at: 12am

By nambyull

3.8M 361K 48.2K

Dia menolak ku. Satu-satunya pria yang pernah menolakku, satu-satunya pria yang berani mendorongku menjauh... More

Prolog
• T R A I L E R •
am
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13 A
Chapter 13 B
Chapter 14 A
Chapter 14 B
Chapter 14 (Private vers.)
Chapter 15 (Private)
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28 (Private)
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 35 (Private+ vers.)
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40 - the wedding.
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilogue
Epilogue (Private vers.)
Special Chapter

Chapter 70 [ END ]

78.2K 5.5K 990
By nambyull

Vote and comment please.
Hailee Steinfeld — I love you's
***

Penerangan di kamar Hera cukup temaram, dia sudah mematikan lampu utama beberapa menit lalu kerena dia dan pria yang berbaring disebelahnya, berniat untuk istirahat setelah makan malam serta pembicaraan panjang mereka bermenit-menit yang lalu selesai.

Pria itu sudah menutup mata, terlihat telah terlelap dengan napas teratur dan wajah yang tenang, yang sama sekali tidak bisa menutupi kelelahan pada setiap sisi wajahnya sebagai bukti bahwa selama ini dia tidak bisa tenang, tidak bisa tertidur, dan dia tidak bisa memikirkan apapun lagi selain Hera dan pernikahan mereka yang nyaris saja hancur berantakan, seperti apa yang dikatakannya.

Hera menghembuskan napasnya, dia juga sudah memberikan salep serta obat untuk luka  dan memar pada wajah pria itu, karena itu Hera tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh dan menyentuh wajah pria yang semua orang katakan sempurna itu, lalu mengusapnya dengan perlahan.

Sejujurnya, Hera masih meragukan keberadaan pria ini di dekatnya lagi. Dia masih meragukan kehadiran pria ini di kamarnya, dia masih meragukan semua hal yang telah terjadi pada mereka, dan dia masih meragukan bahwa permasalahan mereka baru saja selesai hanya karena sebuah penjelasan.

Sejak awal, tidak saling jujur dan tidak mau mencoba berkomunikasi adalah alasan mengapa hubungan mereka menjadi tidak berjalan dengan semestinya.

Hera dengan egonya dan Sean dengan keenganannya untuk menjelaskan, mereka bersalah sama besarnya dalam hubungan mereka, karena itu mereka terjebak dalam kekeras kepalaan mereka dan mengira bahwa tanpa menjelaskan, perasaan mereka akan bisa terlihat dengan jelas.

Padahal ketiadaan penjelasan itu lebih menakutkan dari apapun, karena satu pihak terus menginginkan dan berharap memiliki, sedangkan pihak lainnya merasa diinginkan serta merasa telah memiliki.

Hingga mereka jadi saling menyakiti satu sama lain.

"Sudah berapa lama kau tidak tidur sebenarnya? Kantung matamu hitam sekali, Sean." Bisik Hera, meski tahu Sean tidak akan mendengarnya karena pria itu sudah tertidur sejak tadi.

Dia menggigit bibirnya was-was, namun mendadak sudut bibirnya tertarik ketika usapan tangannya membuat pria itu sedikit bergerak dalam tidurnya.

"Sejak hari pernikahan kita." jawab Sean tiba-tiba dengan suara berat dan tanpa membuka mata.

Hera terkejut, "Kau belum tidur?"

Pria itu tidak menjawab, tapi dia mendekatkan tubuhnya pada Hera, lebih dekat, lalu mendekap wanita itu dengan erat seraya menumpuhkan dagunya di atas kepala Hera setelah mengecupnya pelan.

Hera tersenyum saat merasakan sesuatu di dalam perutnya yang justru merespon perbuatan pria itu.

Dia lantas menarik tangan Sean yang sedang memeluk bahunya, meletakannya di atas perut buncitnya dan menunggu reaksi yang akan pria itu berikan padanya setelah mengetahui bahwa anaknya baru saja bergerak—menendang, sebagai balasan atas perlakuannya.

Sean yang baru terbangun karena Hera mengusap wajahnya berberapa saat lalu dan masih setengah tersadar, begitu terkejut merasakan sebuah pergerakan menekan tangannya.

Dia lantas membuka mata, sepenuhnya tersadar dan menatap Hera yang sedang tersenyum ke arahnya dengan sangat tidak menyangka.

"Dia... bergerak?" Tanya Sean kebingungan.

Tidak yakin bagaimana dia harus berekspresi menghadapi hal seperti ini.

Dia hanya menatap Hera lambat-lambat, mencoba memahami situasi mereka, dan seakan dia baru saja mendapat seratus ribu penghargaan sekaligus, Sean menyuingkan senyum yang begitu lebar di wajahnya tanpa sadar.

"Dia benar-benar bergerak?"

Hera mengangguk, lalu dengan cepat Sean menegakan tubuhnya, duduk di samping Hera dan menyentuh perut hamil wanita itu dengan kedua tangannya.

"Dia selalu bergerak saat mendengar namamu ku sebutkan." Ujar Hera.

Dia ikut menegakan tubuhnya dan Sean dengan sigap memeganginya, Hera lalu duduk bersandar pada headboard ranjang, kemudian memegangi tangan Sean yang masih menatap perutnya dengan takjub.

"Dia menendang?" Bisik Sean, belum benar-benar bisa percaya.

Senyum di wajahnya semakin lebar, dia menurunkan kepalanya pada pangkuan Hera dan dengan hati-hati merasakan pergerakan makhluk yang tengah berada dalam perut Hera menggunakan wajahnya sambil menutup mata.

"Iya, dia menendang." Hera tersenyum, meyakinkan.

Dia mengusap kepala Sean dalam pangkuannya dengan pelan, membiarkan pria itu menikmati momen pergerakan anak mereka dalam kandungannya sebanyak apapun yang dia mau.

"You should stop me, Sean." Kata Hera sambil menghela dengan tatapan sedih.

Saat menatap Sean yang wajahnya terlihat begitu bahagia hanya dengan hal seperti ini, entah mengapa Hera menjadi menyayangkan keputusan pria itu untuk tetap bersamanya, bersama wanita yang sejak awal hanya berniat mempermainkannnya dan mengalahkannya.

"Kau harus menghentikanku sebelum aku egois lagi padamu. Kita berdua tidak akan baik-baik saja, nanti."

Sean membuka matanya lalu menurunkan senyumannya menjadi hanya senyum simpul saat melihat wanita yang tengah mengandung anaknya itu.

"Then be egoist to me, Hera. Aku tidak akan menghentikanmu, tidak akan ada yang menghentikanmu. Inginkan aku terus, jangan hentikan dirimu." Jawab Sean, seolah dia sudah tau apa yang akan dia korbankan atas keputusan itu.

Hatinya—Dan Sean bahkan tanpa sadar sudah menyerahkannya pada Hera sebelum wanita itu bahkan meminta.

"Kau akan kesakitan." desis Hera.

"Aku akan kesakitan jika kau mendorongku menjauh."

Hera menghembuskan napas beratnya seraya membelai wajah Sean, "In the first place, I'm just playing around."

Dia menatap mata pria itu bergantian, menanti reaksi apapun yang akan ditunjukannya atas perkataan yang baru saja dia ucapkan.

Namun Hera tidak mendapatkan apa-apa, Sean masih menatapnya lekat, terlihat sangat keras kepala pada keputusannya untuk tetap bersama Hera.

"Aku menginginkanmu karena ingin memberi pelajaran pada pria sombong dan arogan sepertimu." Kata Hera mengakui.

"Aku ingin membuat ayahku sadar bahwa kau bukan dokter sempurna dengan sikap yang bisa dibanggakan, aku ingin menjatuhkan harga dirimu di hadapan semua orang, aku ingin mencemarkan nama baikmu, aku ingin kau meninggalkan kekasih bodohmu itu... aku ingin kau menyerah padaku."

Hera menarik bibirnya dan tersenyum getir, "Aku bukan wanita yang baik. Kau berhak mendapatkan yang lebih baik dari padaku, Sean."

Sean tiba-tiba menegakan tubuhnya, menarik Hera dalam dekapannya dan memeluk wanita itu dengan lebih erat lagi.

"Aku sudah menyerah padamu, Hera." Ujar Sean.

Dia mengecup puncak kepala Hera lembut.

"Apapun yang membuatmu mengingikanku pada awalnya aku tidak peduli, yang penting kau harus menjadi milikku untuk selamanya, sekarang—seperti sumpah pernikahan kita."

"Dasar bodoh." Dengus Hera.

Namun senyumnya berubah tulus dan dia membalas pelukan pria itu. Menghidu aroma perpaduan maskulin dari citrus serta buah-buahan segar milik Sean dengan senang hati, membiarkan dirinya semakin nyaman dan kecanduan atas pria itu.

"Aku... mencintaimu." Ujar Hera dengan suara pelan, menekan keraguan yang sejak tadi bergejolak dalam hatinya.

Lalu mendadak jantungnya menjadi menggila dan meski Hera merasakan ada sesuatu yang meremang dalam tubuhnya setelah mengatakan itu, dia menjadi luar biasa lega setelah mengatakannya.

Sean langsung tersenyum di bahunya, "Aku juga mencintaimu."

"Aku mencintaimu." Kata Sean lagi.

"Aku sangat mencintaimu, Hera Aldarict jadilah milikku."

Hera tertawa, "Aku sudah menjadi istrimu, Sean Aldarict."

"Milikku."

Sean melepaskan pelukannya dan lagi-lagi menatap Hera dengan lekat.

"Milikku, hak-ku, kepunyaanku."

Hera mengusap pipi Sean dengan pelan kemudian tersenyum, dia mengangguk dan mendapatkan begitu banyak euforia dalam dirinya yang meledak karena begitu bahagia.

"Belakang ini kau banyak sekali bicara. Apa kau salah makan sesuatu dokter pelit bicara?" Ejek Hera.

Sean mendekatkan wajahnya dan bersandar pada bahu Hera, "Seseorang membutuhkan penjelasanku dan dia berkata padaku bahwa dia bukan cenayang hingga tahu apa yang aku pikirkan, jadi aku akan berusaha mengatakan apapun padanya agar dia bisa mengerti apa yang ada dihatiku."

Hera tertawa.

"Kalau kau banyak bicara sejak dulu, seseorang itu mungkin tidak akan penasaran padamu dan tidak ingin bermain-main denganmu, dokter."

Sean tersenyum.

"Terima kasih sudah datang dan penasaran padaku, Hera. It's like at:12 am to me."

Hera mengerutkan dahinya bingung, "Like at:12 am?"

Sean mengangguk, "Karena jam 12 berarti sebuah pergantian."

"Seperti peralihan chapter baru untuk hidupku. Kedatanganmu memberikanku kesempatan untuk memiliki lembaran selanjutnya yang harus ku tulis."

"Ku harap kau mau berada di chapter baru hidupku lebih lama lagi, Hera. Kau mungkin akan terkejut melihat namamu yang banyak sekali ku sebutkan di sana."

Hera mengelus kepala Sean yang sedang bersandar padanya.

"Do you offer cooperation with me, doctor Sean? You know right, I'm not that kind."

Sean tertawa pelan, "Well, please be not that kind to me, doctor Hera."

***
THE END

With love.
Nambyull.

Continue Reading

You'll Also Like

40.8K 3.4K 63
[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan...
574K 28.1K 57
Sederhananya ini adalah kisah tentang Bryan yang ditinggal menikah dan Laura yang gagal menikah.
935K 46.1K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
7.7K 782 31
Tentang petrichor. Bukan tentang angin yang berkejaran dengan daun dan debu. ditengah dahaga para beringin tua. saat hujan datang yang seolah menyura...