AKHIRNYAAAAA UPDATE JUGA SEKIAN ABAD. BARU DUA HARI GA LAMA SIH YA
LAMA GA SIH?? WKWKWKWK
SO SORRY GAESSS
1. GUE GAADA IDE
2. GUE BUTUH IDE
3. INTINYA MAH IDE
SOO ENJOYY
--------
Arabella POV
Aku sangat ketakutan saat Anna mengejar dari belakang. Tenaganya kuat sekali.
Dia menghancurkan beberapa barang di apartemen Jake dan membuatku seperti sedang syuting di film horror.
Aku tersandung saat tidak sadar sebuah meja berada di sampingku. Keadaan saat ini sedang gelap gulita.
Anna yang melihat kesempatan, dia memojokkanku.
Matanya penuh nafsu menatap leherku.
"Aku tidak pernah merasakan darah se wangi ini. Apa rasanya seenak Jake?" tanyanya.
Anna tersenyum senang dan menahanku agar tidak bergerak.
Aku terjebak karena saat ini Anna tengah menghimpitku. Aku tidak bisa kabur.
Taringnya keluar dan terlihat sangat runcing. Aku merinding ketakutan jadinya.
Dengan waktu yang sempit ini, aku memikirkan cara melarikan diri.
Sepertinya, harus ada pengalihan.
"Anna, Jake telanjang di belakangmu!"
Spontan Anna melihat ke belakang dan mencari keberadaan pria itu.
"MANA?!" teriaknya histeris.
Anna sedikit menjauhiku, dengan cepat aku berdiri dan menuju ke saklar lampu.
Aku menghidupkannya. Setelahnya aku bernapas lega.
Anna terlihat menyesuaikan matanya dengan cahaya. Taringnya kembali masuk dan dia memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Anna, kau tidak apa-apa?"
Kondisinya sangat mengenaskan dengan lumuran darah yang masih berada di sekitar bibir hingga dagunya.
"Aku tidak apa-apa, maaf menakutimu," ucapnya dengan sedih. Anna merasa sangat bersalah telah menakuti sahabatnya.
Dia masih terduduk di lantai dan menunduk dalam.
Sepertinya Anna tidak bisa mengontrol nafsu vampirnya. Ternyata ini kesulitan seorang half vampire.
Aku mendekatinya dan membawanya ke sofa. Dengan telaten aku membersihkan darah yang mengotorinya.
"Kau tidak takut padaku?" tanyanya ragu-ragu.
Aku dengan yakin menggeleng dan melihatnya dengan tulus. Anna tetap teman terbaik yang ku miliki.
Dia selalu ada di saat aku membutuhkan seseorang.
Lagipula ada kemungkinan Anna adalah kembaranku. Entah mengapa aku akan merasa sangat senang jika hal itu memang benar.
Dengan takut aku menyampaikan maksudku.
"Aku mau meminta darahmu," pintaku.
Anna terkejut dan menatapku tanda tanya. Akhirnya aku menceritakannya dari awal.
Anna terlihat mengangguk was was, sepertinya dia tidak yakin dengan apa yang ku sampaikan.
"Jadi kau punya kembaran yang memiliki darah sepertimu? Aku seperti pernah merasakannya," ucapnya ragu.
Aku menatapnya berharap. Namun, dia balas gelengan tidak yakin.
"Tapi aku lupa, aku sering memburu manusia saat malam hari. Sepertinya wangi darahmu familiar, hanya saja aku tidak mengingatnya."
Aku kecewa setelah mendengarnya.
Akhirnya aku memilih untuk meminum darahnya dulu. Siapa tau memang Anna kembaranku.
Untungnya Anna ingin membantuku dan menyetujuinya.
Ku berikan jarum yang selalu ku bawa kemana-mana. Aku menyimpannya jika sewaktu-waktu Jake menginginkan darahku.
Anna menusuk jarinya dengan jarum itu dan meringis kesakitan.
Setitik darah mengalir dari jari Anna, terlihat sangat kontras dengan kulitnya yang putih.
Anna memberikannya padaku dan dengan perasaan takut aku mengisapnya.
Aku mengerut tidak merasakan apa-apa, hanya amis yang sangat tidak enak. Refleks aku memuntahkannya.
"Kau bukan kembaranku," sadarku.
Anna menatapku kasihan setelah melihat ekspresi sedihku. Lagipula seharusnya aku sadar, fisik Anna sangat berbeda denganku. Dia blasteran, aku tidak.
Dan sifat kami pun berbeda.
Kali ini aku sangat yakin Evelyn adalah keluargaku.
-------
Aku tertunduk kecewa kembali ke apartemenku. Rasanya sangat hopeless menemukannya.
Tadi malam aku tidur berdua dengan Anna dan kami bercerita banyak hal. Lebih tepatnya tentang Jake.
Dia menceritakan segalanya, mata Anna selalu berbinar saat membicarakannya.
Yang ku tangkap dari cerita itu Jake tidak pernah mendekati Anna jika bukan Anna duluan yang bertindak.
Hanya saja aku tidak ingin memberitahukannya.
Jujur saja saat ini perasaanku tengah dilanda kesedihan.
Aku membuka pintu kamarku dan mendapati Samuel dan Jake sedang berpelukan di kasur.
Mereka tampak seperti pasutri. Aku tersenyum tertahan melihat hal itu.
Dengan cepat aku mengeluarkan handphone dan memotretnya. Ini hal langka. Biasanya mereka berantem.
Namun, lihat sekarang! Kepala Samuel menyender dengan nyamannya di bahu Jake dan kedua tangan mereka memeluk satu sama lain.
Kasurku yang tidak seberapa besar membuat Samuel dan Jake merapatkan dirinya masing-masing.
Dengan jail aku mendekati mereka dan berdehem kencang.
"Ehem ehem."
Kedua vampir itu tidak sedikitpun terganggu dan masih saja tidur dengan nyamannya.
Akhirnya aku membuka gorden hingga cahaya masuk ke kamar. Aku duduk di pinggir kasur dekat Samuel dan mengelus rambutnya.
"Bangun sayang," pintaku dengan lembutnya.
Samuel menggeram pelan dan menjauhkan tanganku dari kepalanya.
"Aku sedang tidur dengan ayangku, jangan mengganggu!" usirnya padaku.
Aku menahan tawaku mendengar gerutuannya. Lihat siapa ayangnya sekarang, kurasa aku kalah dari Jake.
Bahkan Samuel tidak repot-repot pakai baju. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupinya.
Selimut saja sudah jatuh ke lantai beserta kabel stopkontak yang entah darimana.
"Baiklah nikmatilah waktu bersama ayangmu, aku mau menemui Evelyn, bolehkan?" tanyaku di tengah kesadaran Samuel.
Samuel yang masih terpejam mengangguk dan mendorongku menjauhinya.
"Pergilah jangan ganggu kami! Aku dan Arabella tidak akan keluar kamar seharian ini."
Aku tersenyum senang mendengarnya. Artinya aku boleh keluar karena Samuel sudah mengizinkannya.
Biasanya sangat sulit, kemana-mana aku harus bersamanya.
Sebelum aku pergi, tidak lupa aku mencium keningnya dan mengucapkan terima kasih.
"Aku pergi dulu, jangan lupa pakai baju setelah ini, aku cemburu jika wanita lain melihat tubuhmu," peringatku.
Tidak lupa aku menyelimuti Samuel dan memastikan tubuh atletis itu sudah tertutup. Enak saja diumbar-umbar seperti itu.
"Iya berisik! nanti rabbit ku terbangun."
Aku terharu melihatnya se perhatian itu padaku, walaupun saat ini yang tengah di pelukannya bukan aku, melainkan Jake.
Ternyata dalam alam bawah sadarnya saja, Samuel masih memikirkanku. Namun, aku tidak bisa berlama-lama disini.
Aku sudah membuat janji dengan Evelyn, di rumah Alarick. Ide bagus, kan. Aku bisa bertanya pada pria itu juga.
Belum sempat pintu kamarku tertutup, aku masih mendengar gumaman Samuel.
"Kunci pintunya agar Arabella tidak bisa kabur!"
Aku tersenyum geli dibuatnya.
Aku menurutinya dan mengunci pintu itu. Entah bagaimana reaksinya saat mereka terbangun.
---------------
HELLOOOOO AKHIRNYA BERES JUGAAA
BELLA BAKAL DIAPAIN YA SAMA ALARICK? EHEHEHEHHE
JANGAN LUPA VOTE COMMENTS OKEEE
LOVE UUU🤍