at: 12am

By nambyull

3.8M 361K 48.2K

Dia menolak ku. Satu-satunya pria yang pernah menolakku, satu-satunya pria yang berani mendorongku menjauh... More

Prolog
• T R A I L E R •
am
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13 A
Chapter 13 B
Chapter 14 A
Chapter 14 B
Chapter 14 (Private vers.)
Chapter 15 (Private)
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 27
Chapter 28 (Private)
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 35 (Private+ vers.)
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40 - the wedding.
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70 [ END ]
Epilogue
Epilogue (Private vers.)
Special Chapter

Chapter 26

38.6K 4.5K 555
By nambyull

Vote and comment please.
***

"Jadi karena pasien kali ini memiliki riwayat operasi Angioplasti koroner (*prosedur untuk membuka penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung), maka tim akan bekerja sama dengan bagian spesialis bedah kardiotoraks, yaitu dokter Hera Travoltra untuk prosedur operasi tiga hari lagi."

Hera menghela, menatap layar protektor tempat dokter berkaca mata—yang entah siapa namanya itu sedang presentase dengan sedikit enggan.

Dari awal, Hera sama sekali tidak berminat ikut bergabung dalam jadwal operasi bagian bedah umum untuk penanganan Hernia hiatus (*Kondisi ketika perut mendorong otot diafragma) karena biasanya operasi akan berjalan lama dengan prosedur yang cukup rumit.

Namun karena Hera sudah tidak tahan dengan Sean yang terus-menerus menghindarinya, dia akhirnya meminta Bunga, perawat bagian adminstrasi bedah yang semalam dia bawai sejumlah barang untuk merekomendasikannya dalam prosedur kali ini.

"Apa ada yang mau di tanyakan?"

Tentu saja Hera berhasil. Dia masuk dalam daftar dokter operator dengan sangat mulus.

Tapi pria yang berada di bagian dokter inti di ujung meja, masih tidak terlihat terganggu mengetahui kehadiran Hera yang tiba-tiba masuk ke dalam tim meski hampir sebagian orang terkejut.

Dia jelas mengabaikan Hera.

Dari awal pertemuan hingga akhir, seakan pendapat dan kehadiran Hera di ruangan ini sejak tadi hanya angin lalu.

Hera mendengus.

Dia tau Sean itu keras kepala dan bodoh, namun jika terus seperti ini, kesabaran Hera tidak mungkin akan mau sabar lagi.

"Baik, dengan ini pembahasan operasi untuk pasien bernomor rekam medik 6525332 selesai dilaksanakan. Para dokter dan perawat di persilahkan untuk meningalkan ruangan."

Setelah pertemuan diakhiri, Hera segera menyusun alat tulis dan laporannya ke dalam tas tangan yang dia bawa.

Dia berencana mencegat Sean dan memintanya berbicara seperti dua orang dewasa yang berkepala dingin untuk mencari solusi karena bagaimanapun, korban dari masalah ini bukan hanya Sean.

Dia tidak bisa terus-terusan mengindari Hera seperti ini.

Hera sampai tidak sadar bahwa dokter Stephen yang sebelumnya juga duduk di bagian dokter inti, bisa tiba-tiba menghampirinya.

"Hera!" Panggil Stephen.

Pria itu langsung mengambil tempat duduk yang sudah ditinggalkan audiensi pertemuan tadi dan duduk disebelah Hera.

"Hum?"

"Wajahmu pucat sekali. Apa kau baik-baik saja?"

Hera menatap Stephen dengan kerutan di dahi.

"Sepertinya aku lupa pakai lipstick terang lagi." kata Hera.

Dia hendak berdiri, namun Stephen langsung menahan tangannya dan menatap Hera penuh selidik, sangat tidak percaya pada alasan yang baru saja dikatakan wanita itu.

"Jangan bohong, kau kelihatan mau pingsan dari tadi."

"Aku baik-baik saja, kau berlebihan sekali."

Stephen berdecih, mengabaikan Hera yang terlihat sedang terburu-buru tanpa melepaskan pegangan tangnnya.

"Nah, ini..."

Dia lalu merogoh saku jas dokternya dan meletakan bungkusan dua snack kecil ke tangan Hera.

"Kau suka pie marshmallows coklat ini kan? Kau kan selalu mengambil jatahku." kata Stephen.

Hera terkejut, melihat bungkusan snack itu sambil tersenyum.

"Uh, kau manis sekali." Ujarnya.

Dia kembali duduk, langsung membuka salah satu bungkusan snack itu dan memakan pie-nya dengan wajah sumringah.

Sejenak, membuat Hera mengabaikan tujuannya datang ke pertemuan ini.

"Apa kau punya jadwal nanti malam, Stephen? Mau berkencan denganku tidak?" Tanya Hera, menggoda.

Teman satu angkatan di universitas-nya itu langsung mendesis dan mengetuk pelan dahi Hera dengan kepalan tangan.

"Tsk! Aku sudah punya tunangan tau." Kata Stephen.

Hera tertawa, berhasil teralihkan dari Sean yang sekarang justru menatapnya dan Stephen dengan tatapan tajam.

***

Keluarga Travoltra dan Aldarict mengadakan acara makan malam lagi malam ini.

Namun pertemuan kedua keluarga itu dilakasanakan di rumah orang tua Hera alih-alih di restaurant karena pembahasan yang akan mereka bicarakan sedikit privasi, yaitu tentang pelaksanaan pernikahan Hera dan Sean yang harus segera dilakukan.

"Keluarga kami sudah setuju dengan perjodohan ini. Kami tidak keberatan dengan apapun yang keluargamu minta untuk persiapan pernikahannya, Aldebaran."

Di tengah-tengah waktunya makanan penutup, Roan Aldarict akhirnya membuka pembahasan mereka yang sebenarnya setelah sejak tadi hanya bertukar sapa dan berbasa-basi saja.

Aldebaran di hadapannya mengangguk, dia mengusap pipi dan mulutnya dengan serbet, menyelesaikan makan malamnya tanpa mau mencicipi makanan penutup yang hari ini berupa pudding.

"Lebih baik kita diskusikan dulu tanggal pernikahannya." Kata Aldebaran.

Irene di sebelah Roan, mengangguk, nampak menahan-nahan senyuman lebarnya.

"Benar, kehamilan Hera mungkin akan lebih dulu membesar jika kita terlambat melaksanakan pernikahannya."

"Apa kalian berdua punya pendapat?" Irene bertanya.

Dia menoleh pada Hera dan Sean di ujung meja yang sama-sama belum membuka suara sedikitpun sejak tadi.

"Bagaimanapun, pernikahan adalah hari yang sangat penting. Jadi jika kalian menginginkan tanggal khusus untuk melaksanakannya, kedua keluarga akan berusaha mempersiapkannya dari sekarang." Ujar Irene.

Hera meletakan sendok puddingnya, lalu menolehkan wajah dan memiringkan tubuhnya menghadap orang tuanya dan orang tua Sean.

"Aku sibuk dua minggu ini, dan setelah memeriksa jadwal dokter Sean juga, aku pikir kami hanya memiliki waktu di minggu ke tiga dan ke empat bulan ini karena selama dua bulan selanjutnya satu rumah sakit akan sibuk mempersiapkan perayaan hari medis nasional." Katanya.

Aldebaran mengangguk, "Hera benar. Aku ingat dewan rumah sakit dan perwakilan mentri semalam berkata akan mengangkat Sean sebagai ketua perayaan hari medis nasional tahun ini."

"Bagaimana kalau pada minggu ke tiga saja? Aku akan meminta asistenku untuk mempersiapkan segalanya." Tanya Irene.

Semua orang tua mengangguk setuju.

"Bagaimana menurutmu, Hera?"

Hera tersenyum, melirik Sean yang sedang menatapnya dalam.

"Saya akan setuju, jika dokter Sean juga setuju."

***

Sean melangkahkan kakinya menuju halaman belakang keluarga Travoltra, mencari wanita yang beberapa menit lalu sudah undur diri dari kedua orang tua mereka yang tengah membahas siapa saja tamu undangan yang akan mereka undang ke pernikahan Sean dan Hera.

Ada sebuah gazebo, taman dan kolam renang berukuran sedang di halaman belakang.

Di antara itu, wanita yang Sean cari ada di sana. Duduk sendirian di ujung gazebo yang menghadap kolam renang tanpa melakukan apapun. Bahkan mengabaikan angin malam yang berhembus sedikit kencang.

Sean menghela, entah kenapa merasa harus melepaskan coat-nya dan berjalan mendekat.

Dia menyampirkan coat-nya pada bahu Hera lalu duduk tidak jauh di samping wanita itu.

"Kau tidak mungkin tidak tahu kalau angin malam itu tidak bagus untuk wanita hamil, kan?" kata Sean.

Hera menoleh, meski tidak terkejut dengan kedatangan Sean namun dia tetap menatap Sean dengan dahi berkerut.

Pria ini benar-benar sulit di tebak, bisiknya dalam hati.

Setelah berhari-hari mengabaikan Hera, dia tiba-tiba saja menghampiri Hera di tempat seperti ini, lalu langsung menasehatinya seakan dia tidak punya hutang penjelasan apapun untuk dikatakan pada Hera.

"Sudah dekat musim hujan, kau akan sakit jika sering keluar malam dengan baju setipis itu."

Hera mengabaikan Sean.

Dia kembali menatap kolam berenang dengan hening.

Tidak ada yang membuka percakapan sampai beberapa menit ke depan, hingga Hera mengeratkan coat milik Sean di tubuhnya saat angin lagi-lagi berhembus.

"Kekasihmu dalam masalah besar." Gumam Hera.

Sean menoleh padanya.

"Aku sudah jadi sangat egois padamu."

Wanita itu melirik Sean dengan wajah yang begitu dingin.

"Bagaimana ini? Padahal dia baru saja sembuh, tapi aku sudah tidak bisa menahan diri untuk diam saja melihat priaku berada di tangan wanita lain, Sean." Kata Hera dengan seringaian kecil.

Sean terkejut.

"Aku tidak bisa melepaskanmu, Sean. Tidak sekarang, ataupun waktu yang akan datang."

"Aku sangat menginginkanmu, bukankah aku sudah pernah mengatakannya? Jadi jangan repot-repot memikirkan cara untuk meninggalkanku ya. Aku tipe orang yang cukup posessif juga."

Sean menghela, hendak berdiri.

Dia pikir setelah berhari-hari menghindari wanita ini, Hera akan memiliki keinginan goyah meskipun sedikit, agar Sean memiliki alasan untuk merasa tidak terikat pada pernikahan mereka.

Tapi Hera tetap menginginkannya.

Wanita itu tetap mengatakan ingin egois terhadap Sean.

Apa sebenarnya yang diharapkannya dari pria yang sudah memiliki kekasih seperti Sean?

"Satu lagi."

Hera tiba-tiba menahan pergelangan tangan Sean.

Dia mendongak pada pria yang terasa sudah lama sekali tidak dia lihat itu, dengan raut wajah tidak tenang.

"Apa kau bisa menahannya?" Tanya Hera.

Sean mengernyit.

"Apa kau bisa menahannya hingga anak ini masuk usia sekolah? Aku dengar perkataanmu dengan professor Michael, tempo hari. Kau tidak ingin punya anak karena tidak suka anak kecil kan?"

"Tidak akan lama, begitu dia masuk usia sekolah aku akan segera membuatnya mengerti kenapa kau tidak menyukai anak kecil dan segera menjauhimu."

Hera menggit bibir bawahnya.

"Walaupun akan sulit... aku mohon, sampai dia mengerti, perlakukan dia dengan baik tanpa memperlihatkan kebencianmu ya?"

"Aku tidak ingin anakku di jauhi oleh teman-temannya karena ayahnya sangat membencinya... dan juga ibunya."

Sean diam.

Hera tersenyum kemudian segera berdiri.

"Kalau begitu, sebaiknya kau pulang. Sudah malam, besok jadwalmu padat kan?"

***

With love.
Nambyull

Continue Reading

You'll Also Like

40.9K 3.4K 63
[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan...
7.7K 782 31
Tentang petrichor. Bukan tentang angin yang berkejaran dengan daun dan debu. ditengah dahaga para beringin tua. saat hujan datang yang seolah menyura...
308K 17.2K 27
Should I Say That I Love You again? (Elang Dan Dara series 2 ) 11 years passed... Kadang, tak sepenuhnya kisah berakhir disatu masa. Ada yang ingin...
3.7M 277K 36
Padma Asia Ardento. 27. Chef. "Apa kamu masih mencintainya?" Asia terpaku mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Mbak Manda, seorang konsult...