Kamu Kamu (GXG)

By morinkk

214K 9.8K 609

Antara dua cewek. Yang satu your crush yang satu your gf. Decision! Decision! More

Basa basi doeloe
Prolog
part 1 (chapter 1)
Part 2
Part 3
part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16 (chapter 2)
Part 17
Part 18
part 19
Part 20
part 21
part 22
part 23
part 24
part 25
Part 26
Part 28
Part 29 (chapter 3)
part 30
Part 31
Part 32
part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
part 39
part 40
Part 41
part 42
part 43
part 44

Part 27

3.1K 137 1
By morinkk

Adel pov

Setelah makan siang sama windi gue masuk ke dalam ruangan, padahal masih belum jam 1. Melepas shawl karena gerah kemudian mengecek berkas dan beberapa laporan. Setelah lumayan lama berkutat dengan kertas2, Alex masuk tanpa ketuk pintu. Biarin, dia mah ayam bukan orang. Maklum.

Dia datang dengan laptopnya untuk membicarakan schedule bulan ini. rapat, meeting dengan mitra kerja dan undangan seminar di universitas. Belum lagi permintaan pertemuan tambahan dari investor maupun undangan konferensi, sedangkan undangan pesta pertemuan antar pengusaha di luar tanggung jawab perusahaan. Padat memang. Padat schedule, padat otak. Puyeng.

"Widihhhhhh! Pantesan lu make shawl, ternyata eh ternyata ada bekas cupang! Gokil gokilllll!!!" matanya melotot ke arah leher gue dengan senyum yang serem. Sedangkan gue cuek aja.

"Si windi juga sama ya? Hehe cerita dong! Dimana kalian? Hot gak dia? Kuat berapa ronde? Gaya apa aja? Desahannya seksi gak?" rentetan pertanyaan bodoh keluar dari mulutnya.

"Kepo dah lu!" gue nyengir2 gak jelas. Malu sama Alex. 😅

"Iya deh iya. Eh make bawang putih aja tuh leher."

"Enggak, sengaja biar lama hehe." gue ambil ponsel dan selfie dengan memperlihatkan warna merah di leher.

"Wkwkwk buset mau di upload?" tanyanya girang.

"Ya enggak lah! Udah lah kita kerja lagi, jadi gimana schedulenya?"

Dalam hitungan menit pikiran kita udah kembali ke pekerjaan. Tak lama kami berbicara dan dirasa udah jelas hasilnya, Alex kembali ke mejanya. menggoda gue ketika pantatnya sudah terangkat dari kursi.

Saat jam kerja berakhir, gue nunggu windi di depan kantor tapi tuh anak lama banget gak muncul2. Gue wa gak jawab2. Apa iya lagi lembur? Apa lagi maen sama temen2nya? Daripada bete mending gue beli bunga mawar ah.

Dengan buru2 gue menemukan penjual bunga dan kembali ke kantor. Ditaruh bunganya di atas kursi, pas dia masuk eh liat bunga hehehe. Sama hal yang gue lakukan sebelum2nya.

Saat kantor sepi, windi datang. Kita basa basi sebentar dan gue ajak dia masuk ke dalam mobil tapi yang ada dia diem aja. Curiga akan tingkahnya, gue tanya dan sungguh di luar dugaan. Gak ada angin, gak ada ujan, gak ada pengemis muda, tetiba windi nembak gue...? 😯

Siapa yang gak seneng orang yang ditaksir nembak kita?

Kenapa buru2 neng? Padahal gue nunggu waktu yang terbaik buat ngomongin ini. Tapi gak papa deh, kadung seneng gue. Semua yang ada di pikiran gue tak terucapkan, yang ada cuma tersenyum yang gue lakukan. Damai banget hati. Tapi senyuman gue sirna kala liat mary berdiri tepat dibelakang windi. Pandangan mary menusuk hati gue, meluluhkan hati yang ingin merima permintaan windi.

Sadar akan permintaan windi yang gak bisa gue kabulkan, mary menyusup masuk ke dalam kantor. Dan lagi lagi di luar dugaan. Ada apa dengan gue? Gue malah ngasih duit dan nyuruh windi pulang naik taksi. Jelas terlihat matanya berkaca2 meskipun hari sudah malam.

Gue teriak2 usai di dalam mobil sambil nyetir. Gue gak habis pikir. Tinggal selangkah lagi dan dia dengan mudahnya menggagalkan, menghancurkan harapan gue. Menampar seakan menyadarkan bahwa semua itu hanyalah angan2 semata. Dua kali gue jatuh cinta, apakah dua kali juga gue gagal? Tina, windi pun sama? 😫

"Aaarrrgghhhhh!!!! Bangsattttt!!!!"

"Kenapa harus ada lu di saat momen penting kek tadi? Kenapaaa? Gue gak bisa jadian sama windi di depan mata lu mary! Gak bisa!"

Sakit hati bila mengingat kejadian tadi. Windi pasti kecewa dan marah sama gue. Dia pasti menganggap serta memposisikan gue sebagai orang paling tegak sejagat raya sekaligus menyandang gelar musuh barunya. Dia pasti benci sama gue. Gue juga! Kenapa gue tegak? Bisa kan gue tolak dan anterin dia pulang? Kenapa nyuruh dia pulang sendiri? Jangan kan windi, gue juga kecewa sama diri gue sendiri.

Dengan perlahan gue tatap bunga yang masih tergeletak di samping. Harusnya sekarang dia udah memegang benda yang indah itu dengan senyum di bibirnya. Tak terasa pipi ini sudah basah berlinang air mata. Menyesal dengan apa yang gue lakukan ke windi.

"Maaf sayang 😦"

"No, bahkan gue gak pantes manggil lu sayang."

Setelah sampai dirumah, gue segera chat windi. Gak peduli dibilang muka tebel gak tau diri. Gue chat bukan buat minta maap doang karena udah pasti dia gak maapin gue untuk waktu yang dekat, gue cuma pengen memastikan kalo dia udah nyampe kostnya dengan selamat.

"Udah nyampe belum windi? Maap tadi kalo gak sopan."

Lama nunggu akhirnya windi bales chat juga meskipun cuma bales satu kata. "iya".

***

Pandangan Alex tajam memandang gue. Meskipun dia gak ngasih tau apa yang ingin dibicarakan, kalo boleh menebak gue tau apa yang ingin dibicarakan. Mengingat ekspresi wajahnya yang serius dan pilihan cafe ini sebagai tempat pembicaraan kami. Kami berada di sebuah ruangan dengan 1 meja yang menengahi kami.

"Cerita! Kenapa kalian jadian!" tanya Alex tegas.

Gue bingung harus jawab apa. Gue bingung harus menggunakan kata apa aja yang tepat untuk membuat Alex mengerti. Benar2 yang gue lakukan salah besar. Tapi gue gak berdaya.

"Lagi, kenapa lu sama mary jadian?" pertanyaannya membungkam gue.

Gue ambil gelas yang berisi es teh berharap itu dapat menolong. Alex menahan gelasnya dan meletakan kembali ke atas meja. Dia bener2 maksa untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Ini sulit, lebih sulit dari mengerjakan ujian nasional di kursi paling depan.

"Lu naksir windi, gue naksir mary. Kenapa lu begitu? Windi nembak lu, justru lu malah nolak dan jadian sama mary. Maksud lu apa?" 

"Kok tau?" akhirnya kata itu yang terucap setelah lama berdiam. "Oh ya, pasti tau dari mary." sambung gue setelah menyadarinya.

"Gue... Gue terpaksa." ngaku juga ujungnya.

"Terpaksa? Jelasin kaya dongeng!" tukasnya kuat seperti perintah komandan militer berkumis baplang.

"Waktu gue masih deket banget sama mary... Gue pernah ajak dia...ke...rumah ortu gue." dengan hati2 gue mengatakan itu. Dia menunggu kelanjutan cerita gue dengan sabar tapi tatapannya masih tajam.

"Ceroboh emang, karena gue dulu ngerasa cocok sama dia dan...iya gitu." gue gak tega lanjutin kalimat, mengingat perasaannya pada mary. Nada kalimat terakhirnya melemah.

"Dia dan orang tua gue langsung deket pas pertama kali ketemu. Tentu gue kenalin dia sebagai temen, emang waktu itu juga gue masih temenan sama dia. Kan gue sama mary belom pernah jadian. Ya, dia tau rumah gue dan..." kalimat yang belum terselesaikan terpotong oleh pertanyannya.

"Kalian nginep? Kalian sekamar? Kalian tidur bareng?" setiap pertanyaannya gue kasih anggukan dengan cepat sesuai ritme pertanyannya.

"Tapi kami gak ngapa2in meskipun tidur bareng. Boleh lanjut ceritanya?" kali ini Alex yang menganggukan kepala.

"Jadi... Setiap gue mau jadian sama siapapun, dia ngacem gue. Ancamannya kuat. Gue bener2 gak bisa dan gak berani menentangnya. Ancamannya adalah kalo gue sampe berkhianat dan pacaran sama orang lain, dia bakal ngadu ke orang tua gue kalo gue...gue...gue belok."

"Dan lu percaya?" Alex bertanya dengan halisnya yang diangkat sebelah, senyumnya mengembang separuh. Jelas terlihat dia lagi ngejek dan merendahkan gue bahwa di otaknya gue gampang dikibulin.

"Awalnya enggak, sampai suatu hari emak gue nelpon...video call. Membingungkan, emak gue bisa caranya video call. Ya, dia melakukannya dengan bantuan seseorang...tepat di sampingnya ada mary. Dia bertamu ke rumah ortu gue tanpa bilang2."

Alex maupun gue diam. Ruangan ini mendadak sunyi. Di antara kami tak ada yang memulai bersuara lagi. Malah gue memohon ada lalat yang membuat kegaduhan kala ia terbang. Gue butuh suara saat ini. Ruangan ini layaknya ruangan eksekusi mati. Begitu mencekam

"Lu gak marah kan? Gue minta maap." kata2 itu diucapkan setulus mungkin dari dalam hati. Alex merasakannya. Alex tersenyum dan memegang tangan gue yang tergeletak di atas meja. Kini ekspresinya lebih santai gak kaya tadi. Itu pertanda bahwa ia percaya apa yang gue ceritakan. Itu bagus.

"Kecewa tapi gak marah. Kita sahabat. Ingat! Janji kita, gak ada yang dapat memisahkan persahabatan kita sekalipun harta, tahta dan wanita. Gak lupa kan?" di ujung perkataannya Alex tersenyum, membuat gue lebih tenang.

"Jangan panggil gue sahabat kalo gue masih judge lu di saat lu mengakui kesalahan, minta maaf dan berusaha memperbaiki keadaan. Hanya sahabat gadungan yang melakukannya." perkataan Alex begitu manis di telinga.

"Semua orang di dunia ini iri karena gak punya sahabat sehebat sahabat gue." pujian ini akhirnya membuat Alex kegeeran.

Setelah mendengar alasan kenapa gue memutuskan menjalin hubungan dengan mary, kami pulang dan mencari jalan keluar. Bagaimanapun juga gue menginginkan windi, begitupun Alex menginginkan mary. Kami mencari rencana agar hubungan gue sama mary putus dan kami jadian sama orang yang kami inginkan. Rencana itu kami pikirkan di lain waktu.

Windi... Windi... Windi...

Malam malam berlalu menyiksa tanpa mendengar suaranya lewat telpon, hari hari berlalu membosankan tanpa dia di, begitupun bibir ini berlalu mematung tanpa senyum karenanya.

Kenapa nyali gue ciut lagi kaya jaman dulu? Gengsian.

Makin sedih. Mana waktu magangnya mau udahan lagi. Tinggal menghitung hari, tak ada nama windi di kantor. Ada sih yang namanya windi, tapi itu udah tua udah ubanan malah punya cucu 2. Windi gue mah cantik, masih unyu, tapi lagi benci gue. Sedangkan windi yang tua mah enggak. Tapi tetep mending windi yang muda ah gak papa.

Tiba2 ada lengan yang melingkar di leher dari belakang. Hal itu cukup membuat gue kaget dan tersentak terperanjat begitu menyadari ada tangan asing yang bergelayut. Tawa kecil terdengar lembut. Mary bener2 menganggu.

"Ngapain sih di sini? Gak tau jam apa? sekarang lagi kerja."

"Kerja apaan? Bengong!" dia benar, sedari tadi gue bengong. Bengong mikirin nasib gue sama windi.

Karena kesal masih juga tangannya gak mau lepas dari leher gue singkirkan tangnnya dengan kasar, terdengar erangan kecil keluar dari mulutnya. Mungkin kesakitan, ah, gue gak peduli. Selagi gue gak sama yang lain, dia gak akan marah sama tindakan gue. Sekasar apapun itu.

"Kamu tuh ih!" dia duduk di kursi tamu yang terpisah agak jauh dari meja gue.

Loh! Dia bukan mary toh! Jadi yang tadi bergelayutan di pundak gue dari belakang adalah windi? Dia gak marah lagi? Cepet banget maapin gue nya? Tumbenan dia agresif? Sesara ada sosok mary di dalam tubuhnya. Saking kanmgetnya mata ini melebar dan senyum canggung. Mendekatinya lalu duduk di sampingnya, tersenyum tak menyangka.

"Maapin ya? Kejadian itu bener2 di luar kendali." dia mengangguk sambil tersenyum "Gak papa" jawabnya.

Gue tatap matanya dalam2. Mengunci kedua rahangnya okeh kedua tangan gue sambil jempol salah satu mengusap pipinya dengan lembut. Senyuman tak henti hentinya luntur dari bibir ini. Bener2 tak bisa dipercaya. Apalagi saat windi mendekatkan wajahnya ke wajah gue. Mata kita tertutup saat jarak wajah kita sudah semakin dekat.

Muach 😘😚

Tak ada lumatan, tak ada lidah, hanya kecupan. Itu gue lakukan sebagai permintaan maap, berharap windi memaafkan gue dan hubungan kita kembali menghangat.

Kala wajah kita saling menjauh dan mata kita saling terbuka, betapa kagetnya gue yang dihadapan gue adalah mary. Hah? Tadi windi kok sekarang mary? Gue kucek mata berharap dia bener2 windi, tapi sayang sosok itu menjelma menjadi mary sampai gue menyerah dan yakin bahwa dia adalah mery.

Aneh juga sih kalo di adalah windi. Masa tiba2 dia datang ke ruangan gue, manja di pundak dengan melingkarkan lengannya di leher gue, berujung dengan ciuman. Mustahil terjadi.

"Kamu kenapa sayang? Lagi sedih?" baiknya pelan, tangannya memegang pipi gue.

"aku kerja ya?" semoga dia mengerti kalo gue lagi ngusir dia dengan halus.

"aku gak denger" jawabnya dengan gestur manja, matanya menengok ke atas sambil ke dua tangannya meremas satu telapak tangan gue.

"AKU KERJA DULU YA?" kali ini lebih kencang.

"Gak denger, gak ada kata sayangnya." dia pura2 ngambek juga pura2 budek. Budek beneran mampus lu! Biar gue ada alesan kuat buat nyuruh lu enyah dari hidup gue.

Dengan malas dan sebisa mungkin meskipun agak geli untuk diucapkan, kalo sama windi sih tanpa disuruh udah bilang sayang. Emang beneran sayang kok.

"Iya...aku kerja dulu ya...sayang"

Mary nampak sumringah dipanggil sayang seolah pertama kali kata sayang gue ucapkan ke mary. Emang iya gitu? Perasaan pernah deh bilang sayang ke dia, eh apa belum pernah? Ah lupa. Kalo windi sih sering hehe. Ingat, manggil sayang ke windi emang beneran gue sayang. Manggilnya juga ikhlas dari hati kok, enggak paksaan kaya mary barusan. Udah percis anak SD dihukum aja.

"Nah gitu dong sayang, kan kita pacaran." katanya sambil meluk2 segala. Untung wangi dan cakep, kalo enggak udah gue dorong gue seret kaya karung ke luar ruangan.

"Kiss nya mana?" mary lagi2 bikin gue senewen.

"Tadi kan udah!" niat banget mancing emosi.

"Tadi kan di bibir, sekarang pipinya belum." bibirnya diimut2in, matanya dikedip2in kaya barongsai. Biar cepet turutin aja dah. 😡

Muach

"Yang satunya lagi!"

Muach

"Keningnya? Keningnya?"

"Bodo ah!" gue berdiri dan menghampiri meja buat lanjutin kerja. Tak lama mary keluar. Gue bisa kerja dengan tenang. Btw makasih juga, kalo gak ada mary, mungkin gue masih melamun dan kerjaan terbengkalai. 

Kerja terussss hingga saatnya melihat jam 11;30,  sebentar lagi waktunya istirahat. Merapihkan kertas2 dan map di atas meja yang berserakan. Udah dirapihkan tapi masih berantakan. Tau gak jelas banget sih.

Pantat ini enggan untuk menjauh dari kursi. Kepala mendongak ke atas sambil memejamkan mata dengan menyenderkan punggung ke senderan kursi. Bayangan windi terbersit.

Bener2 dah, lusa adalah hari terakhir windi magang. Tak lama dia akan meninggalkan kantor dan harus balik lagi ke kampusnya, sedangkan hubungan kami masih dalam perselisihan. Niat gue pas malam minggu melakukan dan menikmati surga dunia itu adalah sebagai kenangan sebelum melepasnya kembali. Ya, meskipun pertemuan terakhir sulit untuk di lakukan nanti lusa, setidaknya ada hal yang aku ingat darinya. Gue punya kenangan bersamanya.

Segera ke dua kaki ini melangkah ke lantai divisi di mana di sana ada windi. Modus ceritanya. Setelah berada di lantai yang dituju, dengan mantap gue menghampiri meja pak Aris yang terpisah dari kumpulan meja bawahannya. Pak Aris adalah manager sekaligus penanggung jawab anak2 magang dari universitas windi selama mereka masih bekerja dan belajar di sini.

"Pak! Apa kabar?"

"Wahh baik Bu, apa kabar? What can I do for you?"

"Baik makasih. Ada rencana makan siang di mana? Saya ngajak pak Aris makan bareng di kantin keberatan gak? Ada hal yang saya bicarakan." terlihat raut wajahnya yang sedikit ketakutan namun ia sembunyikan itu membuat gue sedikit iba.

Lantas pak Aris menjawab ajakan gue dengan ditambah bumbu kalimat entah apa gue gak peduli. Mau ngomongin kakeknya yang punya banyak koleksi batu akik, mau anaknya yang abis juara lomba futsal, mau ngomong kalo sistem tata surya juga gue gak peduli karena omongannya gak penting cuma basa basi biar sopan aja kali ya. Di saat dia berbicara, sesekali mata gue mencari sosok windi. Tak membutuhkan waktu lama, windi sudah berada dalam jangkauan mata. Tapi tololnya dia gak menyadari keberadaan gue dan masih sibuk dengan laptopnya. Tolol sama fokus adalah sesuatu yang berbeda, tapi sekarang di mata gue itu sama kalo objeknya adalah windi.

"YA UDAH PAK! SAYA DULUAN KE BAWAH YA PAK?"

Gue sengaja digedein volume suaranya biar dia kedengaran dan tau kalo gue ada loh di sini. Ya... Bisa disebut caper lahh. Pak Aris hanya senyum2 merasa ada udang di balik batu. Sekali lagi, gak peduli, dont care, paduli teing, orang urus, bodo amat.

Saat gue menuju lift, coba lirik windi. Sesekali gue merasa windi juga lirik gue tapi gak berani lebih lama kaya gue. Yaudah bodo ahhh.

Gak lama menunggu pak Aris. Di hadapan kami ada makan siang. Ambil makan gue buka pembicaraan.

"Saya minta tolong, untuk anak magang seluruh tanggung jawab bapak kasih nilai yang bagus ya? Kalo perlu A semua. Wkwkwk" pak Aris ikutan tertawa.

"Iya Bu, saya pernah mendapat pesan yang sama sebelumnya."

"Cuma ngingetin." kata gue. Pak Aris kembali kepalanya mengangguk dan mulutnya mengunyah.

Hari terasa cepat berlalu. 2 hari serasa 2 jam. Windi benar2 meninggalkan kota, kantor dan orang ini. Gue. Entah menyakitkan menerima kenyataan bahwa windi akan meninggalkan gue.

***

Windi pov

Mata kami terbelalak sesekali mengerjap diiringi beberapa diantara kami mulutnya sedikit menganga. Gimana enggak, kami semua kaget saat mengetahui nilai magang kami begitu mengejutkan! Hampir semua kami diberi nilai A dan hanya 2 yang dikasih B. Ini bener2 gokil. Memang kinerja kami dilakukan dengan maksimal tapi tetep aja nilainya bikin anak magang siapa aja jantungan.

Setelah kembali ke kampus, kami masing2 saling menanyai nilai magang. Dan memang nilai gue dan temen2 gue sangat membanggakan. Pak Aris sebagai pembimbing kamu sungguh baik hati. Dia mengajar kami dalam dunia kerja yang bener2 nyata juga deretan nilai yang lumayan bikin kami sombong sama temen2 yang magang ditempat lain.

"Btw dia lagi apa ya? Masih kerja gak ya dia?"

Petikan gitar terdengar, gue sendiri yang memainkannya duduk di teras depan rumah. Entah lagu apa yang gue mainkan, hanya nada tanpa lirik. Terbuai dalam nikmatnya nilai A, hembusan angin malam menghampiri bersama kenangan kak Adel. Petikan gitar ini menambah suara dan ikut mendorong pikiran gue untuk memikirkan kak Adel.

Kalo dipikir2 untuk apa gue memikirkan pacar orang? Pacar yang baru jadian pula. Pdkt sama siapa, pacaran sama siapa.

Tak sadar gitar yang dipetik ini menghasilkan nada gitar Megan tainor yang berjudul just a friend to you. Lirik lagu mulai terucap seiring ketukan nada. Semakin mendukung suasana kalo gue lagi galau. Ini lagu gue banget :((((

















Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 248K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
189K 7.7K 27
Apa yang kamu lakukan ketika suamimu masih mencintai mantan kekasihnya? khusus pembaca dewasa dan mengandung plot twist. tokoh akan tegas pada waktu...
330K 31.3K 26
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
593K 7.5K 29
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...