Just You (Bradley Simpson)

By itscutieoreo

5.1K 556 73

[Written in bahasa] All I have just you More

PROLOGUE
CHAPTER 1 - See You in New York
CHAPTER 2 - Say Goodbye
CHAPTER 3 - Arrived
CHAPTER 4 - Not as Sweet as You Are
CHAPTER 5 - Just a Lucky Girl
CHAPTER 6 - Stranger Man
CHAPTER 7 - Don't Leave Me Again
CHAPTER 8 - I Won
CHAPTER 9 - May I Have Your Eyes?
CHAPTER 10 - I'll Begin My Game
CHAPTER 11 - Hurt, But That's Okay
CHAPTER 12 - He Said I'm Beautiful
CHAPTER 13 - Night Talk
CHAPTER 14 - Who Are You?
CHAPTER 15 - Lies
CHAPTER 16 - Forgive Me
CHAPTER 18 - The Same Feeling
CHAPTER 19 - Cupcake
CHAPTER 20 - Kiss and Tell
CHAPTER 21 - Threats Haunt Me
CHAPTER 22 - Threats Haunt Me (2)
CHAPTER 23 - Bad Day
CHAPTER 24 - When You Ignore Me
CHAPTER 25 - Coming Home
CHAPTER 26 - Ask You in 443 ft
CHAPTER 27 - Jealousy
CHAPTER 28 - Desire
CHAPTER 29 - This is Insane
CHAPTER 30 - Fucked Up
CHAPTER 31 - Kindest Person
CHAPTER 32 - Appreciate
CHAPTER 33 - This Silence
CHAPTER 34 - Voices
CHAPTER 35 - Cruel
CHAPTER 36 - By Your Side
CHAPTER 37 - Puzzle
CHAPTER 38 - Violet
CHAPTER 39 - Hometown
CHAPTER 40 - Unconditionally

CHAPTER 17 - Fear

107 13 1
By itscutieoreo

Perlahan aku membuka mataku setelah kurasakan sebuah tangan mengusap lembut rambutku. Mengerjapkan mataku beberapa kali, aku melihat sekelilingku, ini bukan kamarku. Dimana aku?

Aku menoleh ke sampingku, aku mendapati Brad yang tengah duduk tepat di samping ranjang yang sedang kutiduri. Brad memandangiku dengan senyumannya yang mengembang.

"Hei, syukurlah kau sudah sadar" Kalimat itu terucap dari mulutnya.

Aku mengerutkan dahiku bingung. Aku bersumpah, aku tidak tahu, sedang berada dimana aku sekarang dan hal apa yang baru saja terjadi padaku.

"Aku sedang berada dimana Brad?"

Brad kembali tersenyum lalu mengusap lembut rambutku.

"Kau sedang berada di rumah sakit Summer, kau pingsan siang tadi" Ujarnya.

Seketika aku teringat akan hal terakhir yang baru saja terjadi padaku. Ya, aku sedang marah pada Brad, sakit kepala kembali menyerangku, dan semuanya menjadi gelap setelah itu.

Aku kembali memejamkan mataku dan kembali membukanya dalam hitungan detik.

"Apa kepalamu kembali terasa sakit?" Tanyanya dengan raut wajahnya yang terlihat panik.

Aku menggeleng dengan lemah. Seketika ia terlihat menghela nafas lega.

Detik itu pula pintu kamar ini terbuka dan aku melihat seorang dokter wanita beserta satu perawatnya yang juga wanita berjalan menghampiriku. Senyuman ramah terukir di wajah dokter paruh baya tersebut.

"Hello, kau sudah sadar rupanya" Ucapnya dengan begitu ramah. "Oke, biar kuperiksa terlebih dahulu kondisimu"

Sarah, begitu nama dokter yang kulihat pada name tag nya, mulai memeriksaku dengan stetoskopnya, memeriksa mataku dengan senter kecilnya lalu berakhir dengan mengecek selang infus yang menempel pada tanganku.

"Apa kepalamu masih terasa sakit?" Tanya Sarah padaku. Aku hanya menggeleng sebagai responku. Sarah kembali tersenyum padaku.

"Kondisimu sudah lebih baik daripada tadi. Kurasa karena kekasihmu yang sedari tadi terus menemanimu hingga kau sadar" Ujar Sarah seraya tersenyum jahil padaku dan juga Brad lalu Sarah mulai menuliskan sesuatu pada papan yang sedang ia genggam.

Kekasih? Oh yang benar saja. Gadis batinku seketika menertawaiku. Benarkah sedari tadi Brad menemaniku disini?

"Karena kondisimu sudah cukup membaik, malam ini juga kau sudah diperbolehkan untuk pulang" Mendengar hal tersebut seketika aku menghela nafas lega. Demi apapun, aku sangat membenci rumah sakit.

"Aku mengingatkanmu untuk istirahat yang cukup dan yang terpenting adalah jangan pernah melewatkan sarapanmu. Brad kuharap kau untuk selalu mengingatkannya dalam hal ini" Ujar Sarah.

Aku melirik pada Brad yang masih berdiri di samping ranjangku. Kulihat ia mengangguk dengan mantap.

"Ya tentu saja, terima kasih banyak Sarah" Jawab Brad.

Sarah kembali tersenyum dan berangsur pamit pada kami.

"Summer apa kau tak apa jika kutinggal sebentar? Aku perlu mengurus admistrasi dahulu" Tanya Brad.

Aku menoleh kearahnya. "Ya" Jawabku singkat seraya mengangguk padanya.

"Aku tak akan lama, aku berjanji untuk segera kembali" Aku meresponnya hanya dengan senyuman simpulku. Sedetik kemudian ia melenggang keluar dari kamarku.

***

Seperti apa kata dokter tadi, ya malam ini aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Well walaupun saat ini aku masih terbaring di kasurku tapi setidaknya aku sudah keluar dari rumah sakit.

Tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka dan nampaklah Brad yang tengah berjalan memghampiriku dengan nampan yang berada di tangannya.

"Makan malammu Summer" Ucapnya dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

Aku bangkit dari posisi tidurku lalu duduk dengan pungunggku yang kusandarkan pada headboard.

"Ini, aku membelikan sup untukmu, makanlah" Brad menyodorkan semangkuk sup padaku.

Aku heran kenapa Brad masih peduli kepadaku di samping sikapku tadi yang kurasa cukup menyebalkan baginya. Seharusnya ia membenciku. Dan tak sepantasnya aku mendapat perhatian penuh darinya. Kau bukan siapa-siapanya Summer, kau hanya sebatas sahabat. Ya, itupun jika ia masih menganggapnya.

"Apa perlu aku suapi?" Tiba-tiba saja suaranya membuyarkan lamunanku.

"Uh-- tidak, tidak perlu. Aku bisa sendiri" Aku menerima semangkuk sup yang Brad sodorkan padaku lalu mulai menyendokkannya dan menyuapkan pada mulutku sedikit demi sedikit.

Kali ini aku sedikit membutuhkan waktu cukup lama untuk menghabiskan semangkuk sup ini. Biasanya aku hanya membutuhkan kira-kira 10 menit untuk menghabiskan semangkuk sup. Kurasa ini efek dari tubuhku yang belum sepenuhnya sembuh total. Lidahku masih terasa pahit sehingga nafsu makanku sedikit berkurang.

"Alright, sekarang waktunya kau minum obatmu" Ujar Brad yang kini gilirannya menyodorkan dua buah pil obat padaku. Oh ya Tuhan, aku sangat membenci benda yang satu ini.

Dengan terpaksa aku menerimanya dan mulai menelannya dengan segelas air putih. Aku bernafas lega ketika kedua benda tersebut sudah tertelan di perutku.

"Brad" Panggilku dengan suara yang masih lemah.

"Ya? Ada apa Summer? Kau membutuhkan sesuatu?"

Aku menggeleng lalu menatap mata coklatnya. "Kalau tidak, lalu apa?"

"Brad, kenapa kau masih peduli denganku?"

Ia mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu?"

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan perlahan dan mulai berbicara padanya.

"Kupikir kau akan membenciku disamping sikapku yang kurasa begitu menyebalkan bagimu. Aku begitu keras kepala dan egois sehingga sulit untuk memaafkanmu mengenai kejadian kemarin. Tak sepantasnya kau peduli padaku Brad, karena aku memang tak tahu diri" Aku menunduk setelah menyelesaikan kalimatku.

Tiba-tiba saja tangan Brad menarik kedua tanganku lalu mengenggamnya seraya meremasnya dengan lembut.

"Sejak dari awal ini memang kesalahkanku Summer. Kau yang sepantasnya membenciku. Jika sejak dari awal aku mengatakan yang sejujurnya mungkin hal ini tak akan terjadi pada kita Summer. Sebab itu aku mengerti mengapa kau begitu sulit untuk memaafkanku"

Aku menggeleng dengan pelan. "Aku tidak bisa membencimu Brad"

Sedetik kemudian Brad menarikku ke dalam pelukannya. "Aku tak tahu, terbuat dari apa hatimu itu Summer. Kau tak bisa membenciku setelah apa yang telah kulakukan padamu" Ucapnya di sela-sela pelukkannya.

Batinku tersenyum seraya aku membalas pelukkannya. "I forgive you Brad" Ucapku lirih.

Aku mendengar Brad menghembuskan nafas lega lalu ia semakin mempererat pelukkannya. "Terima kasih Summer, aku benci ketika kita sedang bertengkar"

"Itu tak akan terulang, but promise me"

"What?" Aku beralih untuk melepas pelukkannya lalu ia menatap mataku dengan lekat-lekat.

"Aku ingin kau terbuka padaku begitupun denganku, aku ingin kita seperti dulu Brad"

Brad kembali menarik kedua tanganku dan menggengamnya. "I promise Summer. Kita tak pernah berubah, kita tetap yang dahulu"

Aku tersenyum lega mendengar ucapan Brad. Sama halnya seperti Brad, aku juga membenci ketika kami sedang bertengkar.

***

Mulutku terbungkam kedua tangan dan kakiku terikat kuat, tak ada yang bisa kulakukan selain berdoa akan keajaiban Tuhan untuk mengeluarkanku dari tempat mengerikan ini.

Aku sudah tak sanggup lagi untuk melihat pria di depanku yang sama-sama bernasib malang sepertiku. Wajahnya penuh dengan luka lebam dan beberapa luka robek di wajahnya. Hatiku terasa seolah teriris-iris melihatnya menahan kesakitan yang ia terima. Demi Tuhan, aku tak sanggup melihatmu lagi Brad.

Seorang pria bertopeng kembali melayangkan pukulan ke wajah Brad. Tubuh Brad sangat lemah, tak ada yang bisa ia lakukan selain membiarkan pria bertopeng itu berulang kali menghajarnya.

Aku berulang kali memekik tapi sama sekali tak berguna. Mulutku terbungkam dengan sebuah kain. Air mataku sudah tak terbendung lagi. Pria bertopeng itu tak henti-hentinya menghajar Brad sedangkan pistol sudah teracung di kepala kita masing-masing.

"Salah satu diantara kalian harus mati" Ujar pria bertopeng dengan tawa mengerikannya. Pria bertopeng itu mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk melepas kain yang menyumpal mulutku dan juga Brad.

"Tembak aku" Ucap Brad begitu kain yang menyumpalnya terlepas dari mulutnya.

"Tidak...." Pekikku. Seketika tawa pria bertopeng itu semakin terdengar kencang. Sedangkan Tristan sudah siap untuk menari pelatuk pada pistolnya yang ia arahkan pada kepala Brad.

"Tidak Summer, masih banyak orang-orang di sekelilingmu yang masih mencintaimu Summer, sedangkan aku, aku sudah tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini. Kedua orang tuaku sudah lebih dulu meninggalkanku. Aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi Summer. Hanya kau satu-satunya yang kumiliki di dunia ini. Jadi kumohon dengarkan aku untuk yang terakhir kalinya" Air mataku sudah tak terbendung lagi. Aku sudah tak tahan lagi mendengarnya.

Aku menggeleng dengan lemah sedangkan air mataku sudah mengalir dengan deras. "Summer dengarkan aku, keluarlah dari sini setelah itu aku ingin melihat senyuman bahagiamu itu. Tapi kali ini aku akan melihatnya dari tempat yang berbeda dan mungkin kau tidak tahu jika aku sedang melihatmu. Percayalah, aku akan tetap selalu di sisimu mungkin kau tak bisa melihatku tapi kau bisa merasakkannya" Tangisku semakin deras mendengarnya.

"Aku tak suka membuang-buang waktu" Sentak pria bertopeng tersebut. "Tristan" Pria bertopeng itu mengisyaratkan pada Tristan.

Detik itu pula suara tembakan seketika langsung menggema di seluruh ruangan ini. Telingaku seolah mati rasa karena suara tembakan itu seketika mendengung di telingaku. Tristan telah menarik pelatuknya. Tubuh Brad terjatuh dengan seketika. Aku memekik sekencang-kencangnya.

"Brad....." Teriakku tetapi terdengar begitu lemah.

Tubuhku lemas, kedua bahuku merosot. Aku terjatuh karena lututku seolah tak bisa menahan tubuhku lagi. Tangisku semakin menjadi-jadi.

Detik itu pula tiba-tiba tubuhku tersentak. Mengerjapkan mataku beberapa kali, aku melihat ke sekelilingku. Ini kamarku. Aku menghela nafas lega. Oh aku benci mimpi buruk.

Aku merasakan sesuatu basah mengalir di wajahku. Ya Tuhan aku benar-benar menangis. Melirik pada jam dinding, pukul 1 a.m.

Dengan segera aku menyibahkan selimutku lalu turun dari ranjangku. Memutar knop pintu, aku berjalan keluar kamarku.

Aku melirik ke pintu kamar milik Brad. Tertutup rapat. Apa dia sudah tidur? Sedetik kemudian aku berjalan menuju ke kamarnya dan dengan perasaan sedikit ragu, aku memutar knopnya lalu membuka pintunya.

Aku mendapati Brad yang tengah duduk di kursi yang berada di balkon kamarnya. Ia menoleh kearahku ketika aku kembali menutup pintu kamarnya.

"Uh-- m-maafkan aku jika aku lancang" Ucapku.

Brad bangkit dari kursinya lalu berjalan menghampiriku dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

"Tak apa Summer. ada apa? kenapa kau belum juga tidur? Kau butuh tidur yang cukup Summer"

"Nightmare"

"Oh Summer, kemarilah" Ia menarikku ke dalam pelukkannya lalu mengusap rambutku dengan lembut selama beberapa saat. "Sudah merasa lebih baik?"

Aku hanya mengangguk. "Sekarang ceritakan padaku, apa yang terjadi dalam mimpimu"

Aku menggeleng. "Tidak, aku takut Brad" jawabku lirih.

Brad melepas pelukkannya lalu kedua tangannya menangkup wajahku yang membuat tatapan kami saling bertemu. "It's okay cutie, it's just a dream. Now tell me"

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Kau meninggalkanku Brad. Pria bertopeng tak habis-habisnya menghajarmu lalu Tristan menembakmu. A-aku takut Brad, aku takut kau pergi meninggalkanku" Aku mulai terisak disitu, mimpi itu seolah benar-benar terjadi padaku.

"Sshhh, hei itu hanya mimpi, kau tak perlu takut. Itu tak akan pernah terjadi pada kita, trust me" Ujarnya seraya menghapus air mata yang sudah mengalir di pipiku.

Aku mendongak lalu menatap matanya, ia tak ada hentinya tersenyum padaku yang entah mengapa sedikit membuat pikiranku lebih tenang.

Tapi aku sedikit menyimpan sebuah pertanyaan. Siapa pria bertopeng itu? Dan hal mengerikan itu. Apa Tristan merencanakan sesuatu yang buruk pada Brad?

"Brad"

"Ya?"

"Apa yang sebenarnya Tristan inginkan darimu?"

To be continue...

Jangan lupa setelah baca kasih aku vote dan klo bisa comment juga yaa :)) Asal kalian tahu aku dpt satu comment dari kalian aja udh seneng bgt heheh

Thanks xx

Continue Reading

You'll Also Like

982K 9.8K 19
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!🔞 YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...
59.3K 6.6K 55
Chris adalah seorang duda yang memiliki empat anak,anak nakal yang selalu sulit diurus semenjak cerai dengan istri. suatu saat ia bertemu dengan hyun...
208K 22.4K 25
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
179K 18.5K 40
Seorang ibu yang kehilangan anak semata wayang nya dan sangat rindu dengan panggilan "bunda" untuk dirinya Selengkapnya bisa kalian baca aja ya luuvv...