan pria itu.




Perjalanan yang cukup lama, hingga mobil Gavriel berhenti tepat di depan sebuah dinding batu yang menjulang tinggi dan kuat.

Gladys memperhatikan lekat. "Ini apa?"

"Ini gerbangnya."

"Ini batu Gavriel."

Gavriel tertawa, bersiul sedikit untuk memberitahu penjaga gerbang.

Lama, gerbang tidak terbuka.

"Apa mereka tidur?" Tanya Gladys polos.

Gavriel tertawa. "Tidak. Sepertinya mereka tau ada manusia disini. Aisss biar aku gunakan kekuatanku saja."

Gladys ternganga, sedikit menjauh dari tubuh Gavriel.

BITEOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz