Vote and comment please.
BGM : Red Velvet- Psycho
WARNING! 18+
***
Ciuman itu berbeda dari ciuman-ciuman mereka sebelumnya... rakus, mendesak, dan begitu menguasai.. tanpa ada yang ditahan.
Membawa begitu banyak amarah, kekesalan dan rasa keinginan yang begitu kuat dalam diri mereka masing-masing.
Hera tau seharusnya dia tidak memberikan pria ini kesempatan, Sean pun sama taunya bahwa apa yang mereka sedang coba lewati adalah jalan kesalahan yang akan menjebak mereka.
Tapi seolah semuanya tidak penting lagi, mereka semakin tenggelam dan jatuh... mencari dan menebak-nebak sejauh mana mereka akan melangkah pada kegilaan ini.
Pintu lift berdenting dan terbuka, ciuman panas yang meliputi mereka berdua dengan enggan terlepas.
Sean menjauhkan diri, namun segera menarik tangan Hera dan membawanya masuk pada salah satu kamar hotel milik kenalannya di dekat bar, tempat semua kegilaan itu dimulai.
Keinginannya mulai terasa mencekik, rasa amarah dan kesal yang menguasai masih dengan jelas terpampang didepan matanya.
Kata-kata Hera yang menyinggung egonya terus terngiang di dalam kepalanya, seperti bom waktu yang hendak memberikannya waktu kritis sebelum dia benar-benar mati.
'Kalau kau lupa, kau juga bukan siapa-siapa dalam hidupku Sean Aldarict.'
Mengingat itu, Sean tidak sadar telah mengeratkan genggaman tanganya pada Hera dan membuat wanita itu meringis dengan suara pelan.
Mereka memasuki kamar dengan tergesah, menutup pintu dan Sean kembali memojokan Hera pada dinding.
Tidak ada jarak apapun diantara mereka, Hera dengan jelas bisa merasakan nafas panas memburu milik pria itu diatas wajahnya, menumbruk nafasnya seolah mereka sedang berusaha memperebutkan oksigen dalam kondisi itu.
"Sean," Hera berbisik, tidak benar-benar yakin apakah dia sedang memanggil atau bertanya pada pria dihadapannya.
Namun Sean seperti telah buta, isi kepalanya terus-terusan berteriak menyadarkan bahwa dia mulai kehabisan pilihan dan waktu... pada hal yang bahkan dia tidak mengerti apa itu.
Sean sama sekali tidak menjawab, pria itu justru menjatuhkan wajahnya pada dahi Hera, menatap dengan lekat iris gelap milik wanita itu dan semakin merapatkan tubuh mereka.
"Aku menginginkanmu." ucapnya, tanpa ragu-ragu.
Tidak menunggu Hera menjawab ketika memiringkan kepalanya, kembali tiba-tiba mempertemukan bibir mereka dan mencium dengan kuat, menjelaskan seluruh keinginannya melalui itu.
Sebelah tangan pria itu menarik pinggang Hera mendekat, memangkas habis jarak mereka yang sudah tidak ada, membiarkan kulit mereka saling menempel dan menyentuh.
Hera melengguh.
Ciuman Sean tidak berubah, dia tidak bimbang melainkan penuh kepastian dan kekuasan, tergesah-gesah mengecap seolah menginginkan seluruhnya dan membuat Hera semakin gila.
Tangannya mulai berlarian, merajalela merasakan kulit wanita itu yang meremang di atas jarinya.
Hera terkesiap, mulutnya terbuka begitu Sean menurunkan bibirnya, menyentuh rahang dan cekungan lehernya dengan ciumannya yang tidak sabaran.
Tangan Hera yang semula terkepal di samping tubuh reflek melingkari bahu pria itu, naik dan mencengkram rambutnya begitu Sean mendadak memberikannya sengatan yang mengejutkan di lehernya.
Sean menandainya.
Hera menggigit bibir, tangan Sean kembali bergerak, menelusup masuk ke dalam gaunnya, mengusap lalu buru-buru menarik keluar kain itu.
Jantung Hera berdetak kuat, suhu disekitar yang mulai memanas membuatnya secara impulsif ikut menurunkan jarinya, mencoba melepaskan kaitan ikat pinggang dan kancing kemeja Sean sama tidak sabarannya.
Nafas mereka memburuh, Sean menarik tubuhnya sedikit menjauh, melepaskan kemeja dan menarik keluar ikat pinggangnya dengan cepat. Membiarkan kedua benda itu tergeletak begitu saja dilantai.
Dia tidak mengalihkan tatapannya, masih menatap Hera lekat seolah hanya wanita itu lah satu-satunya hal yang tengah memenuhi isi kepalanya saat ini.
Hera memerah, pria itu tiba-tiba meraih tubuhnya, mengangkat pinggangnya dan membawanya menuju ranjang di tengah ruangan.
Bibir mereka kembali bertemu dalam lumatan lain.
Tidak sampai semenit kemudian, Sean menjatuhkan tubuh mereka pada ranjang, memenjarakankan Hera dibawahnya, merengkuh wanita itu tanpa membiarkannya memiliki kesempatan untuk menghentikan.
Sean semakin kehilangan kewarasan begitu tanpa sadar tangannya kembali merabah, kali ini mencari pengait penutup dada wanita itu, kemudian melepaskannya dengan tidak sabaran.
Hera melengguh.
Ruangan remang itu semakin terasa sesak, Sean menjatuhkan wajahnya pada bahu wanita itu. Mengecup dan memberikan tanda lainnya yang membuat Hera mengelinjang.
Terus turun hingga bertemu tepat di depan dada Hera.
Semuanya bahkan semakin terasa tidak masuk akal ketika bibirnya mulai menyentuh, merasakan dan memasukan puncak dada Hera dalam mulutnya.
Hera menahan nafas, "Sean."
Tangannya reflek meremas bahu pria itu.
Sensasi yang Sean berikan membuatnya pusing dan nyaris kehilangan diri.
Hera menggigit bibir bawahnya keras, menahan desahan yang mati-matian ingin dia keluarkan.
"Ini salah," Hera tahu-tahu berbisik.. sisa kewarasannya berteriak menyadarkan.
Namun seperti tak berguna lagi, Sean justru semakin gencar menggodanya, memberikan sensasi gila lainnya yang tidak bisa Hera deskripsikan.
Pria itu melepaskan kecupannya, mengalihkan tugas itu pada tangannya, sementara dia menanjak, menghendus rahang Hera dengan nafas hangatnya.
Dia menyenderkan pipinya di pelipis Hera, mendorong dirinya pada tubuh wanita itu, tidak sadar bahwa hal itu justru membuat Hera dapat dengan jelas merasakan bukti gairah dan keinginannya yang begitu kuat.
"Mari salah bersama kalau begitu."
Sean menggeram, benar-benar kehilangan kewarasannnya.
Hera memundurkan wajahnya, menoleh pada Sean dengan tatapan tidak mengerti. Namun raut wajah pria itu terlalu banyak memiliki arti, dia hanya diam, menatap Hera dengan tatapan yang sama, menyimpan marah dan kekesalan yang besar... juga keinginan kuat yang tidak bisa dia tutup-tutupi.
Ego dalam kepala Hera mulai melunak, dia tidak akan berbohong saat mengatakan bahwa Sean adalah godaan yang bahkan tidak bisa dia hentikan.
Jadi untuk apa berpikir lagi?
Hera menarik jarinya pada pipi Sean, membawa wajah pria itu mendekat, kemudian memberikan ciuman lembut yang tidak sampai tiga detik kemudian berubah menjadi menuntut dan keras.
Sean menyambutnya dengan tergesah, seperti air ditengah kehausannya yang kronis, dia melepaskan celana dan kain terakhir yang menutupi dirinya.. lalu beralih menarik keluar celana dalam Hera dan membiarkan kulit mereka tidak memiliki penghalang apapun.
Hera menggigit bibir pria itu pelan, menarik atensinya.
Tangannya naik mengusap rahang Sean, lalu turun menuju tengkuknya, kemudian ketika Sean tiba-tiba mengusap dalam pahanya, dia meremas rambut pria itu gemas.
"Ungh," Hera mendesah untuk pertama kalinya, menggelitik Sean dan juga gairah yang masih terbakar dalam tubuhnya.
Sean menggenggam pinggul Hera, mempertemukan inti mereka dengan perlahan, masih sedikit tergesah setelah melepaskan ciuman mereka.
Dia mendorong tubuhnya pada Hera, lalu membuat realitas seperti baru saja mereka matikan.
"Brengsek!" Sean menggeram.
Mendorong tubuhnya lebih kuat dan membuat Hera reflek berteriak, mendongakan kepala menahan sensasi menyakitkan yang dengan cepat menyerangnya.
"Sean!"
Nafas mereka sama-sama memburu, Sean tidak berniat menunggu lama untuk memulai, dia sudah gila.. karena ketika Hera kembali menatapnya seolah mengizinkan, pergerakannya di mulai.
"Ah,"
Hera berdesis, sebelah tangan Sean menggoda dadanya lagi.
Sean bergerak cepat, keluar dan masuk dengan tempo yang sangat tidak masuk akal, membuat Hera bahkan tidak bisa memperdulikan apapun lagi.
"Sean," Hera menggigit bibir ketika pria itu kembali mengecup cekung lehernya.
Memberikan tandanya yang kesekian.
Sean lagi-lagi menggeram, jantungnya berpacu kuat seolah dia sedang dikejar waktu.
Rasa keinginannya tidak juga meredah.. raut wajah Hera, desahan pelan yang keluar dari mulut wanita itu, serta bibir merah wanita itu yang sedikit terbuka seolah ingin membuat Sean tenggelam dan semakin tidak sadarkan diri.
Ini gila.
Dia tau.
Tapi—sialan, Sean begitu menginginkan semua ini!
Sean kembali membungkam mulut Hera dengan ciuman, menelusupkan lidahnya dan menggoda wanita itu untuk terjebak bersama dengannya lagi... sementara dia tetap bergerak, cepat, panas, dan dengan tempo yang tidak beraturan.
Membuat Hera mulai berada di ujung kenikmatan ketika merasakan Sean yang semakin dan semakin membesar di dalam pusat tubuhnya.
"Sean, a-aku.." suaranya tercekat.
Pergerakan Sean semakin mendalam, menghujami Hera dengan begitu kuat karena dia juga mulai berada di ambang pertahananya.
Dia kembali menggenggam pinggul Hera, meremas pelan, mencoba mengalihan godaan gila itu.
"Bersama." desisnya, kemudian mendorong dengan kuat.
Seketika memberikan sensasi panas yang mendebarkan bagi mereka berdua, seolah mereka baru saja terlepas dari kegilaan yang sama-sama menjebak mereka.
***
Enjoy!
with love,
nambyull